...HAPPY READING GUYS...
Gadis berambut ikal dengan pakaian feminim itu berjalan di trotoar. Kemeja polos berwarna biru muda dan rok selutut, ditemani seorang laki-laki yang tingginya 197 cm membuat perempuan tersebut terlihat begitu pendek padahal memiliki tinggi badan 174.
Karelina sedang dalam perjalanan menuju ke rumah temannya yang tidak jauh dari tempat tinggalnya sendiri. Sebenarnya, ia ingin pergi sendiri tapi Deniar memaksa ikut.
Tidak hanya sekali, laki-laki di sampingnya itu membuat beberapa gadis yang lewat menoleh dan terpaku padanya. Rahang kokoh, mata coklat sipit dengan sorot tajam, alisnya hampir terukir sempurna, dan bibir seksi tipis itu sungguh memukau. Rambut hitam itu panjangnya hampir menutupi telinga, terkesan seperti malaikat.
Karelina sekarang mempunyai ekor yang selalu mengikutinya kemana saja. Ia sesekali melirik ke arah Deniar yang berjalan di sampingnya, melihat lelaki itu hanya memandang kanan dan kirinya secara bergantian, seolah mengamati sekitar. "Aku haus," ucap Deniar tiba-tiba.
"Mau beli minuman dulu?" tawar Karelina.
"Air suci saja." Lagi-lagi, ia menyebutnya air suci.
Kemarin pagi, Karelina baru tahu kalau yang disebut air suci adalah air putih. Ya, benda cair bening itu. Dan, Deniar kemarin meminumnya langsung dari keran karena Karelina masih tidur.
Saat sampai tempat tujuan, yaitu kediaman Elizabeth--teman sekelas Karelina. Namun, sepertinya ada suatu masalah di sana. Eliza mendorong laki-laki di hadapannya dan meneriaki sesuatu. Melihatnya, Karelina maju mundur untuk menghampiri. Sialnya, temannya itu jatuh karena didorong oleh lelaki yang merupakan kekasihnya tersebut.
"Eliza!" panggil Karelina dan membantu gadis itu bangkit. "Ada masalah apa?" Karelina bertanya.
Eliza menatap Caren--kekasihnya dengan tatapan tajam menusuk. "Dia selingkuh!" seru Eliza.
Karelina seketika mengerutkan kening mendengar hal tersebut. Caren itu hanya menggelengkan kepala. "Semuanya salah paham! Aku tidak kenal dia, sayang!" ujar Caren.
"Bohong! Kamu kasih dia bunga, di depan aku, Ren! DI DEPAN AKU!" Eliza kekeh dengan apa yang ia lihat kemarin malam. Kekasihnya itu memberikan bunga pada seorang gadis, bahkan ketika mereka sudah membuat janji temu.
Caren beralih menatap Karelina, memohon bantuan gadis itu. Tangannya terangkat, menyentuh pundak Karelina. Namun, dengan cepat ditepis oleh Deniar.
Deniar menatap tajam Caren seolah memberi peringatan, sebab ia pikir Caren ingin menyakiti Karelina.
"Aku gak kenal perempuan itu, Kar. Demi apapun itu salah paham," ujar Caren.
"Kita bicara di dalam aja, Za. Nunggu semua tenang," ujar Karelina. "Gak ada orang, kan?"
Eliza mengangguk, setuju akan ucapan Karelina. Mereka pun memasuki rumah Eliza yang besar, berbeda dengan milik Karelina.
Eliza adalah anak dari pengusaha kaya di tokyo, tetapi Eliza lebih memilih hidup di desa kecil ini bersama sang nenek. Karena sejak kecil, ia hidup bersama neneknya yang sederhana itu. Meski kaya raya, kelurganya selalu berpenampilan sederhana. Bahkan, ia begitu baik pada Karelina.
Hubungan Eliza dan Caren sudah terjalin cukup lama, mungkin satu tahun yang lalu. Caren memiliki kesan baik selama ini, ia juga bukan tipe laki-laki yang suka bermain dengan perempuan lain. Sebab, ia bahkan menyimpan cintanya selama dua tahun karena tak percaya diri dengan ekonominya di bawah keluarga Eliza.
Namun, saat sudah lulus dan bekerja, Caren mulai memberanikan diri setelah tahu bahwa Eliza juga menyukainya. Ya, hubungan mereka baik-baik saja selama satu tahun ini. Entah mengapa tiba-tiba bertengkar.
Kini, mereka berada di ruang tamu, duduk di lantai. Karelina dan Deniar duduk bersebelahan. Sebaliknya, Eliza dan Caren duduk berjauhan sambil melemparkan lirikan maut.
"Kalau mau kencan sama perempuan lain, kamu harusnya akhiri dulu hubungan kita!" celetuk Eliza.
"Aku gak pernah berniat seperti itu," jawab Caren. "Aku tidak kenal perempuan itu, Za."
Eliza menghela napas gusar. "Hubungi dia, aku mau bicara!"
"Aku tidak mengenalnya, Sayang. Bagaimana bisa menghubunginya?"
Eliza merengut. "Berikan ponselmu!"
Caren menghembuskan napas, mencoba menenangkan dirinya. Lalu, ia menurut dan memberikan ponselnya pada Eliza. "Lihat saja! Aku tidak memainkan apapun," ujar Caren.
Eliza berdecih melihat kepercayaan diri Caren, awas saja kalau ada bukti bahwa lelaki itu benar-benar selingkuh darinya.
"Aku tidak macam-macam selama bekerja di Tokyo. Aku juga sudah janji, kita akan bertemu satu minggu sekali dan aku menepatinya, Sayang," kata Caren.
Sembari mengotak-atik handphone milik Caren, Eliza mengerutkan kening. Namun, ia sudah membuka semua aplikasi yang dimiliki dan tidak menemukan nama gadis lain.
Eliza melemparkan tatapan tajam pada Caren. "Pasti kamu punya ponsel lain," celetuk Eliza.
Caren memutar bola matanya, kemudian memijat pelipisnya yang sakit mendengar ocehan kekasihnya itu. "Untuk apa ponsel lain? Ponselku hanya satu," ucap Caren. "Daripada membeli ponsel baru, lebih baik ditabung untuk kehidupan kita nanti."
Mendengarnya, hati Eliza tersentuh. Namun, ia tidak mudah luluh hanya dengan kata-kata. "Cih, alibi," seloroh Eliza.
Karelina yang dari tadi hanya menyimak, juga semakin ikut pusing. Niatnya hanya untuk menemani Eliza di rumah karena neneknya pergi ke ruang saudara, malah harus meladeni drama pasangan ini. "Ren, bisa ceritakan kejadiannya?" ujar Karelina.
Bosan, Deniar menyandarkan kepalanya pada pundak Karelina.
"Kar, dia siapa, sih! Nempel sekali," celetuk Eliza, yang baru sadar akan kehadiran Deniar. "Pacar?"
Karelina menggelengkan kepala. "Saudara," jawab Karelina.
Mendengar jawaban Karelina, Deniar mengangkat kepalanya dari sana. Lalu, ia menatap Karelina dengan tidak suka. "Bukan." Deniar berucap dengan penuh penekanan, kemudian ia melenggang dari sana dan pergi keluar.
"Jadi, ceritanya begini, Kar," ujar Caren.
Waktu itu, malam pukul tujuh. Seperti minggu biasanya, Caren dan Eliza pasti selalu bertemu. Namun, hari ini mereka membuat janji temu di suatu tempat karena Eliza berada di luar rumah dan Caren tidak perlu menjemput.
Eliza berjalan mendekati titik yang dikirim Caren. Namun, dari kejauhan, ia memberikan setangkai bunga mawar pada seorang perempuan dengan penampilan sangat feminim. Lalu, perempuan itu tidak lama di sana dan pergi sambil melambaikan tangan.
Caren terlihat tersenyum begitu lebar di sana membuat amarah Eliza membara. Ia pun tidak menemui Caren dan langsung pergi.
"Aku menunggu kamu di sana sampai pukul satu, Za." Caren menghela napas panjang. "Aku sama sekali gak mengenal perempuan itu," ucap Caren untuk yang kesekian kalinya.
"Aku pergi ke toko bunga yang ada di sana untuk membelikan kamu seratus mawar. Tapi, waktu di sana aku dimintai tolong oleh seorang laki-laki untuk memberikan setangkai mawar itu pada perempuan yang kamu lihat itu."
"Aku pikir, aku harus membantunya karena aku juga pernah merasakan ada di posisi laki-laki itu."
"Aku sudah mengatakan, kok, bahwa bunga itu bukan dari aku tapi laki-laki yang ada di sana," jelas Caren. "Dan, kamu tahu akhirnya, perempuan itu menemukan laki-laki tadi dan mereka berpelukan."
Ah, Eliza mengutuki dirinya sendiri. Sepertinya, ia berlebihan pada Caren.
Melihat wajah Eliza, Karelina menggenggam tangan sahabatnya itu. "Kamu harus mendengarkan, Za. Setidaknya, Caren sudah jujur, kan? Dan kalian harus saling percaya," kata Karelina. "Kayaknya sudah selesai masalahnya, ya?"
Eliza hanya menarik sudut bibirnya, merasa lega dan cukup malu karena sangat jahat pada kekasihnya.
"Kamu ditemani Caren saja, aku mau pulang," seloroh Karelina karena sudah kehilangan mood untuk bermain.
"Eh, jangan dong! Disini saja!" pinta Eliza.
Karelina menggelengkan kepala. "Kamu lihat saudaraku tadi, kan? Dia kayaknya bosan." Tapi sebenarnya Deniar marah pada Caren karena menyentuh gadisnya sembarangan.
"Lagian, kayak orang gak tahu apa-apa. Dia orang spesial, ya?" ucap Eliza sembarangan. Ucapannya memang tidak bisa dikontrol.
"Jangan sembarangan, Za!" peringat Caren.
"Engga, dia cuma baru ke Jepang. Asli Amerika, jadi engga tahu bahasa sini," kata Karelina, bohong besar.
"Bule dong?" Karelina hanya menganggukkan kepala, tidak mau memperpanjang obrolan karena ia tak melihat Deniar di luar.
Melihat Deniar yang duduk sendirian di teras, Karelina jadi merasa seperti mengabaikan laki-laki itu. Ia pun menghampiri dan menepuk pundak Deniar. Siapa sangka, Deniar malah menjauh dengan cepat.
Karelina menautkan kedua alisnya. "Ada apa?" tanya Karelina.
Deniar menggelengkan kepala. Namun, Karelina merasa seperti ada yang disembunyikan laki-laki itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments