“Adek tahu, papa sama mama itu sangat sayang ke kamu. Adek hadir di tengah-tengah rajutan cinta papa dan mama untuk menyempurnakan. Sedari Adek kecil, papa dan mama selalu mengupayakan kebahagiaan buat Adek. Sampai sekarang pun kami masih mengupayakan kebahagiaan itu untuk Adek. Karena bukan tanpa alasan pula papa menjodohkan Adek dengan Abyan,” tutur Farhan menelaah ekspresi putri kecilnya yang tampak bergeming di tempatnya, mendengarkannya. Persis seperti kebiasaan Lavina sejak kecil. Sebab meski terkenal manja, putri kecilnya itu akan mudah memahami saat diberi penjelasan dengan lembut.
“Abyan mungkin gagal di pernikahan pertamanya. Tapi, bukan berarti dia gagal sebagai seorang suami yang mencoba mempertahankan istri dan pernikahannya. Mungkin, kalau kita tahu bagaimana aslinya perasaan Abyan, kita tak akan sanggup merasakannya. Dan kenapa harus dengan Abyan? Karena papa yakin dan percaya dia orang yang tepat untuk kamu. Untuk memvalidasi perangai kamu, begitu juga dengan kamu yang tepat untuk Abyan. Dia sosok yang dewasa dan hangat. Papa jadi tidak terlalu khawatir untuk melepas kamu kepada orang seperti Abyan, Sayang.” Kembali Farhan memberikan pengertian.
Lavina masih betah bergeming, justru dia semakin menyamankan diri akan afeksi yang diberikan sang ayah. Benarkah Abyan adalah sosok yang seperti ayahnya ucapkan? Lalu, kenapa? Kenapa masih gagal dalam pernikahan, jika sosok pria itu cukup sempurna?
“Adek masih gak mengerti kenapa dia bisa sampai jadi duda kalau dia sebagai kepala keluarga sudah dewasa dan sudah berusaha mempertahankan? Pasti ada hal lain yang gak sepele sampai dia bercerai,” ucap Lavina yang masih bertanya-tanya.
“Kamu penasaran akan hal itu?” Arumi kini mengambil alih untuk memberikan pemahaman kepada putri semata wayangnya itu. Yang tanpa basa-basi langsung diiyakan oleh Lavina. “Kalau begitu, Adek bisa bicara langsung kepada Abyan. Atau bisa juga Adek menjalani rumah tangga dengan Abyan, biar Adek sendiri yang menilai bagaimana sosok Abyan yang kata kamu duda itu.”
Mendengar hal itu, sontak saja Lavina mendelik tanpa bisa ditahan. “Lah! Artinya Adek tetep harus nikah sama dia, dong?”
“Ya memang gak ada jalan mundur, Dek,” sahut Farhan diakhiri senyum geli melihat wajah frustrasi anaknya.
Percakapan dengan sang orang tua kembali terngiang dia kepala Lavina. Membuat wanita itu mengerang tanpa sadar. Padahal, dia sekarang berada di tengah-tengah pesta pernikahannya bersama Abyan di sampingnya.
“Ada apa, Lav?” Abyan menatap bingung ekspresi istri barunya yang seperti menahan kekesalan.
Untuk sesaat Lavina terkejut, dia sempatkan menoleh kek arah suaminya. “Capek. Tamunya gak habis-habis,” sungutnya tak sepenuhnya jujur.
Abyan tersenyum lembut, sangat mengerti akan lelah yang dirasakan istrinya. Pasalnya dia juga merasakan hal yang sama. “Duduk dulu saja, Lav,” ucapnya sembari melirik kursi pelaminan.
“Eh? Emang gak apa-apa?”
Lagi dan lagi Abyan tersenyum dan mengangguk. “Tidak ada yang melarang, kok. Nanti kalau ada tamu, baru kamu bisa berdiri lagi,” jelasnya masih dengan intonasi lembutnya.
Tanpa basa-basi lebih, Lavina menurut saja. Tak lagi memedulikan sang suami yang tampak berbicara kepada Aidan yang entah sedang membahas apa. Sebab, Aidan mendengkus ke arahnya tadi sebelum sahabat yang kini menjadi adik iparnya itu pergi.
Tak berselang lama, Aidan kembali dengan membawa sepasang sandal selop, membuat kening Lavina berkerut bingung. Akan tetapi, kebingungannya tak bertahan lama karena kini sandal itu sudah berada di kakinya.
“Siniin dulu kakinya, ganti pakek sendal aja dulu, ya. Biar kaki kamu gak lecet.” Abyan memasangkan sendal itu, setelah sebelumnya pria itu membuka heels yang dipakai sang istri.
Tentu saja perbuatan Abyan, sempat membuat Lavina tertegun. Tak pernah menyangka, akan ada sosok pria lain selain sang ayah yang akan menggantikan sepatu yang dia pakai. Lantas, wanita itu menoleh ke arah suaminya.
“Terima kasih,” cicit Lavina yang dihadiahi senyuman tulus dari Abyan. Dan semua itu tak terlepas dari pandangan para orang tua, keluarga, bahkan para tamu undangan.
***
Tubuh itu menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Masih betah bergelung dalam selimut tebal, tangannya meraba-raba mencari keberadaan remot AC kamar guna menambah suhu kamarnya yang terasa dingin.
Namun, sudah cukup lama dirinya mencari dan hasilnya tak mendapat benda apa pun. Pada akhirnya, Lavina mengerang pelan sekaligus membuka matanya. Perlahan kesadarannya sepenuhnya kembali, saat dia mulai mengedarkan pandangannya.
“Mampus! Gue dimana?” panik wanita itu segera terbangun, bertepatan dengan pintu kamar yang terbuka.
Ceklek!
Tanpa bisa ditahan, kepala Lavina menoleh dan betapa kagetnya dia saat mendapati sosok Abyan dengan pakaian santainya. Oh jangan lupakan juga rambut basah, yang menambah kesan segar di wajah pria itu.
“Kok ... lo ada di sini?” Lavina menatap heran akan kehadiran Abyan, sembari memegang selimut untuk menutupi badannya.
“Kamu lupa kalau kita sudah menikah kemaren?” Abyan menyandarkan tubuhnya di ambang pintu. Menatap Lavina dengan sebelah alis yang terangkat tinggi, serta mengulum senyumannya.
Seketika Lavina tersadar akan statusnya dan mengingat segala rentetan acara kemarin yang menguras tenaga. Dan hal itu pula berhasil membuat wanita itu terperanjat. Buru-buru dirinya melihat kondisi tubuhnya sendiri, guna memastikan bahwa dia masih tersegel.
“Kamu lupa sama aktivitas semalam?" Kembali Abyan bersuara, makin menahan tawanya saat melihat wajah Lavina sudah pias.
Dengan gerakan kaku Lavina menatap Abyan. “Aktivitas ... apa?” tanyanya mendadak gagap.
“Kamu beneran lupa?” Abyan menampilkan ekspresi kaget sekaligus seriusnya. “Semalem, kan, kamu minta anter ke kamar. Terus minta tolong buat bukain gaun kamu, dan setelahnya—“
“STOP!!!” pekik Lavina segera menyela. Otaknya dia paksa untuk kembali memutar segala aktivitas kemarin, tetapi nihil. Dia tak mengingat apa pun tentang perkataan Abyan.
Apa mungkin dia tidak sadar saat melakukan hal yang dimaksud oleh Abyan? Atau justru, dia terlalu terbuai? Sial! Tidak mungkin dia sampai melakukan hal gila, dengan alasan terbuai. Dia masih cukup waras untuk tidak melakukan hal itu dengan orang asing yang kini menjadi suaminya itu.
Dalam sibuknya Lavina menerka-nerka apa hal yang terjadi padanya. Suara gelak tawa memecah keheningan di penjuru kamar itu. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Abyan dan dirinya baru sadar bahwasanya dia dijahili oleh si mantan duda.
“Gak lucu!” sinis Lavina, walaupun dirinya juga merasa lega. Sebab dia masih tersegel alias belum dibobol.
"Wajah kamu lucu sekali, Lav. Seharusnya tadi saya foto kamu, biar kamu tahu wajah kamu selucu itu tadi,” lontar Abyan masih tertawa, tak memedulikan kekesalan Lavina.
“Gila! Keluar lo!”
Tak ingin membuat Lavina semakin kesal. Abyan segera mengangguk dan meredakan tawanya. Namun, sebelum benar-benar pergi, pria itu masih menyempatkan diri untuk kembali menatap Lavina.
“Cepet bebersih. Sarapannya sudah saya siapkan.” Abyan mengulas senyum, lalu menutup pintu kamar Lavina. Meninggalkan sang istri yang sudah mencak-mencak sendiri di dalam kamar itu.
“Abyan gila!”
Lagi dan lagi Abyan terkekeh mendengar teriakan Lavina. “Sepertinya saya tidak sabar untuk hal gila selanjutnya, Lav.”
*
*
Selamat siang semua
Apa kalian masih betah bacanya? Author harap kalian suka dan menikmatinya
See you
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
vj'z tri
yang sabar ya mas Abyan ... istri bocil nya kebawa manja nya 🤭🤭🤭
2024-09-01
1
SRI HANDAYANI
lanjut aku br ikuti alurnya 💪💪
2024-08-31
0