titik didih

Beberapa hari kemudian

Reintara duduk di ruang rapat dengan timnya, membahas strategi pemasaran baru untuk kuartal berikutnya. Fokusnya sempat teralihkan oleh insiden beberapa hari terakhir, tetapi ia mencoba menenangkan pikirannya dan kembali ke pekerjaannya.

“Baiklah, kalau tidak ada lagi yang perlu didiskusikan, kita akhiri pertemuan ini,” katanya sambil berdiri. Timnya mengangguk dan mulai membereskan dokumen mereka.

Namun, saat ia keluar dari ruang rapat dan berjalan menuju ruangannya, asistennya, Maya, menghampirinya dengan wajah tegang.

“Tuan Reintara, maaf mengganggu. Ada seseorang yang mencoba masuk ke kantor tadi pagi.”

Reintara berhenti melangkah, menatap Maya dengan tatapan tajam. “Siapa?”

“Dia bilang namanya Ria,” jawab Maya dengan nada pelan, tampak ragu. “Tapi tim keamanan sudah menghentikannya di depan.”

Reintara mendesah berat. Ia memijat pelipisnya, mencoba meredam kekesalannya. “Apa dia membuat masalah?”

“Tidak, Tuan. Tapi dia meninggalkan sesuatu untuk Anda.” Maya menyerahkan sebuah amplop merah.

Reintara membuka amplop itu dengan enggan. Di dalamnya ada sebuah kartu kecil bertuliskan:

"Aku tidak akan menyerah, Rein. Aku tahu apa yang terbaik untukmu, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalangiku."

Kata-kata itu membuat darah Reintara mendidih. Ia menggenggam kartu itu erat-erat sebelum melemparkannya ke tempat sampah. “Ini sudah cukup,” gumamnya dengan nada dingin. “Hubungi pengacara. Aku mau surat perintah perlindungan selesai hari ini juga.”

Maya mengangguk cepat. “Baik, Tuan.”

Malam harinya

Setelah bekerja seharian, Reintara kembali ke apartemennya. Kali ini ia memastikan pintu dan jendelanya terkunci rapat sebelum melepaskan dasinya dan bersiap untuk beristirahat.

Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Ponselnya berbunyi, menampilkan pesan anonim.

"Aku tahu kamu mencoba menjauh dariku, tapi kamu tidak bisa. Aku selalu tahu di mana kamu berada."

Reintara merasa darahnya berdesir. Ia berdiri, mencoba mencari logika di balik pesan ini. Nomor itu tidak terdaftar, dan Ria tidak mungkin bisa mengetahui keberadaannya setelah langkah-langkah keamanan yang telah ia ambil.

Tapi kemudian ponselnya berbunyi lagi, kali ini sebuah foto. Foto itu diambil di depan apartemennya—di depan pintu yang baru saja ia kunci.

“Apa-apaan ini?” gumamnya, matanya menatap layar dengan intens.

Ia segera menghubungi tim keamanan apartemen untuk memeriksa kamera CCTV. Tidak lama kemudian, seorang petugas menelepon balik.

“Tuan Reintara, kami menemukan seseorang yang mencurigakan di rekaman kami. Tapi orang itu sudah pergi sebelum kami bisa menghentikannya.”

“Berapa lama yang lalu?” tanya Reintara tegas.

“Kurang dari lima menit.”

Reintara menggenggam ponselnya erat-erat. Dia ada di sini, hanya beberapa menit yang lalu.

Di sisi lain, Ria

Ria duduk di dalam mobilnya yang diparkir tidak jauh dari apartemen Reintara. Ia tersenyum puas sambil memandangi layar ponselnya.

“Kamu mungkin berpikir bisa menjauhiku, Rein,” gumamnya pelan. “Tapi aku selalu lebih pintar.”

Ia mengetuk-ngetuk kemudi dengan jarinya, berpikir tentang langkah selanjutnya. Baginya, ini bukan lagi soal cinta semata. Ini adalah permainan, dan dia tidak berniat kalah.

Keesokan harinya

Reintara memutuskan untuk menyewa tim keamanan pribadi untuk mengawasi apartemen dan kantornya. Ia tidak bisa membiarkan Ria terus mengganggu hidupnya.

Namun, meskipun semua langkah keamanan itu diterapkan, ada satu hal yang tidak bisa ia kendalikan: keberadaan Ria di pikirannya. Perempuan itu sudah terlalu jauh menyusup ke dalam hidupnya, dan setiap langkah yang ia ambil hanya membuat obsesi Ria semakin menjadi-jadi.

Saat ia duduk di ruangannya, ponselnya kembali berbunyi. Kali ini, nomor pengacaranya muncul di layar.

“Tuan Reintara, kami sudah mendapatkan surat perintah perlindungan untuk Anda. Jika dia mencoba mendekati Anda lagi, Anda bisa langsung melapor ke pihak berwenang.”

“Bagus,” jawab Reintara dingin. “Aku tidak mau toleransi lagi.”

Tapi bahkan dengan perintah perlindungan itu, Reintara tahu ini belum selesai. Karena dengan Ria, semua ini baru saja dimulai.

Malam yang Sunyi

Reintara menghabiskan malamnya di apartemen, mencoba merelaksasi pikirannya dengan membaca buku favoritnya. Namun, pikirannya terusik oleh berbagai perasaan. Ria tidak hanya melanggar batas privasi, tetapi juga membuatnya merasa seperti diawasi di setiap waktu.

Ketukan tiba-tiba di pintu apartemennya membuatnya terlonjak. Dia menaruh bukunya dan berjalan perlahan ke pintu. Melalui layar interkom, ia melihat seorang kurir berdiri membawa sebuah kotak kecil.

“Pesanan untuk Tuan Reintara,” kata kurir itu.

“Pesanan?” gumam Reintara, bingung. Ia tidak pernah memesan apa pun. Namun, dengan rasa penasaran, ia membuka pintu dan mengambil paket itu.

Di dalam kotak kecil itu terdapat sebuah jam tangan mahal yang pernah ia buang ke tong sampah beberapa bulan lalu—jam tangan yang pernah ia berikan kepada mantan pacarnya yang kini sudah tidak ada dalam hidupnya. Bersamaan dengan itu, ada secarik catatan:

"Aku tahu kamu mungkin sudah melupakannya, tapi aku tidak pernah lupa. Aku akan mengembalikan setiap bagian kecil yang pernah kamu buang dari hidupmu. Karena aku adalah bagian yang tidak akan pernah bisa kamu hilangkan, Rein."

Reintara langsung memijat pelipisnya. Ia tidak tahu bagaimana Ria bisa mendapatkan jam tangan itu. Tapi satu hal jelas—perempuan itu mengintai semua aspek hidupnya.

“Dia benar-benar gila,” gumamnya sambil menutup kotak itu dengan kasar.

Keesokan Harinya

Reintara memutuskan untuk mempercepat tindakannya. Ia bertemu langsung dengan pengacaranya di kantor, mendiskusikan langkah hukum lebih lanjut.

“Tuan Reintara, perintah perlindungan ini akan memperingatkan dia untuk tidak mendekati Anda dalam radius tertentu. Jika dia melanggar, kita bisa langsung membawa kasus ini ke pengadilan,” kata pengacara itu dengan nada meyakinkan.

“Lakukan apa pun yang perlu. Aku tidak mau perempuan itu mengganggu hidupku lagi,” balas Reintara tegas.

Namun, bahkan dengan surat itu di tangannya, ketenangan tidak kunjung datang.

Malam di Kantor

Reintara memutuskan untuk lembur di kantor malam itu, merasa lebih aman dengan keberadaan tim keamanan di sekitarnya. Namun, ketika malam semakin larut dan suasana semakin sepi, ia mulai merasakan sesuatu yang aneh.

Ruangan di lantai atas tiba-tiba gelap, meskipun semua lampu biasanya menyala. Ia keluar dari ruangannya, berjalan menuju lorong, mencari sumber masalah.

Saat itu, ponselnya bergetar. Sebuah pesan anonim muncul di layar.

"Kamu terlalu sibuk bekerja sampai lupa aku masih di sini, Rein. Jangan khawatir, aku akan menunggumu pulang."

Reintara langsung merasa darahnya mendidih. Ia menatap sekeliling, merasa ada yang mengawasinya.

“Dia sudah gila,” gumamnya, mencoba tetap tenang.

Ia segera menghubungi tim keamanan untuk memeriksa lantai atas. Tidak lama kemudian, kepala keamanan melaporkan bahwa tidak ada siapa pun di sana.

Namun, ketika ia kembali ke ruangannya, ia menemukan sebuah mawar merah segar tergeletak di atas mejanya.

“Bagaimana ini bisa masuk?” bisiknya, menggenggam mawar itu dengan frustrasi. Ia tahu ini bukan kebetulan—ini adalah cara Ria untuk menunjukkan bahwa ia bisa berada di mana saja, kapan saja.

Di sisi lain, Ria

Di balik layar laptopnya, Ria tersenyum puas. Ia memandangi foto Reintara yang sedang menatap mawar merah di mejanya—foto yang baru saja ia ambil menggunakan kamera tersembunyi yang ia pasang diam-diam di ruangan itu.

“Kamu mungkin marah sekarang, Rein. Tapi suatu hari nanti, kamu akan mengerti bahwa semua ini kulakukan karena aku mencintaimu,” gumamnya pelan.

Ia menatap layar komputernya yang penuh dengan catatan dan rencana. Ria tidak pernah melakukan sesuatu tanpa perhitungan, dan kali ini ia sudah menyiapkan langkah besar yang tidak akan bisa dihindari oleh Reintara.

“Aku tidak akan pernah pergi, Rein. Dan kamu tidak punya pilihan selain menerimaku,” tambahnya dengan nada obsesif.

Esok Harinya

Ketika Reintara tiba di kantor, suasana tampak normal. Namun, ia tetap merasa gelisah. Ia memutuskan untuk menemui tim keamanan pribadi yang ia sewa untuk memastikan semuanya terkendali.

“Tuan Reintara, kami sudah meningkatkan pengawasan. Jika ada sesuatu yang mencurigakan, kami akan segera melaporkannya kepada Anda,” kata salah satu kepala keamanan.

Namun, Reintara tahu bahwa Ria bukan orang biasa. Perempuan itu memiliki cara-cara yang tidak terduga, dan ia tidak akan berhenti sampai keinginannya tercapai.

 

Episodes
1 awal pertemuan & ketertarikan berbahaya
2 ketertarikan berbahaya & garis yang di langgar
3 garis yang di langgar dan titik didi
4 titik didih
5 titik balik
6 Eskala obsesi
7 takdir tak tergenggam
8 permainan berbahaya
9 api dalam dingin
10 dinding yang retak & langkah terakhir
11 langkah gila
12 bayangan di blik jeruji
13 perang bayangan & perang terbuka
14 perang terbuka & ratu yang tak tergulingkan
15 jaring obsesif yang mencekik
16 perang digital
17 kekacauan
18 kemenangan yang terkendali
19 awal rencana yang sangat besar
20 terperangkap dalam jaring ria
21 bara yang masih menyala
22 jebakan di tengah perang
23 perjodohan
24 tekanan dari segala sisi
25 bayang bayang yang nengancam
26 cinta yg menyulut amarah
27 cinta yg tak goyah
28 kendali yang tak terlihat
29 janji sehidup semati
30 rencana baru
31 setahun
32 kebebasan yang di bayar mahal
33 kehadiran seseorang
34 dua rencana yang bertabrakan
35 obsesi yang tak terpendam
36 dua obsesi, satu hati
37 Kenangan yang Tak Terhapuskan
38 tekad yang kian menguat
39 ria yang hancur
40 terjebak dalam bayang bayang
41 melangkah di antara luka
42 mencari pelarian dalam kesibukan
43 Daddy ria
44 langkah teguh menuju masa depan
45 ria berjuang degan perasaanya
46 strategi di balik kegelapan
47 strategi baru
48 langkah awal melawan tuan findra
49 permainan strategi ria
50 tawaran berbahaya
51 kebenaran
52 kejatuhan yang tidak disadari
53 :>
54 strategi terakhir tuan findraa
55 ancaman di balik bayangan
Episodes

Updated 55 Episodes

1
awal pertemuan & ketertarikan berbahaya
2
ketertarikan berbahaya & garis yang di langgar
3
garis yang di langgar dan titik didi
4
titik didih
5
titik balik
6
Eskala obsesi
7
takdir tak tergenggam
8
permainan berbahaya
9
api dalam dingin
10
dinding yang retak & langkah terakhir
11
langkah gila
12
bayangan di blik jeruji
13
perang bayangan & perang terbuka
14
perang terbuka & ratu yang tak tergulingkan
15
jaring obsesif yang mencekik
16
perang digital
17
kekacauan
18
kemenangan yang terkendali
19
awal rencana yang sangat besar
20
terperangkap dalam jaring ria
21
bara yang masih menyala
22
jebakan di tengah perang
23
perjodohan
24
tekanan dari segala sisi
25
bayang bayang yang nengancam
26
cinta yg menyulut amarah
27
cinta yg tak goyah
28
kendali yang tak terlihat
29
janji sehidup semati
30
rencana baru
31
setahun
32
kebebasan yang di bayar mahal
33
kehadiran seseorang
34
dua rencana yang bertabrakan
35
obsesi yang tak terpendam
36
dua obsesi, satu hati
37
Kenangan yang Tak Terhapuskan
38
tekad yang kian menguat
39
ria yang hancur
40
terjebak dalam bayang bayang
41
melangkah di antara luka
42
mencari pelarian dalam kesibukan
43
Daddy ria
44
langkah teguh menuju masa depan
45
ria berjuang degan perasaanya
46
strategi di balik kegelapan
47
strategi baru
48
langkah awal melawan tuan findra
49
permainan strategi ria
50
tawaran berbahaya
51
kebenaran
52
kejatuhan yang tidak disadari
53
:>
54
strategi terakhir tuan findraa
55
ancaman di balik bayangan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!