Aina terbelalak melihat makanan yang disiapkan bibi Tita. Nasi uduk, sayur kangkung tumis, ikan bakar dengan sambal terasi.
"Maaf ya nona. Hanya makanan kampung." ujar Tita.
"Ini makanan kesukaan aku, bi. Terima kasih ya." untuk sesaat Aina melupakan kesedihannya. Ia mencoba menikmati makanan itu dengan kehangatan bibi Tita dan anaknya.
Emir memang tak banyak bicara. Ia nampaknya juga sebagai lelaki pendiam.
"Nak, nanti kalau bajunya sudah kering, bibi akan minta Emir mengantarnya ke rumah nak Aina ya?" ujar bibi Tita saat mereka sudah selesai makan.
"Jangan repot-repot, bi. Nanti saya yang akan datang mengambilnya ke sini. Sekarang saya mau pulang ya?" pamit Aina.
"Biarkan Emir yang mengantar. Ini sudah cukup larut. Lagi pula di sekitar sini hanya ada ojek Tapi bibi takut membiarkan nona naik ojek. Bahaya kalau ketemu tukang ojek yang nakal. Apalagi nona orangnya sangat cantik." ujar bibi Tita membuat Aina tersipu.
"Baiklah. Saya mau diantar kak Emir." ujar Aina walaupun sebenarnya ia agak was-was juga diantar oleh lelaki yang baru dikenalnya.
Bibi Tita mengantarkan Aina sampai ke halaman rumah. Di sana, Emir sudah menunggunya dengan motornya.
Emir menyerahkan sebuah helm pada Aina. "Maaf ya, aku hanya punya motor."
"Tak masalah. Ayo!" Aina mengenakan helm itu. Ia naik ke atas motor dan duduk di belakang Emir.
"Bu, kami pergi dulu ya?" pamit Emir.
"Hati-hati, nak. Awas anak orang."
Emir mengangguk. Ia perlahan menjalankan motornya menyusuri jalanan yang sepi karena hujan baru juga berhenti.
Aina merasa dingin. Ia memang mengenakan kaos dengan lengan panjang. Namun kaos itu tipis. Udara sangat dingin dan gadis itu hampir menggigil.
Emir menghentikan motornya. Ia meminta Aina turun.
"Ada apa?"tanya Aina. Ia curiga karena motor berhenti di jalan yang sepi. Ia takut kalau Emir akan melakukan sesuatu yang jahat padanya.
Emir membuka jaket yang dipakainya. Ia kemudian memakaikannya di tubuh Aina. "Aku tahu kamu kedinginan. Aku dapat mendengarkan kalau kamu menggigil. Jangan takut, jaket ku bersih karena baru dicuci oleh ibu."
Hati Aina tersentuh oleh perhatian Emir. "Terima kasih ya?" kata Aina. Ia tak menolak jaket itu karena ia memang sangat kedinginan. "Tapi nanti kamu kedinginan."
Emir menatap kaos lengan panjangnya. "Kaos ini cukup. Lagi pula aku cowok. Suhu badanku lebih panas dibandingkan cewek."
Aina hanya mengangguk. "Terima kasih ya?"
"Sama-sama. Oh ya, rumahmu di mana?" tanya Emir.
Aina menyebutkan alamat rumahnya.
"Oh, nggak terlalu jauh ya?" Emir kembali mengajak Aina naik. "Berpeganglah. Nanti kamu jatuh."
Aina berpegang di pinggiran kaos Emir. Cowok itu menjalankan motornya dengan kecepatan sedang karena tak ingin Aina jatuh.
"Di sini rumahmu?" tanya Emir.
"Iya. Ayo mampir dulu." ajak Aina setelah turun. Ia memberikan helm yang dipakainya pada Emir dan cowok itu menggantungnya di bagian belakang motor.
"Sudah larut. Nanti kapan-kapan aku mampir. Aku pergi ya?" Emir mengenakan lagi helm nya. "Selamat malam." lalu cowok itu langsung pergi.
"Eh...ya ampun, jaketnya lupa." Aina masuk ke dalam rumahnya.
"Alhamdulillah, nona sudah pulang. Kami semua khawatir karena sudah selarut ini nona tak pulang dan ponsel nona juga tak aktif." bibi Lina langsung bernapas lega melihat nona bungsu di rumah ini sudah kembali.
"Papa dan mama di mana?" tanya Aina.
"Di kamar mereka. Bibi panggilkan?"
"Jangan bi, biar aku ke sana saja." Aina menuju ke kamar orang tuanya. Di lihatnya pintu kamar orang tuanya tak terkunci.
"Bagaimana kalau Aina sudah tahu tentang Wilma, pa?"
Langkah Aina terhenti. Orang tua nya tahu?
"Tenang, ma. mungkin Aina sedang pergi ke suatu tempat untuk menangkan diri."
"Aina sangat menyayangi Fatar. Mama kan sudah bilang waktu itu, sebaiknya batalkan saja pertunangan mereka. Atau setidaknya memberitahukan Aina apa yang sebenarnya terjadi."
"Ma, pernikahan Fatar dengan perempuan itu kan hanya sampai anak itu lahir. Setelah itu mereka akan bercerai."
Aina berdiri di depan pintu. "Papa dan mama juga tahu tentang Wilma Gunawan? Dan kalian hanya diam saja? Memangnya aku tak berhak tahu? Memangnya aku tak berhak menentukan nasib hubunganku dengan Fatar?"
"Fatar mencintai kamu, nak." ujar Diana, mamanya Aina.
"Mencintai aku? Lalu aku akan dijadikan istri kedua? Lalu aku akan menganggap anak Fatar dengan Wilma adalah ponakan aku? Ma, pa, seandainya Fatar dan Wilma tidak meninggal dalam kecelakaan itu, anak yang akan Wilma lahirkan akan menjadi duri dalam kehidupan kami. Sekarang aku tahu, Allah sangat sayang padaku sehingga tak membiarkan aku menderita seandainya sudah menikah dengan Fatar." Air mata Aina jatuh lagi. Ia segera berlari ke kamarnya yang ada di lantai dua.
Saat Aina sudah ada di dalam kamar, ia mengunci pintu. Kemudian ia mengambil foto Fatar dan dirinya yang ada di atas nakas. Foto yang diambil saat mereka sedang liburan di India.
"Ah......!" Aina membanting foto itu sehingga bingkainya patah dan kacanya pecah. "Kamu tega sekali membohongi aku, Fatar. Kamu tega! Aku membencimu...! Aku benci kamu..!" teriak Aini sambil mengambil foto itu dan merobeknya menjadi beberapa bagian. Tak peduli dengan jarinya yang terluka karena tertusuk pecahan kaca.
"Aini....! Buka, nak!" terdengar suara Diana sambil mengetuk pintu. Namun Aini tak mau membukanya. Ia terus saja berteriak sambil menangis.
Fotonya bersama Fatar sudah hancur berkeping-keping, seperti juga dengan hatinya yang hancur.
"Aini....!"
"Pergi....! Pergi....! Kalian tega sekali sama aku."
Diana menangis di depan pintu kamar anaknya. Ia ingat bagaimana Fatar yang berlutut di hadapannya, memohon agar tak mengatakan apapun tentang Wilma karena Fatar sangat mencintai Aini. Fatar juga tak ingin keluarganya jadi malu karena semua orang sudah tahu kalau Fatar akan menikah dengan Aini. Diana pun menutup mulutnya karena ia juga tak mau merasa malu. Keluarga mereka dikenal sebagai keluarga yang tidak pernah melakukan sesuatu yang mendatangkan aib. Diana akhirnya setuju diam karena ia yakin Fatar akan memenuhi janjinya untuk berpisah dengan Wilma setelah anak itu lahir.
Diana menyesal. Andai saja ia tak menutup mulutnya, mungkin Aina tak akan sehancur ini.
************
Putri terkejut melihat Aina yang muncul di rumahnya saat hari masih pagi. Putri baru saja bangun dan mamanya memanggil dia untuk memberitahukan kedatangan Aina.
Rumah mereka memang masih di satu kompleks hanya berbeda blok saja. Seperti biasa, Aina datang dengan sepeda listriknya.
"Aina, kamu kenapa?" tanya Putri saat melihat wajah Aina yang pucat dan matanya yang sembab.
Aina langsung memeluk Putri sambil menangis.
"Mereka tega sama aku, Put."
"Siapa?" tanya Putri sambil melepaskan pelukannya.
"Fatar, papa dan mamanya. Juga papa dan mama aku. Ternyata perempuan yang mengalami kecelakaan bersama Fatar adalah istrinya. Perempuan itu bernama Wilma dan sekarang ia dimakamkan di samping makamnya Fatar."
Putri nampak biasa saja. Sepertinya ia tak kaget saat mendengar tentang Wilma.
"Put, ekspresi mu kok biasa saja. Apakah kamu juga sudah tahu masalah tentang Wilma?" tanya Aina.
"Aina, aku bukan bermaksud menyembunyikan ini darimu. Hanya saja aku tak mau kamu tambah terluka setelah kematian Fatar."
Aina berdiri. "Tak mungkin kamu baru tahu cerita ini setelah kematian Pasti Fatar sudah cerita padamu sebelum kematiannya. Kamu kan teman curhatnya Fatar. Jawab dengan jujur pada ku, Put. Kamu sebenarnya sudah tahu masalah Wilma kan? Pantas saja waktu di rumah sakit kamu terlihat biasa saja."
"Ai, dengar dulu." Putri berusaha memegang tangan Aina namun gadis itu menepiskan nya.
"Kamu juga tega sama aku, Put. Kamu diam dan membiarkan aku menikah dengan Fatar sementara ada gadis lain yang sedang mengandung anaknya?"
"Maafkan aku. Fatar meminta aku tak mengatakan apapun padamu. Dia sangat takut kehilangan kamu."
Aina menghapus air matanya dengan kasar. "Aku benci kamu, Putri!" Aina berlari keluar dari rumah Putri. Hatinya benar-benar hancur. Semua orang yang dipercayainya ternyata ikut menipu dia selama ini.
Dengan hati yang gundah, Aina memacu sepeda listriknya meninggalkan rumah Putri. Ia tak tahu kemana akan pergi sekarang. Sampai akhirnya gadis itu ingat kalau ini adalah kompleks tempat tinggal Emir. Aina menuju ke rumah bibi Tita dan putra.
Saat Aina akan masuk, ia mendengar percakapan ibu dan anak itu.
"Nak, berapa usiamu sekarang? Ibu sudah tua, ibu ingin kamu segera menikah." terdengar suara bibi Tita.
"Ibu, semenjak tunangan ku pergi dan menikah dengan orang lain, rasanya sulit bagiku membuka hati untuk gadis lain. Lagi pula aku hanya bekerja sebagai satpam. Mana ada gadis yang mau sama aku?"
"Aku mau. Ayo kita menikah." kata Aina sambil melangkah masuk.
"Apa?" Emir dan mamanya sama-sama terkejut.
********
Akankah mereka menikah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Eka ELissa
tega bgt kmu pak Bu skiti Aini....mnding omong dri awal msk Klian mau ank mu jdi bini ke dua meskipun itu GK sengaja ya tetep hrus tanggung jawab dong ...hdewh gaje ni ai ibu BP mu bhkn Aira mndrita juga pling mreka GK tau ...🤦🤦🤦
2024-12-10
1
Selvy Nuraini
eh Aina kenapa???apa dia merasa insecure krna orang2 disekitar telah menutupi fakta jadi segitu putus asanya kah hingga menawarkan diri menikahi Emir
2024-12-03
1
nonik
loh loh aina lgsung saja mau2 aj denger emir sruh menikah sma ibunya...keputusan yg mengejutkn apakh emir jga mau
2024-12-03
2