Estele Han Brion, dia adalah seorang mahasiswa semester 3, jurusan Informatika. Dia adalah pria tampan yang memiliki sedikit darah keturunan dari negara ginseng, dia adalah salah satu pria populer di kampus. Selain pintar, Estele merupakan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa bela diri. Hal itu semakin membuat namanya terkenal, apalagi pria itu sering mengikuti lomba-lomba di dalam maupun luar kota. Dia adalah anak dari seorang CEO pemilik perusahaan tambang batu bara dan emas terbesar di kota mereka. Ia merupakan anak tunggal, dia memiliki kepribadian yang ramah dan baik, tapi ada kalanya pria itu tiba-tiba saja menunjukkan wajah datar dan tatapan dinginnya. Dia merupakan mahasiswa berprestasi, dia adalah pria yang ambisius. Banyak wanita yang berusaha menjadi kekasih pria itu, tapi Estele menolak semua karena dia akan mencintai wanita yang sama sekali tidak tertarik padanya.
“Aku menemukannya….”gumam Estele.
Estele merasa kesal saat melihat Wilow terang-terangan mendekati wanita yang telah berhasil membuat ia tertarik. Wanita yang keras kepala, wanita jutek, wanita yang mempunyai sisi lain dalam dirinya. Menatap kedua manik mata itu membuat Estele bisa merasakan adanya kesedihan yang terpendam. Saat mendengar nama wanita itu, membuat Estele tersenyum. Hatinya berdebar dan penasaran. Dia harus tahu sisi lain dari wanita itu.
“Elara, nama yang bagus.”gumam Estele sambil tersenyum.
...****************...
“Kenapa dia masih mengikuti ha? Dia menyebalkan!”gerutu Elara pelan.
Elara berjalan dengan cepat, sementara Estele mengikuti langkah wanita itu dari belakang. Dia menatap punggung wanita itu sambil memasukkan kedua tangan kedalam saku celananya. Ia terkekeh melihat tubuh mungil yang sedang mengumpat dirinya secara diam-diam. Ternyata wanita jutek itu memiliki sisi yang menggemaskan di mata Estele. Mereka berdua telah sampai di tempat awal saat mereka bertemu tadi. Elara mengehentikan langkahnya, dia menoleh sambil bersedekap dada. Dia menatap sinis kepada kakak tingkat yang sejak tadi terus mengikuti dirinya. Dia telah melupakan rasa sopan santun.
“Kenapa Kakak terus mengikuti aku ha!?”tanya Elara dengan satu sudut bibir yang berkedut menahan kesal.
“Saya?” Estele mengangkat kedua bahunya, “saya tidak mengikuti kamu, kan saya panitia. Jadi, saya akan kembali kesini lagi.”jawab Estele dengan santai.
Elara melotot kesal, bukannya merasa takut. Estele merasa senang karena bisa melihat wajah kesal wanita dihadapannya. Menurutnya wanita yang membuatnya penasaran itu seperti seekor kucing, yang galak namun punya sisi manis dan lucu.
“Huf! Kalau begitu aku permisi!”ujar Elara.
Wanita itu langsung beranjak pergi melewati Estele begitu saja. Tidak ada senyuman di wajah itu, membuat Estele merasa penasaran. Dia pernah melihat senyuman wanita itu, tiba-tiba saja hatinya merasa kesal mengingat Elara yang tersenyum kepada Wilow. Walaupun senyuman itu bukanlah senyuman kebahagiaan. Tapi, tetap saja dia juga ingin melihat Elara tersenyum karena dirinya.
“Argh! Wilow sialan! Bikin kesal saja!”gerutu Estele.
...****************...
“Ciee, gimana rasanya berada dalam dekapan cowok ganteng ha?”goda Aira.
Elara menatap tajam, “diem! Gue cabein mulut lo entar!”tegasnya.
“Ih, jahatnya. Tapi, gue serius lo, apa yang terjadi di ruang medis? Kalian ngomong apa aja?”tanya Aira dengan antusias.
“Gak ada! Gue juga gak tertarik ngomong sama dia. Dia cowok aneh! Waktu itu wajahnya datar, dan terlihat garang. Tapi, masa tiba-tiba dia mirip sama Kakak yang play boy itu!”ujar Elara dengan kesal.
“Mirip Kak Wilow? Omo! Kak Estele ngomong manis ke lo!? Seriusan!?”seru Aira tak percaya.
“Ck, mulut lo jangan nyaring banget ngapa? Bisa di gedor tetangga pintu kos gue! Karena Lo berisik banget!”sahut Elara dengan geram.
“Hehe, sorry. Lagian gue gak nyangka kalau Kak Estele bisa jadi cowok manis gitu, padahal kelihatannya dia bukan tipe cowok yang terlalu suka berkata manis.”ungkap Aira.
“Hem , entahlah.”gumam Elara dengan bingung.
...****************...
Estele menekan pin pintu apartemen pribadi miliknya. Dia memasuki ruang tamu yang gelap, saat lampu menyala, Estele menghela nafas, seperti biasa dia akan merasakan kehampaan dalam hatinya. Dia kemudian duduk di sofa lembut miliknya, sambil merebahkan kepala di sandaran sofa.
“Aku akan lihat, sampai berapa hari aku tertarik sama wanita itu. Aku yakin rasa tertarik ku ini cuma bertahan 3 hari.”gumam Estele.
Elara menghela nafas lega karena dia dan Aira tidak telat, cuaca malam itu lumayan dingin. Hari yang sangat Elara tunggu, berakhirnya acara OSPEK kampus. Malam hari adalah puncak acara penutupan OSPEK mereka. Para anggota band kampus akan menunjukkan nyali, dan para mahasiswa baru juga bisa unjuk tampil diatas panggung yang sudah di buat di tengah lapangan yang cukup luas.
“Wah! Gue gak sabar buat lihat para anak band!”seru Aira.
“Lo mah semuanya gak sabaran!”ledek Elara.
“Hehe, itu lo tahu.”balas Aira sambil terkekeh.
Suara riuh memenuhi lapangan, para mahasiswa baik yang junior dan senior melompat riang mengikuti alur lagu yang dimainkan oleh anak band dari kampus mereka. Aira contohnya, wanita itu sangat antusias sekali. Bahkan dia merekam momen itu dengan menggunakan ponsel miliknya. Sementara Elara, wanita itu hanya diam kaku sambil berdiri bersedekap dada. Dia hanya melihat-lihat saja, terkadang dia memperhatikan sekitar. Dia lihat ada beberapa panitia yang berdiri di pinggir lapangan untuk mengawasi acara malam itu.
“Hem, mereka pasti merasa lelah.”gumam Elara.
Saat sedang sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba saja tengkuk Elara terasa merinding. Ia merasa ada seseorang yang sedang memperhatikan dirinya dari jauh, perlahan-lahan dia menoleh ke samping, tepatnya ke arah pinggiran lapangan yang cukup jauh dari posisinya saat ini. Ia terkejut ketika melihat Estele, pria aneh yang menolongnya waktu itu. Kedua manik mata Estele terus menatap Elara tanpa berkedip. Membuat Elara merasa merinding.
“Kenapa sih dengan pria itu? Apa dia pisikopat? Dia mau bunuh gue apa?”gumam Elara sambil memalingkan muka.
Estele bersedekap dada, entah mengapa perhatiannya tertuju pada Elara. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya, dia terus mengawasi perempuan itu. Dirinya akan menunggu ketika rasa penasaran dan ketertarikannya sirna untuk perempuan itu. Estele sangat yakin bahwa dia cuma tertarik sesaat pada perempuan itu. Pasti dia akan segera lupa dan tak peduli. Merasa tak nyaman, Elara yang melihat Estele berpaling sejenak karena di ajak bicara oleh seseorang. Memutuskan untuk pergi dari kerumunan, meninggalkan Aira tanpa pamit.
“Oh, gitu ya? Kamu pintar banget sih.”
Estele tersenyum sopan, “tidak juga Kak, kebetulan saya tahu.”balas Estele.
Estele merasa muak melihat wanita yang terang-terangan berusaha menarik perhatiannya dengan dalih untuk menanyakan tugas, padahal jelas-jelas mereka berbeda jurusan dengan dirinya. Tapi, Estele tetap membalas mereka dengan sopan karena ingin menjaga citra dirinya sendiri. Melihat tanda-tanda bahwa Estele tidak akan menanggapinya lagi, membuat wanita itu menjadi canggung dan memutuskan untuk pergi. Estele menghela nafas lega, akhirnya sebuah bencana sudah terlewati. Saat matanya melirik ke lapangan, dia terkejut melihat tidak ada lagi sosok Elara disana.
“Kemana wanita itu? Apa dia sudah gila?”gumam Estele dengan khawatir.
Elara menghela nafas lega, akhirnya dia bisa bebas dari kerumunan orang yang menyesakkan. Dia tidak bisa pergi lewat depan, karena banyak kakak tingkat yang berjaga. Akhirnya dia memutuskan untuk naik ke pagar kecil yang menghubungkan jalur ke jalan perkomplekan rumah warga.
“Ah gue ingat jalan ini, jalan pintas buat ke kos gue. Tapi, merinding juga nih. Kayaknya para warga udah pada tidur, terus lampu jalan disini rada-rada remang ya?”gumam Elara merasa merinding.
Estele berjalan mendekati Airs yang masih asik melompat-lompat mengikuti irama musik. Aira terkejut di kala merasakan ada sosok yang tinggi berdiri disebelahnya.
“Astaga! Kak Estele? Ngagetin aja.”ujar Aira sambil mengelus dada.
“Dimana Elara?”tanya Estele.
“Elara? Kakak gak lihat apa? Dia ada di sam … , loh? Elara mana?”ujar Aira dengan bingung.
“Makanya saya nanya, dimana Elara?”ucap Estele.
“Tadi dia ada disini, apa mungkin kejepit diantara penonton? Tapi gak mungkin, mereka pasti merasa segan karena tatapan tajam Elara akan menyambut mereka.”ungkap Aira.
“Sial!”gumam Estele.
Estele berjalan meninggalkan Aira yang masih dalam keadaan bingung. Sementara Elara, perempuan itu memutuskan untuk berjalan menyusuri jalan pintas menuju ke kos nya. Dia tersenyum memandangi bulan purnama yang begitu indah malam itu. Hatinya kembali teringat akan sosok Haru, pria perhatian dan penyayang. Cintanya telah dibawa Haru menuju ke nirwana, mungkin tidak akan ada cinta seperti Haru lagi dalam hati dan hidupnya.
“Haru, aku merindukanmu. Apakah kamu bahagia di alam sana?”gumam Elara sambil menatap bulan purnama.
Dia merasa malas untuk kembali ke kos dengan cepat, dia memutuskan untuk duduk di sebuah batu yang cukup besar di bawah lampu jalan yang memiliki cahaya cukup terang. Dia memandangi langit yang dihiasi sedikit bintang, dan bulan purnama besar yang berkilau. Pada saat sendiri itu, Elara tersenyum. Bukan senyum kebahagiaan, tapi senyum kekosongan. Dia tersenyum meratapi nasib hidup dan cintanya yang tak pernah indah. Bahkan air mata terasa kering, walupun saat ini dia ingin menangis.
“Aku benci kehidupan ini! Kenapa Tuhan tidak mau mengambil hidupku juga? Agar aku bisa ikut bersama dengan Haru!”keluh Elara.
“Hosh … hosh, disini dia rupanya.”ujar Estele dengan nafas yang terengah-engah.
Deg!
Jantung Estele berdebar, melihat Elara dengan rambut panjang hitam yang terurai rapi sedang memandangi langit sambil tersenyum. Sungguh senyuman itu sangat cantik, lesung pipi itu membuat Estele ingin lagi dan lagi untuk melihat senyuman wanita itu. Dia juga bingung, kenapa harus repot-repot mencari keberadaan Elara. Tapi semakin mengatakan bahwa dia tidak perlu mencari Elara, semakin khawatir dan cemas hati Estele saat tidak melihat perempuan itu.
“Cuy, ada cewek. Tumben ada cewek di sini?”
“Iya lagi, ajak ngomong yuuk! Biar sekalian minta nomornya!”
“Gaslah!”
Elara masih termenung memandangi langit, sampai-sampai ia tak sadar kalau ada dua orang pria yang berniat mendekatinya. Estele menggeram, dia mengepal kedua tinjunya. Dia merasa kesal melihat ada dua orang pria yang tersenyum sambil menatap damba ke arah Elara.
“Sialan! Mereka ini mau kena!”geram Estele.
“Permisi Kak?”
Elara menoleh, dia yang tadinya tersenyum. Langsung mendatarkan wajah dengan tatapan dingin dan alis yang berkerut. Siapapun tolong dia saat ini, mungkin saat ini dia terlihat seperti wanita dingin dan badas. Tapi, dalam hati dia berdo’a semoga para lelaki ini tidak berniat buruk. Dia menjadi takut.
“Kak, boleh minta no ….”
“Sayang! Kamu kok disini? Udah aku cariin kemana-mana ternyata disini.”teriak Estele sambil tersenyum.
Kedua pria itu mendadak kaku, mereka merasa tak enak hati karena wanita yang ingin didekati telah memiliki kekasih. Elara melotot kaget, bagaimana bisa kakak tingkatnya itu tahu kalau dia ada disini. Terus, apa maksud dari kata ‘sayang’ itu? Membuat bulu kuduk Elara semakin merinding saja.
“Ada urusan apa ya sama sayang saya ini?”tanya Estele sambil tersenyum, namun diam-diam merasa kesal pada dua pemuda dihadapannya.
“Hah? E-enggak kok. Maaf, kami cuma menyapa saja. Kami permisi dulu.”
Keduanya langsung buru-buru pergi, meninggalkan Elara dan Estele sendiri. Elara dengan sigap berdiri dan hendak kabur, namun dengan cepat Estele menggenggam lembut pergelangan tangan wanita disebelahnya itu.
“Lepaskan!”tegas Elara.
“Mau kemana hmm? Kamu ini nakal sekali ya? Kamu tahu kan kalau kamu itu masih harus ikut acara OSPEK? Kamu mau dihukum?”tegas Estele.
Elara memalingkan wajah, “bukan urusan Kakak!”jawab Elara.
“Ya jelas urusan saya! Saya ini panitia keamanan dan ketertiban! Kalau kamu kenapa-napa gimana ha!? Kamu tahu gak sih kalau tempat ini gak sebagus yang kamu kira! Tahu gak!!?”ujar Estele yang sedikit meninggikan suara.
Elara hanya diam, dia menahan rasa takutnya. Melihat Estele yang mulai membentak, membuat rasa takutnya tiba-tiba saja datang. Namun, wajah wanita itu masih saja terlihat datar dan jutek. Dia tidak mau menunjukkan perasaan yang sedang ia rasakan, maka dari itu sekuat tenaga dia menahan ekspresi wajahnya. Estele menautkan kedua alis ketika merasakan tangan Elara yang mendadak dingin dan gemetar. Apakah wanita itu sedang merasakan takut? Namun Estele kembali menatap wajah Elara, tidak ada ekspresi apapun. Wanita itu malah menatap Estele dengan tatapan menantang. Hal itu semakin membuat Estele merasa penasaran saja.
“Ayo kita kembali!”ajak Estele.
“Tidak mau! Aku mau pulang ke kos ku saja! Aku malas melihat kerumunan itu!”tolak Elara.
Elara menepis tangan Estele, dia hendak membalikkan badan. Namun lagi-lagi Estele memegang tangannya, menahan agar dirinya itu tidak pergi. Elara benar-benar merasa takut saat ini, dia takut jika Estele akan kembali membentak dirinya. Sungguh hatinya tak sanggup menerima hal itu.
“Apa lagi ha!?”bentak Elara.
“Saya antar.”balas Estele dengan lembut.
“Tidak usah Kak! Saya bisa sendiri! Lepaskan tanganku!”tegas Elara.
“Tidak, biar saya antar ya? Berbahaya jika kamu sendirian saja.”tutur Estele.
“Huf! Terserahlah!”balas Elara.
Elara berjalan duluan, sementara Estele berada dibelakangnya. Estele melihat punggung Elara, dia masih merasa penasaran apakah tadi Elara merasa takut saat dia tak sengaja membentak perempuan itu? Hari semakin dingin, Estele bisa melihat Elara yang sesekali mengelus kedua lengannya. Walaupun wajah perempuan itu terkesan seperti seorang antagonis. Tapi, gerak-gerik tubuhnya tidak bisa berbohong.
“Apa ini ha?”tanya Elara sambil melotot.
“Jaket, bodoh banget sih kamu.”ledek Estele.
“Apa!? Ck, iya saya tahu ini jaket, maksud saya kenapa Kakak kasih ke saya ha?”ujar Elara.
“Pengen aja, udah jangan banyak omong. Ayo jalan cepat! Atau saya tinggal! Biar kamu di ganggu sama hantu sini!”dusta Estele sambil menahan tawa.
Deg!
Bulu kuduk Elara terasa merinding, dia mulai melihat ke arah sekitar. Suasana dingin dan har yang semakin gelap. Membuat dia mulai membayangkan hal-hal yang menakutkan. Mungkin saja benar jika ada hantu, lebih buruk lagi jika nanti tiba-tiba ada penjahat. Estele berjalan duluan meninggalkan Elara dibelakang, membuat perempuan itu terkejut. Elara langsung berlari pelan untuk menyusul langkah besar Estele.
“Tunggu! Hei!”teriak Elara sambil menahan rasa takut.
“Pftt … , dia lucu sekali.”gumam Estele sambil menahan tawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Arina Arina
kak tolong donggg
2024-09-12
0