14

Lily baru selesai makan malam. Ketika hendak berdiri untuk menyimpan piring bekas makanannya, Lily dikejutkan oleh sosok yang sedari tadi mengawasi yang berdiri tidak jauh di belakang Lily.

Kini keduanya saling tatap menatap dan terkunci satu sama lain. Lily menatap Navarro kebingungan, sementara pria dihadapannya menatapnya dengan serius dengan wajahnya yang tampak datar dan dingin.

Lily terdiam mematung. Jantungnya berdegup kencang, perasaan takut melingkupi dirinya. Tentu saja Lily sedikit takut saat Navarro datang ke rumah ini setelah sekian lama tidak berkunjung. Apalagi Navarro datang pada saat malam hari membuat ketakutan Lily semakin menjadi-jadi. Bahkan jemari-jemari Lily mulai terlihat basah karena diserang rasa cemas yang berlebihan. Sekelebat bayangan ketika dia disiksa oleh anak buah Navarro terlintas dibenaknya.Tentu saja Lily takut setelah melihat Navarro ada dihadapannya. Apa Navarro akan kembali menyiksanya?

Navarro bersedekap tangan dengan mata yang masih melihat ke arah Lily, “Kau sudah terlihat lebih baik.” Mata tajamnya mengamati Lily dari ujung kepala hingga kaki.

Navarro sudah mendapat informasi dari mendengar Joseph. Pria itu mengatakan kalau keadaan Lily sudah membaik. Maka dari itu, Navarro baru memiliki waktu untuk datang ke rumah ini untuk menyuruh Lily pulang.

Navarro ingin membebaskan Lily karena saat ini Navarro merasa Lily tidak berguna untuknya. Jadi untuk apa Navarro lama-lama menahan perempuan ini. Rumahnya bukan tempat penampungan dan dia juga tidak sebaik itu untuk menampung Lily tinggal di rumahnya.

“Ini.”

Lily berjengit kaget saat Navarro melemparkan sesuatu ke atas meja.

“Kau bisa pergi sekarang juga. Tidak ada alasan lagi untuk menahan mu di sini. Itu mantel untukmu. Sebentar lagi hujan akan turun.”

Mendengar perkataan Navarro, sontak Lily menoleh ke arah jendela yang berada di ruang makan. Dari sana ia melihat angin berhembus kencang nampak dari gorden yang bergoyang-goyang dan samar-samar Lily juga melihat kilat sesekali meski hujan belum turun.

Tatapan Lily turun ke meja makan dan melihat sebuah mantel itu. Lily tersenyum simpul lalu mengangkat kepalanya menatap Varo.

“Terima kasih.” Ucap Lily dengan tulus. Dia senang karena Navarro kini membiarkannya pergi. Tadi dia sudah sempat takut karena dia pikir Navarro akan kembali menyiksanya.

Namun ketakutannya itu tidak terjadi membuatnya Lily sedikit lega.

Tapi masih ada sedikit ketakutan yang dirasakan oleh Lily karena Navarro masih memandang Lily dengan tatapan dingin penuh ketidaksukaan.

Navarro masih berdiri diam ditempatnya, memperhatikan Lily sudah melangkahkan kaki menuju dapur membawa piring bekas makanannya.

Navarro masih memantaunya sampai Lily keluar dari dapur. Merasa diperhatikan terus, Lily mempercepat langkahnya menuju meja makan untuk mengambil mantel pemberian Navarro tadi lalu pergi dari rumah ini.

“Sekali lagi terimakasih.”

Lily tidak tahu kenapa dia harus mengatakan kalimat itu kepada Varo padahal di sini Lily yang diculik dan disiksa.

Tapi ucapan Lily tidak digubris oleh Navarro, pria itu seperti tidak berminat untuk berbicara lagi. Merasa tidak ada tanda-tanda Navarro akan membalas perkataannya, Lily pun beranjak pergi dari sana.

Lily berjalan keluar dari rumah, sesampainya di luar Lily baru teringat kalau kawasan rumah ini sangat sepi.

Apa dia akan pulang dengan berjalan kaki? Lily tidak ada mendengar perkataan yang keluar dari mulut Navarro tentang bagaimana Lily akan pulang ke rumah.

Lily melihat ada sebuah mobil yang terparkir dan itu pastinya milik Navarro. Lily juga tidak ada melihat tanda-tanda akan datangnya mobil seperti menjemput Safira tadi.

Lily menghela nafas. Lily mengenyahkan pikirannya yang terlalu berharap banyak. Harusnya Lily ingat kalau dirinya bukanlah seorang tuan putri yang berhak mendapatkan perlakuan yang layak. Lily harus sadar diri kalau dirinya itu bukanlah siapa-siapa.

Lily memegang erat mantelnya berjalan menuju gerbang. Di pos penjagaan dia bertemu dengan seseorang lelaki yang ditugaskan untuk menjaga rumah besar ini,

“Nona mau kemana?”

Lily berhenti dan terdiam sejenak. Dia pun bingung mau kemana.

Melihat Lily tidak menjawab pertanyaannya, lelaki itu kembali bertanya. “Tuan menyuruh nona untuk pergi?”

Barulah kali ini Lily menjawabnya meski dengan anggukan dan sebuah senyuman.

Lelaki itu menghela nafas berat. Ia tidak tega membiarkan Lily pergi karena hari sudah malam. Tapi dia mendapatkan perintah dari tuannya untuk tidak membantu Lily.

Di rasa tidak ada lagi yang diomongkan, Lily kembali melanjutkan perjalanannya. Sementara penjaga rumah itu kini hanya bisa menatap kepergian Lily keluar dari gerbang tanpa bisa membantunya.

Di temani oleh kegelapan malam dan hembusan angin kencang yang menerpa kulitnya, Lily berjalan dengan langkah cepat agar bisa sampai di jalan besar. Lily berharap ketika sampai di jalan besar itu dia masih bisa menjumpai taksi. Tapi Lily sangat ragu dirinya bisa sampai dengan cepat karena jarak rumah Varo menuju ke jalan besar sangat jauh bila ditempuh dengan jalan kaki.

Lily berjalan di bahu jalan dan kini memperlambat langkah kakinya. Dia merasa kelelahan, perutnya terasa sakit karena berlari.

“Capeknya.” Nafasnya ngos-ngosan. Tadi dia berlari karena sedikit takut saat melewati jalan yang gelap.

Saat sibuk mengatur nafasnya yang masih tersengal-sengal, Lily dikejutkan dengan sebuah cahaya berasal dari arah belakangnya dibarengi dengan suara klakson mobil.

Lily penasaran pun menoleh ke belakang dan terkejut melihat mobil Navarro. Meski matanya silau karena sinar lampu sorot mobil di depannya, Lily masih dapat melihat siluet Navarro dari dalam dalam mobil.

Lily merasa keheranan melihat Varo keluar dari dalam mobil masih dengan memakai kemeja hitamnya tadi.

“Masuk.”

Varo tidak menghampirinya, dia hanya berdiri di dekat mobil dan memerintah Lily dengan suara tegasnya.

“Tidak perlu.” Tolak Lily dengan halus.

Lily dapat mendengar kalau Varo berdecak.

Tiba-tiba tetesan air mulai membahasi kulitnya. Rupanya gerimis sudah turun membuat Lily dengan berat hati cepat-cepat naik ke mobil milik Navarro karena dia tidak menemukan tempat untuk berteduh.

“Duduk di depan, kau pikir aku itu sopir mu.”

Lily menghentikan tangannya yang hendak membuka pintu belakang mobil. Lily pun berbalik melangkah maju menuju kursi depan. Ia duduk di samping kemudi tepatnya di samping Navarro.

Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya saling diam. Tidak ada satu pun diantara mereka yang berniat untuk membuka topik pembicaraan. Perjalanan itu hanya diisi dengan keheningan, keduanya hanya diam dan sibuk dalam pemikiran masing-masing.

Navarro yang sudah menculiknya kini mengantarnya pulang. Memikirkannya membuat Lily tertawa dalam hati.

Lily larut dalam pikirannya membuatnya tidak sadar mobil Navarro sudah sampai di kediaman Theo. Lily bingung, dia belum ada mengatakan kemana dia akan pergi tapi Navarro sudah mengantarnya ke tempat Theo.

Buru-buru Lily keluar dari dalam mobil saat Navarro menyuruh Lily untuk segera turun melalui tatapan tajamnya, seolah Navarro tidak ingin Lily berlama-lama di mobilnya.

Tepat pada saat itu gerbang kediaman Theo terbuka dan sebuah mobil berwarna hitam keluar dari sana. Lily berlari kencang meninggalkan tempat itu masuk ke dalam gerbang yang masih terbuka itu. Bahkan mantel yang diberikan oleh Navarro tadi masih ada dalam genggamannya. Dia tidak sempat memulangkan mantel itu karena keburu lari masuk ke kediaman Theo.

Lily bahkan sampai tidak tahu kalau pemilik mobil hitam itu berhenti tepat di samping mobil Navarro. Seseorang pun keluar dari dalam mobil itu. Tidak hanya si pemilik mobil hitam itu, Navarro yang juga masih berada di sana langsung keluar dari mobilnya untuk mendekati orang yang ingin bertemu dengannya.

"Kenapa kau membawanya kembali ke sini?" tanya Theo tidak senang.

Navarro memijat pelipisnya sambil menertawai Theo sinis, "Bukankah dia istrimu? Sudah seharusnya dia pulang ke rumah suaminya." Navarro berdiri menyandarkan punggungnya pada sisi samping mobilnya sambil tersenyum smirk.

Theo menanggapi itu dengan tertawa acuh, "Lakukan apa yang kau mau? Tapi ingat semuanya itu tidak akan bisa menghancurkan ku, Navarro."

Theo menatap Navarro malas, "Daripada melakukan sesuatu yang tidak berguna mending kau terima saja nasibmu yang selalu tidak bisa berada di atasku. Perlu ku acungi jempol atas dirimu yang tidak pernah lelah untuk bersaing denganku."

Setelah mengucapkan itu Theo berjalan kembali ke mobilnya dan melajukan mobilnya meninggalkan Navarro yang menggeram saat menatap kepergian mobil Theo, dia menahan amarahnya dengan mengepalkan tangan.

"Jangan senang dulu Theo. Cepat atau lambat kau akan merasakan kehancuranmu. Tunggu saja.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!