4. Kunjungan

Beberapa hari berlalu.

"Pak 20 menit lagi kita sampai di PT NY," ucap seorang asisten pribadi kepada atasannya.

Di belakang kursi kemudi seorang pria duduk sembari melihat layar ipad. Terlihat diagram garis dengan angka yang jumlahnya tidak sedikit. Entah apa yang dilihat pria itu yang pasti wajahnya terlihat sangat serius.

"Jangan beritahu petinggi yang ada di sana. Aku ingin kedatanganku menjadi kejutan," titah si pria. Sejujurnya dirinya hanya ingin melihat suasana PT seperti hari-hari jika tanpa dirinya. Bagiamana mekanismenya berjalan, suasana, kedisiplinan tanpa adanya rambu-rambu peringatan. Apakah semua berjalan dengan baik atau keadaan itu terjadi jika hanya ada dirinya saja?

Dan seperti yang sudah diduga, beberapa orang terkejut bahkan satpam terlihat gugup saat membuka gerbang. Mungkin tidak habis pikir karena sebelumnya mereka tidak diberi pemberitahuan jika bosnya akan datang.

Satpam itu memberi salam sembari melempar senyum pada si asisten karena mengira dialah si bos.

"Jika ada yang tahu tentang kedatanganku berarti kamu yang harus bertanggung jawab," ujar si asisten pribadi membuat satpam mengangguk cepat.

Hal itu wajar saja terjadi karena memang bosnya hanya datang ke PT setahun 2 kali. Dan ini kali pertama si bos datang langsung ke tempat produksi karena sebelumnya si bos hanya akan datang ke kantin dan kantor.

Kunjungan rutin sudah dipercayakan pada asisten sebab si bos sebetulnya kurang berminat dalam bisnis ini.

Begitu mobil terparkir, asisten dengan sigap langsung turun dan membukakan pintu untuk bosnya.

"Langsung ke kantin Pak?" tanya asisten yang diketahui bernama Suherman itu.

"Aku ingin mengunjungi ruang produksi."

"Pak Bara ..." Suherman terkejut, namun dengan cepat memperbaiki sikapnya. "Baiklah kalau begitu, mari saya antar."

Bara menggeleng. "Kau pergi ke kantor dan kantin saja, cek kondisi di sana."

Suherman mengangguk, pria paruh baya itu menyerahkan kartu akses untuk Bara. Kartu yang hanya dimiliki oleh petinggi perusahaan sebagai bukti seseorang memiliki wewenang atas perusahaan itu. Kartu itu hanya ada 4 dan 3 sisanya dipegang oleh pemegang saham tertinggi.

Bara, pria yang statusnya adalah 'bos' itu berjalan dengan santai menuju ruang produksi. Melewati koridor-koridor yang sepi dan hanya terdengar suara samar dari ruang produksi. Pria itu melirik jam tangan mahalnya, pukul 9 lebih 45. Batinnya bergumam bagus karena dirinya datang tepat setelah istirahat pertama selesai.

Bara mengunjungi ruang produksi pertama yang di pintu terdapat tulisan gedung A. Gedung di mana karyawannya mengerjakan komponen-komponen kecil menjadi bahan setengah jadi.

Tidak ada sambutan apapun begitu Bara masuk, para atasan terlihat sibuk di meja kerja yang terletak tepat di samping pintu. Fokus mereka tertuju pada layar laptop dan sesekali terlihat menyapu halaman berkas. Beberapa meja kosong, Bara berpikir mungkin mereka tengah berkeliling.

Baru berjalan 3 meter, seorang leader line terkejut saat sedang buru-buru ke toilet. Dirinya langsung tersenyum sembari membungkuk sekilas, dalam hati bertanya-tanya apakah ada inspeksi dadakan?

Di dalam toilet leader itu langsung memberi pesan pada asistennya untuk mengatur anak-anak agar tetap kondusif dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun. Juga membuat produk sesuai dengan sop dan menjaga kebersihan.

Sedangkan di dalam ruang produksi, beberapa atasan mulai menyadari kedatangan Bara. Mereka langsung menyambut dan memberi salam. Semenit Bara terlibat obrolan dengan mereka sebelum akhirnya meminta waktu untuk berkeliling.

Infomasi cukup cepat merambat. Kini grup-grup kerja sudah mulai ramai, berisi kesiapan bilamana Bara mengunjungi area kerja mereka. pemberitahuan untuk selalu disiplin dalam bekerja dan tidak banyak bergurau.

Mereka juga mengingatkan untuk selalu sopan karena Bos yang mereka maksud masih muda. Jangan sampai mereka melamun karena terpesona. Memang tidak setampan artis, namun harta yang berlimpah tentu saja membuat manusia terlihat lebih menarik. Apalagi para karyawan mayoritas dari kaum perempuan.

Pandangan Bara menyapu area produksi. beberapa line terlihat kosong karena memang produksi untuk produk jenis tertentu sedang turun. Namun hal itu tidak membuatnya khawatir. Perusahaan akan tetap berjalan karena peningkatan kualitas dan model produknya sejauh ini masih bagus, malah menunjukan perkembangan lumayan pesat. Mungkin nanti line kosong itu akan stel ulang untuk menyesuaikan jenis produk yang saat ini sedang naik daun. Mengingat orderan yang sedikit membeludak, jadi diperlukan adanya line tambahan yang pastinya sesuai dengan prosedur kenyamanan kerja.

Memang tidak banyak yang tahu soal jabatan Bara, tapi dengan melihat baju rapih dan pembawaannya yang penuh wibawa, orang-orang pasti akan berpikir bara memiliki jabatan yang cukup penting di perusahaan. Sehingga karyawan yang bertemu dengannya dengan sopan menyapa.

Setelah menyusuri area produksi, Bara melanjutkan langkah menuju toilet. Sesuatu di kandung kemihnya sudah penuh dan menuntut segera dikeluarkan! Bara menuju toilet karyawan walaupun tersedia toilet VIP untuk dirinya. Alasannya karena lebih dekat dan ingin melihat saja bagaimana kebersihan di sana.

Terdapat seorang karyawan sedang berdiri di depan urinal. Bara melirik sekilas sebelum akhirnya masuk ke dalam bilik. Dirinya mana mau membuang hajatnya bebarengan dengan orang lain. Walau tidak terlihat secara intens namun hal tetap mengganggu kenyamanannya.

Beberapa detik setelah pintu tertutup terdengar langkah kaki bersamaan dengan suara cukup nyaring. Bara menyerngit menyimak obrolan mereka dari dalam bilik.

"Heyyo what's up broo!" seorang cowok menyapa dengan suara seraknya.

"Suaranya tolong kondisikan buset." sedangkan cowok di depan urinal langsung bergegas menyelesaikan hajatnya.

"Hehe maap-maap." Sembari membilas tangan, si suara serak memulai obrolan. "Katanya si Hamdan mancing-mancing cewek lagi."

"Kata siapa?"

"Cewek gue bilang. Dia duduk semeja sama Hamdan sama si cewek yang lagi dirayu tua Bangka itu."

"Menang banyak si Hamdan." lawan bicara suara serak juga ikut membilas tangan. mereka saling berjejeran menghadap cermin panjang. Beberapa kali keduanya saling menatap lewat cermin.

"Yoee, kalo mau tidur bareng nanti di janjiin jadi karyawan permanen. Emang gila si Hamdan. Udah tua bukannya tobat malah spam dosa." si serak mulai berkhotbah. Merasa miris dengan karakter Hamdan yang menjadikan jabatan sebagai wadah untuk menyalurkan hasrat.

"Halah lu juga sebelas duabelas sama dia." teman si serak melirik, meledek.

Tak terima dengan tuduhan itu, si suara serak mendorong pelan bahu lawan bicaranya. "Gue mah cowok sejati, cukup setia sama satu hati."

"Alahhh. Eh tapi si cewek mau enggak?"

"Entah, kayaknya si enggak. Tapi you know lahh. Hamdan ambis banget. S*nge-an orangnya, pasti tu cewek dikejar-kejar terus."

"Kasian juga ceweknya kalo sampe di teror sama tua bangka."

"Kan? mending sama gue ya gak?" si serak dengan narsis menyombongkan dirinya. Seakan dirinya lebih baik daripada Hamdan. Namun tidak sampai lawan bicaranya kembali mengulang kalimat yang pernah si serak banggakan.

"Gue mah cowok sejati, cukup setia sama satu hati."

Obrolan mereka berhenti saat di toilet kedatangan leader dari line lain. Keduanya lantas membubarkan diri karena takut di laporkan padahal leader tersebut tidak peduli juga.

Sedangkan di bilik, Bara yang sudah selesai dengan kesibukannya itu langsung keluar. Tidak dipungkiri dirinya merasa penasaran dengan berita yang tadi didengarnya. Apalagi kejadian itu masih di area kerja dan seseorang yang mempunyai kuasa ikut terlibat bahkan menjadi tersangkanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!