NovelToon NovelToon

Suamimu Suamiku Juga

Ijab Kabul

   "Seno Aku nikahkan engkau dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Ambar binti Bambang dengan mahar uang dua ratus ribu dan satu gram cincin emas dibayar tunai.

"Saya terima nikah dan kawinnya Ambar binti Bambang dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.

" sah....."

  "bangun Ayah jangan tinggalkan Ambar Ayah hu hu hu" teriak Ambar sembari mengguncangkan tubuh lemah Ayahnya yang masih terbaring di ranjang rumah sakit.

Seno yang mendengar monitor yang berada di di sebelah ranjang itu berbunyi, dengan sigap ia menekan tombol untuk memanggil dokter agar bisa memeriksa keadaan Pak Bambang yang kin telah mejadi mertuanya tersebut.

  "Permisi biar saya periksa sebentar" ucap sang Dokter yang sudah tiba dengan satu perawat yang sigap mencatat apa yang di ucapkan sang Dokter.

  "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un mohon maaf Beliau sudah tidak ada, Sus tolong catat dan di urus untuk pemandian dan kepulangan pasien ya" ucap Dokter pada perawat tersebut dan hanya di balas anggukan oleh perawat tersebut.

   "Ayah bangun Ayah jangan tinggalkan Ambar sendirian, Ambar takut Ayah hu hu hu" ucap Ambar memeluk tubuh Ayahnya yang kini terasa dingin.

Di ruangan bernuansa putih di lengkapi peralatan kedokteran menjadi saksi bisu akan pernikahan sekaligus kehilangan yang Ambar rasakan, kini ia sudah tidak punya siapa- siapa hanya ada seorang lelaki kepercayaan sang Ayah yang di mintai amanat untuk menjaganya dengan cara menikahinya.

Entah apa maksud sang Ayah menikahkan nya dengan seseorang yang tak pernah ia kenal, dan lagi lelaki tersebut hanyalah bawahan dan kepercayaan Ayah di perusahaan.

Terlebih lagi lelaki itu tidak pernah Ambar lihat.

Setelah acara pemakaman selsai para pelayat bergegas untuk pulang, lain hal nya dengan Ambar yang masih termenung berdiam diri di samping pusara sang Ayah.

Ia hanya masih belum mempercayai bahwa orang yang ia miliki satu- satunya telah pergi meninggalkannya seperti mendiang Ibunya.

Seno dan orang rumah Ambar masih setia menunggu Ambar yang masih menikmati diamnya, tanpa ia sadari guyuran air hujan membasahi tubuhnya, langit seakan tau dan ikut bersedih akan kehilangan orang yang amat sangat di sayangi oleh Ambar.

Seno dengan sigap memayungi tubuh mungil yang kini menjadi istrinya itu, agar tidak kebasahan.

Semua orang rumah sudah lelah membujuk Ambar untuk pulang termasuk Bik Inem pengasuh Ambar sedari kecil.

Seno yang mengerti akan sorot mata Bik Inem yang seakan meminta tolong padanya untuk membawa nona muda itu pulang pun segera mendekati Ambar.

   "hujan semakin deras nanti kamu sakit, ayo kita pulang kasihan Ayah jika Beliau melihat mu terus menangisi kepergiannya, tidak akan membuat Beliau tenang di sana" ucap Seno yang ikut berjongkok di samping Ambar.

Mendengar suara yang asing memasuki gedang telinganya sedetik kemudian Ambar menoleh pada suara tersebut.

Kini Ia di sadarkan oleh kenyataan bahwa Ayahnya telah menitipkannya pada pria itu, pria yang tak ia kenal, yang ia tidak pernah melihat, dan pria yang sangat amat asing bagi Ambar.

Setelah puas menatap wajah pria yang kini telah sah menjadi suaminya itu Ambar kembali menoleh ke ara pusara sang Ayah untuk pamit pulang.

   "Ayah Ambar pulang ya, terima kasih sudah menitipkan Ambar pada orang kepercayaan Ayah".

Setelah mengucapkan salam Ambar pun perlahan melangkahkan kaki meninggalkan area pemakaman tanpa menoleh kebelakang.

****

Sesampainya di rumah...

   " masuk ke kamar mu mandilah dulu dan beristirahatlah, aku akan pergi sebentar jika butuh sesuatu panggil Bik Inem, sebelum jam makan malam aku akan menemui mu lagi" ucap pria yang berstatus suaminya itu.

Ambar hanya menatap siluet tubuh yang kian menjauh, kini ia rasakan tubuhnya ringkih, ia tak kuasa menahan berat beban tubuhnya sendiri hingga bruuk...

Menghirup aroma minyak angin yang tajam pada hidung nya membuat Ambar membuka mata.

   "apa yang kamu rasakan? Mau minum?" ucap lelaki yang tadi pamit akan mengurus sesuatu tapi kini malah menjadi orang pertama yang ia lihat setelah ia sadarkan diri.

Ambar hanya mengangguk mendapat tawaran dari suaminya untuk minum.

Segera lah Seno menggambil gelas yang berisikan air putih yang sudah ia minta pada Bik Inem tadi, ia pun dengan perlahan membangunkan tubuh mungil Ambar menjadi setengah duduk, agar membuatnya bisa dengan nyaman untuk minum.

Setelah dirasa cukup Seno mengembalikan gelas yang kini tersisa setengah isinya tersebut ke atas meja samping ranjang milik istrinya.

   "apa yang kamu rasakan? Mana yang sakit? Atau masih pusing?" pertanyaan beruntun yang di ajukan oleh pria berkaca mata itu, tidak langsung mendapat jawaban.

   "kenapa kamu kembali? Bukan kah kamu sudah mengatakan akan mengurus sesuatu dan akan pulang saat makan malam?" tanya Ambar.

  "aku kembali ingin menanyakan apakah ada sesuatu yang kamu ingin beli di luar? Namun baru selangkah melewati pintu rumah aku melihat mu tergeletak di dekat tangga dan nyaris kepala mu membentur anak tangga" ucap Seno menceritakan awal kejadian.

   "pergilah aku sudah tidak apa-apa, aku rasa aku hanya butuh tidur sebentar setelah nya aku akan lebih baik" ucap Ambar.

Ia menyadari bahwa pria di depannya ini adalah orang kepercayaan Ayahnya, otomatis akan banyak sekali pekerjaan yang menunggunya di tambah Seni juga harus mengurus pengajian untuk Ayahnya itu.

   "kamu yakin? Kamu makan dulu aku lihat dari pagi kamu sama sekali belum memakan apapun" ucap Seno sembari melangkah kan kaki keluar.

Lima menit setelah kepergian Seno kini ia kembali dengan nampan yang berisikan sepiring nasi lengkap dengan lauk dan sayur, segelas air putih dan segelas susu hangat yang masih terlihat asap yang mengepul.

    "pergilah aku akan memakannya nanti" ucap Ambar.

    "makan lah dulu biar aku suapi, biar aku tenang meninggalkan mu keluar rumah nantinya" ucap Seno membujuk Ambar.

Ambar yang melihat kesungguhan dan ketulusan lewat sorot mata Seno dengan tangan yang sudah menyendokkan nasi yang menghadap kearah nya, kini hanya menuruti.

Ambar menerima suapan demi suapan yang di lakukan oleh suaminya hingga suapan ke lima ia sudah merasa kenyang.

     "sudah aku kenyang, dan sekarang pergilah" ucap Ambar mengusir Seno perlahan.

     "minum susunya dulu baru aku pergi" ucap Seno menyodorkan segelas susu putih hangat.

Ambar pun menerima segelas susu tersebut dan meneguknya sedikit, setelahnya ia menyerahkan kembali gelas susu itu pada Seno, yang langsung di terima dan di letakkan di atas nampan.

Seno tersenyum melihat Ambar menurutinya.

    "aku pergi ya jika butuh sesuatu bilang pada Bik Inem untuk memberitahuku dan beristirahatlah" ucap Seno sambil mengusap pucuk kepala berkerudung istrinya.

Seno melangkah kan kaki menuju keluar dengan membawa nampan bekas makan istrinya tersebut.

Ambar yang mendapat perlakuan manis dari seorang pria selain Ayahnya itu pun hanya bisa mematung, sedetik kemudian kembali kesadarannya ia tersipu malu mengingat kejadian tersebut.

Roti Sobek

Pukul lima sore pekerjaan yang diurus oleh Seno sudah selsai ia melajukan kendaraan roda empatnya menuju rumah sang istri, karena ia berjanji bahwa sebelum makan malam ia sudah kembali.

Setelah mobil di parkir di halaman rumah, Seno pun mempercepat langkahnya memasuki rumah dan menaiki tangga, ia langsung membuka pintu kamar tanpa mengetuk terlebih dahulu tanpa ia sadari ada sosok yang berbaring di ranjang king size sedang memperhatikannya.

Setelah memasuki kamar ia pun membuka kancing kemejanya satu persatu ia belum menyadari bahwa ada tatapan terkejut dengan mata yang melotot telah memperhatikan belahan roti sobek yang berada di balik kemeja kerja yang ia buka kancingnya satu-persatu.

Ambar yang merasa dirinya membeku setelah melihat lelaki yang masuk ke kamar nya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu dan langsung membuka kemeja kerjanya tanpa melihat situasi pun hanya bisa terdiam dengan ma ta yang membulat sempurna.

    "aduh ma ta ku ternodai, ahh.. Roti sobek nya sayang kalau nggak di lihat "ucap Ambar dalam hati.

Seno merasa ada yang memperhatikannya pun langsung menoleh ke arah ranjang king size yang berada di ruangan tersebut dan...

   " aaaaaaa... Kamu ngapain di situ?" ucap Seno seraya menarik kemeja untuk menutupi bagian tubuh depannya yang sudah terbuka.

Ambar yang terkejut akan teriakan Seno pun ikut berteriak.

   "aaaaaaa... Ini kan kamar aku, kamu yang nggak ketok pintu dulu" ucap Ambar tak mau kalah.

Setelah Seno sadar dari keterkejutannya ia pun langsung menyambar handuk yang tergantung di lemari yang entah milik siapa lalu ia melangkah menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar tersebut.

Masih dengan jantung yang berdegup kencang Ambar memegangi da da nya.

     "untung ini buatan Gusti pangeran kalau made in ch*na mungkin sudah jatoh" ucap Ambar mengelus da da nya.

Ia kembali menyandarkan diri di sandaran ranjang king size miliknya dengan melanjutkan kegiatan membaca bukunya yang sempat tertunda karena suaminya yang masuk tanpa mengetuk pintu.

Tidak bisa di pungkiri bayang roti sobek milik Seno pun masih membayangi pikirannya.

Setelah dua puluh menit berlalu Ambar mendengar pintu kamar mandi di buka, ia langsung menutupi wajahnya dengan buku yang ia pengang guna mengantisipasi jika suaminya itu keluar hanya menggunakan handuk di pinggang saja.

      "kamu ngapain? Saya pakai baju kok" ucap Seno.

Sedetik kemudian Ambar menjauhkan buku dari wajahnya guna membuktikan ucapan lelaki yang tengah menjadi suaminya itu.

Dan benar saja Seno keluar kamar mandi menggunakan Jubah mandi miliknya yang berwarna Pink, Ambar yang merasa lucu dengan Seno yang menggunakan Jubah mandi nya yang berwarna pink sedetik kemudian tergelak dengan menggulingkan tubuh nya di ranjang king size tersebut.

     "ha ha ha aduh perut ku keram..." ucap Ambar memegangi perutnya yang berasa sakit akibat terlalu lama tertawa sontak membuat Seno mendekatinya dengan raut wajah cemas.

     "kamu nggak papa? Mana yang sakit?" ucap Seno dengan wajah cemasnya dan jangan lupa ia masih menggunakan Jubah mandi pink milik Ambar.

Ambar yang mendengar suara Seno yang berada di dekatnya pun menoleh sedetik kemudian ia tertawa lagi.

      "kamu ini sudah aku mau ganti baju dulu dari pada jadi bahan tertawaan kamu terus" ucap Seno berlalu keluar kamar dengan wajah memerah seperti kepiting rebus menahan malu akibat di tertawakan oleh Ambar.

Setelah Seno keluar dari kamar Ambar pun mengontrol nafasnya terlihat da da nya yang naik turun dan perutnya masih keram akibat terlalu lama tertawa.

Setelah ia bisa mengontrol nafasnya Ambar kembali membaca buku yang tadi sempat tertunda karena menertawakan Seno suaminya.

****

Ambar sudah menyelesaikan acara memasaknya, ia memang hobby memasak malah ia yang sering memasak jika sedang senggang.

     "Bi .. Minta tolong panggilkan mas Seno di kamar tamu yaa bilangin suruh makan" ucap Ambar meminta tolong pada Bik Inem, pengasuhnya sejak ia kecil.

Bik Inem hanya mengangguk dan cepat berlalu  memanggil suami dari nona nya yang sedari kecil ia rawat hingga tumbuh dewasa dan cantik seperti Almarhum Ibunya.

Seno dan Ambar memang masih tidur di kamar terpisah, karena baru semalam mereka sah menjadi sepasang suami istri dan mereka pun belum membicarakan apa pun selayaknya pengantin pada umumnya, karena Seno suaminya pun masih sibuk mengurusi perusahaan Ayahnya dan juga pemakaman Ayahnya.

Seno yang sudah menuruni tangga ia langsung bergegas ke dapur sesuai arahan si Bibi pengasuh istrinya tersebut.

Setelah sampai di pintu dapur ia malah di suguhkan pemandangan yang menggugah jiwa lelakinya, bagaimana tidak leher jenjang nan putih milik istrinya yang tak tertutupi rambut itu seolah memanggil jiwa lelakinya meminta untuk di s3ntuh.

Ambar yang hanya menggunakan daster rumahan dengan panjang sebatas lutut, dan rambut panjang hitam lurus yang ia gelung agar tidak menggangu aktivitas memasaknya, malah kini menjadi suatu pemandangan indah untuk ma ta suaminya itu.

Ambar yang sedang asik menuangkan sayur tumis kangkung kedalam mangkuk tidak menyadari akan kehadiran suaminya yang menikmati leher jenjangnya putih miliknya, hingga ia berbalik badan untuk menaruh mangkuk berisikan sayur tersebut baru lah ia menyadari bahwa suaminya sudah berada di ambang pintu.

      "mas ngapain bengong? Ayo makan" ajak Ambar pada suaminya.

Seno yang tersadarkan oleh suara istrinya tersebut berdehem untuk menetralkan perasaannya dan kemudian menarik kursi untuk ia tempati.

Seno melihat menu makan malam yang berada di meja cukup menggugah seleranya. Tumisan kangkung, ayam kecap, dan sambal tomat.

Menu rumahan yang menurut Seno sederhana namun dapat menggugah selera makannya.

     "ini mas" ucap Ambar menyerahkan piring yang sudah tersedia nasi dan sendok di dalamnya kepada Seno.

Seno masih mematung ia mendapatkan perhatian dari wanita selain Ibunya membuatnya terdiam, pasalnya ia sudah lama tidak mendapat perhatian seperti ini karena Ibunya sudah lama tiada.

Melihat suaminya masih mematung belum menerima piring yang ia sodorkan, Ambar pun berinisiatif menggerakkan tangan Seno untuk menyadarkannya.

Seno yang tersadar karena tangan di sentuh oleh tangan mungil nan halus tersebut membuat ia melihat ke arah pemilik tangan, dan segera menerima piring yang sedari tadi masih melayang di depannya.

     "Mau di ambilkan apa dulu? Tumis kangkung atau Ayam kecapnya?" tanya Ambar ia ingin melayani suaminya di meja makan sesuai dengan istri pada umumnya.

    "semuanya" ucap Seno.

Setelah ia menuangkan sayur dan lauk pada piring suaminya kini Ambar mengisi piringnya sendiri, saat ia ingin menuangkan air ke dalam gelas tangan nya sempat tersentuh oleh tangan suaminya, lantas ia menoleh pada si pemilik tangan tersebut.

     "biar aku saja" ucap Seno. Ia pun tidak ingin kalah dari Ambar istrinya untuk membangun kemistri dalam rumah tangga yang baru mereka masuki.

Mereka berdua makan dengan hikmat tanpa ada yang mengeluarkan suara untuk berbicara dan hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi suara di dalam ruang makan tersebut.

Setelah selesai makan Seno membantu istrinya untuk membereskan piring kotor dan mengelap meja seusai mereka makan lalu ia berpamitan pada istrinya untuk melanjutkan pekerjaannya di kamar.

Sepeninggal Seno di dapur Ambar mencuci piring dan peralatan masak yang telah ia gunakan, sebenarnya bisa saja ia meminta Bik Inem atau mbak Asih untuk mencuci piring. Namun ia lebih memilih mengerjakan semua sendiri karena ia yang terlalu mandiri, baginya selama bisa sendiri mengapa harus menyuruh orang lain.

Tok Tok Tok

Kopi manis rasa cinta

Tok Tok

   "mas aku masuk yaa" ucap Ambar sambil memutar gagang pintu.

   "masih lama mas?"

   "nggak bentar lagi ada apa? Kenapa nggak tidur aja?"

    "baru juga jam delapan masa aku di suruh tidur?"

    "ini aku bawakan kopi hitam sama cemilan, tadi sempat bikin begitu jadi langsung aku antar ke sini mau nyobain nggak?" ucap Ambar dengan meletakkan nampan berisi kopi dengan asap yang masih mengepul dan brownies buatannya.

Seno merasakan ada hawa dingin yang menyapa kulitnya itu pun langsung menyeruput kopi hitam buatan sang istri, rasanya pas tidak terlalu manis namun tidak terlalu pahit.

Jika di kantor OB dan orang kantin yang tau kopi seleranya seperti apa, namun Ambar adalah perempuan pertama yang tahu kopi kesukaannya tanpa ia yang menjelaskan.

    "pahit nggak mas kopinya?" tanya Ambar dengan wajah penasaran.

    "nggak kok manis" ucap Seno.

    "semanis apa mas?"

    "cinta" tanpa sadar Seno menjawab pertanyaan dari Ambar, sedetik kemudian ia tersadar sontak saja ma ta nya membulat lalu ia mengusap tengkuk yang tak gatal, guna menghilangkan rasa gugup karena ia salah bicara.

    "m-maaf" ucap Seno dengan wajah bak kepiting rebus.

Merah merona di wajah Seno tertangkap oleh pupil mata Ambar dan sontak saja gadis yang bergelar istrinya itu tertawa terbahak- bahak.

    "ha ha ha... Wajah mu mas ha ha ha..."

    "heh sudah jangan terlalu banyak tertawa nanti perut mu keram" ucap Seno mengingatkan Ambar.

Namun Ambar tak mengindahkan perkataan Seno ia masih menikmati rona merah di wajah Seno akibat salah ucap.

    "aduh perut ku..." ucap Ambar memegangi perutnya sambil membungkukkan badan.

    "nah kan ayo ku bantu kamu berdiri rebahkan dulu badan mu di kasur ku" ucap Seno seraya memapah Ambar ke arah ranjang yang terdapat di kamar tamu tersebut.

Setelah Ambar merebahkan tubuh nya Seno membuka tas kecil yang berada di atas meja.

     "nih usapkan di perut mu agar mengurangi rasa keram nya" ucap Seno menyerahkan minyak angin dengan botol berwarna hijau.

Ambar segera menerimanya dan ia langsung membuka baju di bagian perutnya dan mengoleskan minyak angin tersebut di area perutnya.

Seno yang melihat pemandangan tersebut nyaris saja khilaf jika ia tidak langsung membalikan badan menghadap tembok.

Ambar yang mengetahui pergerakan Seno ia baru menyadari bahwa perlakuannya tadi sangat lah tidak seno noh.

      "ma- maaf mas nggak sengaja, lupa kalau kamu ada di sini" ucap Ambar menggigit bibir bawahnya.

Seno berdehem untuk menetralkan perasaannya jika saja Ambar tahu jantungnya kini berdebar kencang ia akan sangat malu.

    "khm... Sudah?"

    "iya mas sudah terimakasih" ucap Ambar langsung bangkit dari kasur.

    "kamu langsung tidur saja ini sudah malam, jika butuh sesuatu hubungi aku" ucap Seno menyerahkan nomor telepon yang tadi sudah ia tuliskan di kertas.

Ambar hanya mengangguk dan menerima kertas tersebut sambil beranjak keluar dari kamar yang di tempati oleh Seno.

Ambar dan Seno memang serumah namun mereka belum memiliki kontak satu sama lain.

*****

Malam ini hujan turun sangat deras di selingi dengan kilat dan gemuruh, Ambar yang sedari kecil yang takut akan suara gemuruh dan kegelapan pun tidak dapat memejamkan mata.

Klik...

    "aaaaaaaa.... Mas Seno tolong...." teriak Ambar spontan karena ia terkejut dengan lampu yang padam.

Didalam selimut tubuhnya meringkuk menggigil ketakutan sambil menyebutkan nama Seno suaminya.

Seno yang masih belum terlelap pun terkejut mendengar suara teriakkan Ambar dari sebelah kamarnya, memang kamar Ambar dan kamar yang di tempati Seno bersebelahan.

Langsung saja Seno berlari keluar kamar untuk melihat keadaan Ambar.

Ternyata di luar sudah ada Bik Inem dan mbak Asih, mereka ingin masuk namun ragu lalu Bik Inem menjelaskan fobia yang di miliki oleh nona nya itu pada Seno.

Menurut Bik Inem sekarang Seno lah yang berhak menemani Ambar karena mereka sudah sah, dulu sewaktu Pak Bambang dinas keluar kota Bik Inem dan mbak Asih lah yang akan bergantian menemani Ambar.  

Bik Inem meminta tolong pada Seno untuk menemani nona mereka.

Langsung saja Seno mengetuk pintu kamar milik Ambar namun tak ada jawaban hanya suara lirih seperti berbisik yang di dengar oleh ketiga orang tersebut.

Lalu Seno memutar gagang pintu yang ternyata tidak terkunci, langsung saja Seno masuk kedalam kamar istrinya itu.

Bik Inem dan mbak Asih meninggalkan kamar pasutri tersebut.

Di dalam kamar Seno mendengar suara yang lirih seperti suara orang berbisik, ia mencoba mempertajam pendengarannya dan suaranya berasal dari balik selimut yang di pakai istrinya.

Seno mendekat ke arah di mana istrinya berada, dan ia mendengar suara istrinya yang memanggil namanya ia sempat terharu ternyata namanya lah yang di sebutkan istrinya.

     "mas Seno tolong aku takut" ucap Ambar dari balik selimut.

    "Ambar ini aku Seno, aku buka selimutnya ya" perlahan Seno membuka selimut yabg di gunakan istrinya.

Ia melihat wajah istrinya tertutupi oleh helaian rambut, ia mencoba menyingkirkan rambut si4l4n yang menutupi kecantikan wajah serta pipi chubby istrinya itu.

Jari telunjuk nya menyentuh bagian dahi Ambar dan di rasa panas, lalu ia memegang dahi istrinya menggunakan punggung tangan untuk memastikan.

Dan benar saja badan Ambar demam Seno bergegas keluar dari kamar ambar menggunakan flash di ponselnya setelah beberapa menit meninggalkan Ambar, ia kembali membawa nampan yang terdapat baskom yang berisi air hangat, handuk kecil untuk mengompres serta air minum dan obat penurun panas.

Ini semua sudah di siapkan Bik Inem karena ia sangat tahu jika nona nya itu merintih akan di pastikan kalau ia demam, dan benar saja dugaan Bik Inem.

Seno segera meletakan nampan di atas meja dan mulai memeras handuk kecil untuk mengompres dahi istrinya.

Ambar yang merasa ada sesuatu yang hangat dan basah mengenai dahi nya langsung membuka mata dan bangkit dari tidurnya, ia yang melihat adanya Seno berada di depannya  tanpa ba bi bu langsung memeluk erat Seno dan menangis.

     "aku takut mas hu hu hu"

     "aku di sini nggak usah takut" ucap Seno sambil menepuk punggung istrinya.

Ada rasa senang karena di peluk oleh istrinya dan ada rasa was- was karena da da bidangnya terganjal gump4l4n d4ging empuk milik istrinya.

     "kamu minum obat dulu ya baru tidur lagi" ucap Seno melerai pelukan istrinya dan mengambilkan air minum beserta obat penurun panas.

Ambar hanya menerima dengan membuka mulutnya dengan Seno yang menyuapkan obat dan menyerahkan gelas berisikan air minum, setelah Ambar selesai meminum obatnya Seno langsung merebahkan tubuh istrinya.

     "mas jangan tinggalkan aku, aku takut" ucap Ambar dengan ma ta berkaca-kaca.

    "nggak aku disini kamu tidur yaa" ucap Seno dengan posisi setengah duduk yang perutnya di peluk oleh lengan Ambar. 

Seno yang ikut terlelap pun tak sadar jika badannya melorot dan kepalanya menyamai kepala Ambar dan jadilah seperti mereka berpelukan.

Nggak pa pa lah yaa kan udah halal...

Hujan pun semakin deras di iringi dengan gemuruh sepasang suami istri itu tanpa sadar mempererat pelukan mereka masing- masing seolah mencari kehangatan.

Ambar yang biasa terbangun malam untuk melaksanakan dua rakaat di kejutkan oleh tangan kekar yang memeluk perutnya dari belakang, ia nyaris saja berteriak namun sedetik kemudian ingatannya kembali itu membuat ia tidak jadi berteriak.

Ambar dengan perlahan memindahkan lengan suaminya itu dari perutnya, setelah berhasil ia pun bangkit menuju kamar mandi untuk membersikan diri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!