“Lo kenapa?”bisik Elara.
Aira memegang perutnya, sejak tadi dia terus saja bergerak gelisah, membuat Elara merasa kepikiran. Sebenarnya Elara itu cukup peka, dia terkadang sadar dengan semua situasi yang di alami orang-orang disekitarnya. Tapi dia memilih untuk diam dan abai. Makanya terkadang Elara di panggil sebagai wanita berhati dingin, bahkan tak punya hati.
“Gue kebelet pipis!”balas Aira dengan keringat yang sudah membasahi dahinya.
“Apa!? Kenapa gak tadi ha!? Giliran narasumber motivasi lagi ngasih inspirasi ke kita, lo malah mau pipis!”geram Elara.
“Ck, mana gue tahu kalau mau kebelet!”jawab Aira.
Melihat wajah putih Aira yang terlihat pucat, membuat Elara merasa kasihan. Dia menghembuskan nafas, lalu memberanikan diri untuk izin keluar membawa serta Aira. Untunglah kakak yang menjaga pintu keluar berbaik hati mengizinkan mereka untuk pergi. Aira berjalan dengan cepat, sementara Elara menyusul dibelakangnya.
“Mau ke toilet Dek?”
“Iya Kak! Boleh kan?”jawab Aira yang sudah merasa tak tahan lagi.
Elara terkejut melihat ada beberapa kakak tingkat yang berdiri di dekat tangga, sepertinya mereka sedang menjaga ketertiban.
“Sabar ya Dek, masih ada orang di toilet. Gantian, soalnya kalau gak di atur. Nanti kalian pada jatuh karena saling tabrak saking terburu-burunya.”
Aira mengangguk patuh, “iya Kak,”balasnya.
Elara sebenarnya juga ingin segera ke kamar mandi, dia juga sudah sejak lama menahan rasa mules. Tapi, wanita itu seperti biasa tidak akan terlihat sedang merasakan sakit atau tidak. Aira sejak tadi terus saja bergerak gelisah, membuat Elara juga turut merasakan perasaan gelisah dan juga semakin mules saja.
“Apa masih lama orang di toilet bawah sana!?”
“Masih kayaknya bro.”
Elara menoleh ke sumber suara, dia kembali tertegun saat tak sengaja melihat teman dari pria bernama Wilow. Sementara Aira kembali terpukau saat melihat pria tampan yang tadi ia temui saat ini sedang duduk di dekat sebuah jendela yang tidak jauh dari tangga tempat ia dan Elara berada.
“Loh? Kakak ganteng? Kakak temannya Kak Wilow tadi kan?”tanya Aira dengan antusias.
“Ck, apa-apaan sih lo!”tegur Elara sedikit berbisik.
“Iya, saya Estele.”balas Estele sambil tersenyum.
“Omo! Ya ampun mataku!”seru Aira, mengabaikan tujuannya ke toilet.
Elara menepuk jidat, dia benar-benar ingin memukul kepala Aira yang selalu saja suka dengan semua pria tampan yang ia temui. Sementara Estele terkekeh, dia bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati dua perempuan yang tadi ia lihat di lapangan. Matanya menatap ke arah Elara, sementara orang yang sedang ia tatap membuang muka dan bersikap acuh.
“Kalian mau ke toilet ya? Sabar ya, mungkin masih antri di toilet bawah. Atau mau saya antar ke toilet atas?”ujar Estele dengan sopan.
“Hah? Emangnya Kakak mau?”balas Aira.
Estele mengangguk, “tentu, karena saya adalah salah anggota panitia keamanan. Kamu lupa pernah di bentak sama saya?”kata Estele.
“Eh?”
Aira diam, dia berusaha mengingat kejadian satu hari yang lalu. Dia terkejut, baru ingat jika pria tampan yang ia puja saat ini adalah pria yang telah membuat dia merasa takut tempo hari.
“Maaf ya, karena saya membuat kalian takut.”tutur Estele sambil tersenyum.
“Omo! Ya ampun! Ternyata Kakak gak seburuk waktu itu!”seru Aira sambil menutup mulut dengan tangan, saking tidak percayanya.
Elara hanya diam, bukan karena merasa sebal dengan Aira yang baru sadar. Tapi, tiba-tiba saja perutnya benar-benar terasa sakit. Sepertinya dia harus pergi duluan, meninggalkan Aira yang sangat bersemangat untuk berbincang pada pria tampan yang telah menyapa mereka. Elara berlari melewati kakak yang menjaga dekat tangga, masa bodoh dengan aturan. Dia mau ke toilet sekarang juga.
“Hei Kau!”
Teguran itu membuat Estele dan Aira melotot kaget melihat Elara yang sudah berlari menuruni anak tangga. Elara sudah berada di tangga kedua, tapi tiba-tiba saja dia merasa tak sanggup untuk berjalan lagi. Perutnya benar-benar keram, dia berjongkok sambil memegang sisi tangga yang terbuat dari kayu.
“Aww! Sakit!”ringis Elara.
“Elara!!! Lo kenapa!? Lo kok tega ninggalin gue!”teriak Aira.
Aira terkejut melihat temannya yang meringkuk sambil memegang perut. Aira menjadi panik, dia merangkul kedua bahu Elara. Berusaha menenangkan wanita yang tiba-tiba saja diam sambil menyembunyikan wajahnya di kedua lutut milikinya.
“Hosh … ,hosh. Dia kenapa?”
“Gak tahu Kak, tiba-tiba aja begini.”balas Aira dengan khawatir.
“Permisi, biar saya saja yang menolongnya.”sahut Estele.
“Lo? Yakin bro? Beneran gak apa-apa? Tapi, seharusnya ini tugas tim medis.”
“Gak apa-apa, gue aja.”tegas Estele.
Aira menyingkir, dia membiarkan Estele berjongkok disebelah Elara yang masih meringkuk tanpa bersuara. Estele merangkul kedua bahu Elara, membuat Elara mendongak. Kedua mata mereka bertemu. Estele tersenyum, dia berusaha membantu Elara untuk bangun.
“Ayo, saya bantu untuk ke ruang medis.”tutur Estele.
“Tidak perlu, aku baik-baik saja!”tolak Elara dengan wajah yang sudah pucat.
“Jika kamu menolak, saya akan memaksa.”bisik Estele sambil tersenyum tipis.
Elara melotot, dia terkejut mendengar ucapan pria asing yang baru saja ia temui itu. Sementara Estele melah nampak biasa-biasa saja, bahkan pria itu tersenyum ramah sambil menatap kedua bola mata wanita yang berhasil membuat dirinya penasaran.
“Gila.”gumam Elara pelan dengan wajah yang tampak kesal.
“Iya, saya memang gila. Kamu telah membuat saya merasa penasaran loh.”balas Estele.
Elara bergidik ngeri, dia merasa kesal sekali takut dengan pria di sebelahnya. Sepertinya dia terlihat seperti orang yang baik-baik, tapi ada kilatan ambisi didalam mata pria itu yang membuat Elara harus merasa berhati-hati. Di tengah kewaspadaannya, tiba-tiba saja perutnya kembali terasa sakit. Tubuhnya hampir saja terjatuh, untunglah Estele dengan sigap memegang pinggang Elara. Lalu dengan cepat menggendong wanita itu dalam dekapannya. Hal itu membuat Aira dan beberapa orang disana terkejut bukan main. Sementara Elara sama terkejutnya, tapi wanita itu merasa tak berdaya saat ini karena perutnya benar-benar semakin terasa sakit.
****
“Kamu sudah bangun hmm?”tanya Estele.
Elara terkejut, dia yang tadi berbaring langsung duduk dengan punggung yang bersandar di sandaran kasur ruang medis. Dia terkejut melihat kehadiran pria asing yang tengah duduk di kursi sebelah tempat ia berbaring.
“Kenapa kaget? Kan tadi saya yang menolongmu.”tutur Estele.
“Hah? I-ya, untuk itu terimakasih Kak.”balas Elara dengan gugup.
“Kamu lucu, apa kamu tidak ingat saya?”tanya Estele.
“Hah? Hem … , anu. Tidak.”balas Elara sambil menggeleng.
Estele diam, dia mengamati wajah wanita dihadapannya. Sementara Elara merasa sedikit salah tingkah ditatap begitu, walupun dia tidak terlalu tertarik dengan pris tampan di sebelahnya itu. Tapi tetap saja dia merasa risih dan salah tingkah di tatap begitu lekat.
“Terimakasih telah menjagaku Kak. Kamu boleh pergi, biar saya sendiri saja disini.”ucap Elara.
“Pfft … ,haha, kamu ini lucu ya.”ujar Estele sambil menahan tawa.
“Apa? Maksud Kakka apa ya?”tanya Elara dengan alis yang tertaut.
Estele menggeleng, “tidak ada, saya belum mau pergi. Saya akan menjaga mu disini, lagipula temanmu itu pasti tidak akan bisa keluar dar acara OSPEK saat ini.”jelas Estele.
Elara mengangguk, apa yang dikatakan oleh pria asing itu benar adanya. Tapi, dia lebih suka sendirian saja daripada ditemani oleh pria asing di dalam ruangan yang hanya ada mereka berdua saja. Astaga! Elara baru sadar akan hak itu. Dia merasa takut dan gelisah. Melihat Elara yang mendadak memundurkan tubuh untuk sedikit memberikan jarak kepadanya. Membuat Estele menghela nafas.
“Jangan takut, saya tidak akan macam-macam.”tegas Estele sambil mengacak-acak puncak kepala Elara.
Deg!
Elara tertegun, setelah sekian lama. Baru pertama kali ada yang mengelus kepalanya dengan lembut. Dia ingin menangis, teringat kenangan indah bersama ayahnya dan ia juga teringat akan pria yang ia cintai di masa lalu.
“Hiks … , Haru, aku rindu ….”monolog Elara dengan lirih.
“Tersenyumlah, izinkan aku melihat senyuman mu itu seperti dulu.”ujar Estele sambil tersenyum.
Elara diam, dia merasa bingung melihat pria dihadapannya. Kenapa pria itu mengatakan ingin melihat senyumannya itu lagi? Memang kapan dirinya pernah tersenyum pada pria itu? Sungguh membuat Elara merasa pusing. Sementara Estele menopang dagu sambil menatap wajah Elara yang cantik.
“Ada apa!?”tanya Elara yang mulai berbicara ketus.
“Kamu cantik, jangan dekati Wilow. Dia itu play boy.”pinta Estele dengan serius.
Elara kehabisan kesabaran, kenapa para kakak tingkat pria yang sejak tadi ia temui selalu saja menguji iman dan kesabarannya. Dia sudah berusaha untuk sabar dan bersikap baik serta sopan.
“Apa sih! Gila Kakak ya!? Terserah saya mau senyum apa enggak, dan terserah aku kalau mau dekat sama siapa! Aneh!”tegas Elara.
Elara tidak suka berlama-lama dengan Estele. Dia beranjak bangkit dari tempat tidur, pergi melewati Estele begitu saja dengan wajah di tekuk karena kesal.
“Elara, kamu membuatku penasaran.”guman Estele sambil tersenyum miring.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
·Laius Wytte🔮·
cerita ini layak dijadikan best-seller, semangat terus!
2024-08-22
0