Nara merenggangkan tangannya setelah berjam-jam berkutat dengan tugas.
Tenggorokannya terasa kering, Nara butuh minum. Karena tidak ada minuman di kamarnya, Nara memutuskan untuk ke bawah.
Sebelum menutup pintu kamarnya, Nara melihat jam di ponselnya. Ternyata sudah sangat larut. Pukul 1.28 dini hari.
Pelan-pelan Nara menutup pintunya, takut kalau sampai mengganggu penghuni kamar yang lain. Nara berjalan di lorong dengan pelan. Pintu-pintu kamar yang lain terlihat tertutup.
Nara juga melihat dari sela-sela pintu bagian bawah, semuanya sudah mematikan lampu, kecuali kamar 9 yang tepat berada di samping kamarnya. Penghuninya adalah Rafa. Pria itu mungkin sedang mendesain, pikir Nara.
Sampai di lantai bawah, tampak temaram. Lampu juga sudah dimatikan, hanya sedikit cahaya dari arah dapur.
Nara mendekat, dia cukup kaget melihat seorang pria di sana. Tampak berdiri di depan kompor yang menyala.
"Eh, Nara yah?" tanya pria itu seolah memastikan.
Nara sedikit gugup, dia sedikit berdehem untuk meredakan kegugupannya, "Mm, iya Kak. Aku Nara."
"Kamu ingat aku kan? Atau perlu kenalan lagi," tanya pria itu lembut.
"Ingat kok. Kak Rafa kan?"
Rafa mengangguk, "Cepet juga ingatnya ternyata. Kamu ngapain belum tidur?" tanyanya lagi.
"Ini Kak, aku mau ngambil minum. Belum sempat beli galon buat di kamar," jawab Nara.
"Oh iya silahkan, maaf ya, nggak nyalain lampu. Kamu boleh nyalain lampunya dulu kalau kesusahan." ujarnya sambil menuang mie yang baru saja masak, ke dalam mangkok dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya ia gunakan untuk memegang ponselnya sendiri sebagai penerangan.
"Bisa kok, Kak." Seperti Rafa, Nara juga menyalakan senter dengan ponselnya.
"Kakak, laper yah jam segini?"tanya Nara, untuk menghindari kecanggungan yang terjadi.
"Iya laper, abis nyelesain beberapa kerjaan tadi. Kamu mau? Aku buatin satu lagi kalau mau," tawar Rafa
Nara menggeleng, "Enggak Kak. Aku kenyang," tolak Nara halus.
Bertepatan dengan itu, pintu yang letaknya tidak jauh dari dapur, tepat berhadapan dengan kamar Raka terbuka cukup lebar. Tubuh Nara memegang melihat seseorang.
Seorang pria dengan jacket kulit hitam, dengan topi dan masker juga berwarna hitam menutupi sebagian wajahnya.
Pria itu menoleh ke arah Nara dan Rafa sepersekian detik. Walaupun cukup gelap, namun pria itu sepertinya menyadari, ada penghuni baru di kosan itu.
"Mau keluar, Ar?" tanya Rafa pada pria itu. Sedangkan Nara hanya memperhatikan dalam diam dengan nafas tertahan.
Pria itu mengangguk pelan lalu bergumam,"Hmm."
Pria itu berlalu dari sana, keluar dari pintu Kos. Nara menatap bahu pria itu, bahkan sampai pria itu menghilang dari pintu. Ada kelegaan melihat pria itu pergi.
"Ra!"
"Hah, Iya Kak,"
"Kenapa, Ra? Kamu nggak takut kan?"
Nara menggeleng, "Enggak kok, Kak. Itu siapa?"
"Itu Arion, dia memang seperti itu. Kata anak sini, dia cukup misterius. Tapi dia peduli kok, beberapa kali dia bantuin permasalahan anak kos sini," jelas Rafa.
Nara terdiam menyimak, "Dia mau ke mana, Kak?" tanya Nara kemudian.
"Kurang tau, Ra. Dia memang sering begitu. Tapi besok pagi banget, dia udah di kos lagi."
Nara hanya mengangguk, ada sesuatu yang bercokol di ingatannya. Tapi sepertinya dia salah.
"Yaudah, Ra. Kakak duluan ke kamar ya. Atau mau bareng sekalian?"
"Umm iya Kak, bareng aja. Kebetulan aku udah gak ada keperluan lagi di dapur."
Mereka jalan beriringan, menuju kamar mereka masing-masing.
***
Nara bangun sudah pukul 10 pagi. Kuliahnya dimulai sekitar satu jam lagi. Cepat-cepat ia membersihkan diri dan menyiapkan keperluannya.
Nara keluar dari kamar, melihat pintu kamar lain tertutup. Tentu saja, karena mereka semua pasti sedang bekerja.
Sampai di depan gerbang, Nara melirik ke arah garasi. Hanya terdapat dua motor di sana. Berarti di dalam sana, masih ada orang. Tidak ingin memikirkan, karena dia akan terlambat jika tidak segera ke kampus.
Walaupun jarak kampus cukup dekat, hanya di seberang jalan raya. Tapi Nara juga harus berjalan kaki sekitar 700 m dari Kos untuk sampai ke depan jalan raya.
Demi menghemat, Nara memang memilih berjalan kaki saja. Toh, sangat tidak worth it juga, jika dia harus memesan ojek online untuk ke kampus yang jaraknya tidak terlalu jauh. Jalan kaki kan sehat, yah walaupun matahari sangat terik.
Namun, belum jauh ia melangkah sebuah motor scoopy berhenti di sebelahnya. Seorang gadis manis berada di atas motor itu.
"Kak Naraa! Kan aku udah bilang, kalau kita tuh bisa ke kampus bareng kalau sama-sama ada kelas. Kok kakak nggak bilang sih, padahal kayaknya tadi pas kakak keluar, aku udah mau keluar kamar tau," keluh gadis itu.
"Maaf yah Sarah, Aku nggak tau kalau kamu hari ini ngampus juga," ujar Nara tidak enak hati.
"Yaudah kak, ayok buruan naik. Entar aku kasih tau Kak Raka, suruh masukin kak Nara ke grup. Aku suka ngabarin di sana mau ke kampus atau enggak."
Nara mengangguk, dia bergegas naik ke atas motor Sarah. Walaupun tidak jauh, di atas motor sempat-sempatnya Sarah bercerita tentang kehidupan di Kos Pratama terhadap Nara.
***
Malam hari
Semua penghuni Kos Pratama, berkumpul di lantai bawah, kecuali dua orang. Rafa sedang pulang ke rumah Ibunya. Dan tentu saja Arion tidak ada di sana.
Sarah terlihat duduk di depan laptop bersama Raka di sampingnya. "Kak Raka, terus ini maksudnya apa?"
Raka dengan sabar menjelaskan pada Sarah, tentang tugas gadis itu. Kebetulan sekali tugas Sarah ini cukup di kuasai oleh Raka
"Cih, si bocah nyusahin Raka mulu. Tugas tuh di kerjain sendiri," cibir Tiya, sambil memasukkan potongan keripik pisang ke dalam mulutnya.
"Kak Tiya sirik banget. Kak Raka aja gak protes aku minta tolong," balas Sarah tidak mau kalah, lalu kembali memfokuskan dirinya pada laptop.
"Lagian, Lo kenapa mbak? Sirik banget sama si bocah. Mbak mau juga yah cari kesempatan kayak dia, biar deket-deket Mas Raka?" tanya Dito, bermaksud menjahili.
Melihat ekspresi Tiya yang berubah, Dito tertawa puas. Raka hanya geleng-geleng kepala melihat mereka saling mengganggu.
"Lo bisa diam nggak, Dit. Ngaco banget deh, siapa juga yang sirik sama si bocah." Tiya mengelak tuduhan secara tidak langsung Dito.
Bima yang sedang mengunyah makanan yang di buat oleh Ayu ikut menimpali. "Halah, Lo jujur aja mbak, yang dibilang Dito tuh bener kan?"
"Diam!! Lo berdua emang aneh yah. Nggak usah ngarang." marah Tiya.
"Cih." Bima mencibir, sambil melanjutkan makannya. Sebenarnya ia ingin lanjut membuat Tiya emosi. Tapi karena ia sedang makan, ia tidak ingin mengambil resiko piringnya dilempar ke lantai oleh perempuan itu.
Ayu yang sejak tadi makan bersama Bima, melihat ke arah Nara yang duduk di hadapannya yang terhalang oleh meja.
"Makan mie, Ra?" tanyanya, melihat Nara makan mie.
"Iya, Kak." Nara menjawab singkat.
"Nggak baik makan mie, Ra. Kurang-kurangin."
"Nggak kok, ini juga baru makan," jawabnya.
"Oke deh, Aku tadi masak. Kamu mau coba nggak? Ini enak loh." Ayu menawarkan masakannya pada Nara.
Walaupun ragu, tak urung Nara mengangguk. "Boleh, Kak.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments