"Than." panggil Davin lalu menyenggol tubuh Nathan cukup keras.
"Nathan!" teriak Davin karena Nathan belum juga menoleh ke arahnya.
"Apa?!" jawab pria itu dingin.
"Kau tuli atau bagaimana?!"
"Apa?! Kau mau bicara apa?!" jawab Nathan semakin dingin.
Bugh.
Davin memukul bahu Nathan cukup keras. Gadis itu juga menginjak-injak kaki Nathan kesal.
"Apa kau sudah bawa buku yang kuminta?" tanya Davin setelah puas menginjak kaki Nathan.
"Udah." Singkat, padat, dan jelas, jawaban yang Nathan berikan.
'Ternyata begini rasanya bicara dengan orang dingin. Pantas saja bocah-bocah itu selalu kesal dan takut padaku. Aku bahkan bicara lebih dingin dari Nathan.' batin Davin.
Gadis itu mulai menarik-narik jaket levis yang Nathan kenakan, lalu tersenyum kecut karena Nathan tidak perduli dengan jaketnya yang terus Davin tarik.
"Apa lagi?!"
"Mana bukunya?!"
"Sabar!" Nathan mengambil tas kuliahnya lalu memberikan sebuah buku catatan pada Davin.
"Hmm. Thanks."
'Cih, malas sekali dia! Tidak seperti Kak Dev! Kak Dev rajin, lah dia, nyatet aja nggak pernah.' batin Nathan mengejek Davin yang kini duduk di sampingnya.
"Oi, jadi nggak nih?!" tanya Nathan sambil menarik-narik ikat rambut Davin.
"Apa?! Jadi Apa?!" Davin balik bertanya dengan ekspresi yang begitu menyebalkan.
"Bertemu Kak Safira! Jika tidak, aku akan pulang dan nongkrong bersama teman-temanku."
Nathan meraih tasnya lalu bangkit.
"Eh, jadi, jadi," ucap Davin lalu menarik tangan Nathan. Membuat pria itu berhenti dan menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh.
'Andai saja dia bukan anak Paman Aldy! Pasti sudah kuhabisi dan ku-kubur hidup-hidup gadis menyebalkan ini!' Batin Nathan kembali membicarakan Davina.
Keduanya mulai berjalan keluar dari kampus. Davin kini sudah kembali pada settingan awal, yaitu gadis dingin dengan tatapan yang begitu tajam dan mematikan.
Nathan berjalan terlebih dahulu. Ia masuk ke dalam mobilnya lalu disusul oleh Davin yang duduk di samping kursi pengemudi.
"Huh, andai saja aku tidak jatuh kemarin, hari ini aku pasti sudah diizinkan memakai black red kesayanganku," gumam Davin.
"Than," panggil gadis itu saat mobil sudah melaju, dan bergabung dengan mobil lainnya di jalan raya.
"Hmmm."
"Kak Safira itu seperti apa? Maksudku, dia kan masih satu garis keturunan denganmu. Jadi, kau pasti tau bagaimana sifat Kak Safira, kan?" tanya Davin penasaran.
"Begitulah, seperti apa yang kau lihat. Dia wanita yang ceria, baik hati, murah senyum, pokoknya baik!"
"Hmmm, menurutmu, apa Kak Dev bisa melupakan Kak Aurora, dan menerima kehadiran Kak Safira dalam hidupnya?" tanya Davin dengan nada yang mulai rendah.
"Kenapa tidak? Pada dasarnya, Kak Dev adalah pria baik, sama seperti Kak Safira. Hanya saja, Kak Dev sedang masa keterpurukan sekarang." Nathan melirik Davin sekilas.
"Jangan terlalu dipikirkan, semua punya waktu dan tempatnya masing-masing. Percayalah, Tuhan akan memberikan kebahagiaan setelah kesedihan yang kita alami sekarang," lanjutnya tersenyum.
Ini untuk pertama kalinya Nathan berbicara banyak dan juga tersenyum pada gadis menyebalkan di sampingnya itu.
"Semoga, aku harap begitu." Hanya itu yang Davin ucapkan. Suasana di dalam mobil itu kini berubah menjadi dingin dan juga sangat hening.
☆ ☆ ☆
Kini keduanya sudah sampai di sebuah kafe. Nathan sudah menghubungi Safira dan meminta agar wanita itu meluangkan waktunya untuk bertemu dengan dirinya dan juga Davin.
"Hai, maaf, kalian sudah lama, ya?" Sapa Safira lalu duduk di kursi sebelah Nathan.
"Hai juga Kak Sa, maafkan kami yang mengganggu waktu Kakak. Tapi ini serius, ada hal penting yang kita harus bahas sekarang juga," ucap Davin dengan wajah yang begitu serius.
"Baiklah. Tapi, sebaiknya kita pesan minum dulu. Aku haus."
"Baiklah." Davin mengetuk-ngetuk meja cukup keras. Membuat seorang pelayan kafe menatap ke arahnya.
"Mbak, kami mau pesan minum."
"Silakan dipilih, Nona." Pelayan itu tersenyum kaku saat menyadari siapa gadis menyebalkan yang ada di hadapannya ini.
"Teh manis satu." Davin menoleh ke arah Nathan. "Jus jeruk satu," lanjutnya.
"Emm, Kak Safira mau minum apa?"
"Jus jeruk saja," jawab Safira tersenyum.
"Nah, satu teh manis. Dua jus jeruk," ucap Davin pada si pelayan yang sendari tadi memperhatikan dirinya.
'Mirip dengan Tuan Dev.' batin si pelayan saat menyadari kemiripan antara Dev dan Davin.
"Jadi, hal serius apa yang ingin kalian berdua katakan?" tanya Safira saat si pelayan menjauh.
"Begini." Davin menatap Nathan sekilas lalu melanjutkan ucapannya.
"Apa Kak Safira yakin akan menikah dengan Kak Dev? Emm, maksudku ....,"
"Aku yakin Davin. Kau tidak percaya padaku?" potong Safira.
"Bukan begitu, hanya saja aku ... Sudahlah, aku akan mendukung Kakak, dan membantu semua usaha Kakak," ucap Davin tersenyum lalu mengeluarkan sebuah buku dan langsung menulis sesuatu di buku itu.
"Ini, semuanya sudah kutulis, semoga membantu," ucapnya lalu menyerahkan selembar kertas pada Safira.
"Emm, terimakasih. Ini sangat membantu," jawab Safira tersenyum. Safira melipat kertas itu lalu menyimpannya di dalam tas yang ia bawa.
☆ ☆ ☆
"Kak Dev tidak suka warna biru, merah dan kuning. Dia tidak suka makanan yang manis, tidak suka disentuh pada bagian bahu. Emm, apa lagi? Aku lupa!" ucap Safira yang sendari tadi menghafal semua hal yang Dev suka dan tidak suka. Ia kembali menatap selembar kertas yang Davin berikan padanya tadi.
"Tidak suka dipanggil Devan!" ucapnya membaca tulisan paling bawah yang sengaja ditulis dengan huruf kapital oleh Davin.
"Emm, aku tau, ini pasti karena Kak Aurora selalu memanggil Kak Dev dengan panggilan itu," gumam Safira lalu membanting dirinya di atas kasur.
Safira memejamkan matanya dan kembali mengingatkan hal-hal penting yang harus ia ketahui tentang Dev.
"Kak Dev tidak suka berbicara sambil bertatap mata. Tidak suka jika seseorang menginjak kakinya. Emm, Kak Dev suka dengan wanita yang pendiam, tidak banyak bicara. Emm, ish, kenapa lupa lagi!" Safira kembali membuka matanya lalu membaca ulang semuanya hal-hal yang Dev sukai.
'Ya, Tuhan. Mudahkanlah semuanya ... Aku hanya ingin melihat Kak Dev kembali tersenyum, untuk masalah perasaanku, tidak apa jika dia tidak membalasnya. Tapi kumohon, kembalikanlah senyum cerianya.' Batin Safira berdoa.
Wanita itu menatap langit-langit kamarnya. Tangan kanannya masih memegang kertas bantuan itu, sedangkan tangan kirinya ia gunakan sebagai bantal.
"Kak Dev suka mie ayam .... suka warna abu dan hitam .... Emm ....," gumam Safira lalu memejamkan mata dan langsung terseret ke dalam alam bawah sadarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Carmenita🌴 [HIATUS, JGN BACA!]
napa aku yg cemas 🥺🥺🥺 Safiraaa harus semangat yaaa✨✨
2025-01-09
1
Carmenita🌴 [HIATUS, JGN BACA!]
beneran ya Dav, dibantu kak Safiranyaaaa 🥺🥺🥺
2025-01-09
1
Carmenita🌴 [HIATUS, JGN BACA!]
kloning beda genderrrr 😀😀😭😂
2025-01-09
1