Lily tak sadarkan diri sedang digendong bak karung menuju bangunan tua yang masih layak huni. Sesampainya di sebuah ruangan, tangan dan kaki Lily langsung diikat. Setelah itu seseorang dari mereka datang menyumpal lakban pada mulut Lily mewanti-wanti agar Lily tidak bisa berteriak saat sudah sadarkan diri nantinya. Albert mengabadikan pemandangan itu dengan ponselnya lalu mengirimkannya kepada seseorang.
“Aku tidak tahu nih perempuan mau diapain sama Navarro. Dia sampai rela berhari-hari menghabiskan waktunya buat mantau perempuan ini.” Albert bergumam setelah mengirim foto itu lalu menyimpan ponselnya ke dalam saku jaket kulitnya.
***
Sementara di rumah sakit Shylla baru saja ditangani oleh dokter. Keadaannya baik-baik saja. Kecelakaan tadi hanya membuat luka kecil yang menghiasi keningnya, namun luka itu sudah diobati membuat Shylla merasa tidak khawatir lagi. Shylla merenungi kecelakaan yang menimpanya tadi. Kejadian terjadi begitu cepat, dia tidak sengaja menabrak pagar rumah orang karena microsleep. Beruntung keadaan di jalan masih sepi dan dia membawa mobil juga tidak terlalu kencang sehingga kecelakaan tunggal itu tidak menyebabkan terluka parah. Shylla hanya dituntut untuk mengganti kerusakan yang disebabkannya oleh pihak yang berwajib.
Saat dokter ingin beranjak, semua orang yang ada di ruangan itu termasuk Shylla sendiri terkejut dengan kehadiran Theo yang membuka pintu dengan kencang.
Merasa kedua orang itu memerlukan privasi, dokter dan perawat itupun segera meninggalkan ruangan.
Belum selesai dengan keterkejutan akan kehadiran Theo, Shylla dibuat syok saat Theo tiba-tiba menarik tubuhnya ke pelukan Theo.
Ini pertama kali mereka bertemu setelah Shylla memutuskan kabur setelah kejadian di kamar itu.
"Kau baik-baik saja, kan?" tanya Theo dengan raut wajahnya yang terlihat khawatir.
"Aku baik-baik saja, Theo. Kenapa kau ada disini? Kau kok bisa tau aku masuk rumah sakit?" Shylla tidak menunjukkan ekspresi yang berlebihan. Dia bersikap biasa saja, masih ada perasaan marah dan kesal yang tersimpan dalam relung hati Shylla.
Theo menghembuskan nafas lega. Bukanlah menjawab pertanyaan Shylla, Theo malah mengatakan hal lain yang membuat Shylla tentu merasa kaget.
"Syukurlah kau baik-baik saja. Aku tidak tenang saat dengar kau mengalami kecelakaan." Theo semakin mengeratkan pelukannya di saat Shylla ingin berusaha melepaskan diri dari pelukan itu.
"Kau tau darimana kalau aku aku kecelakaan?" Wajah Shylla tampak keheranan. Siapa yang sudah memberitahu pria ini?
"Tidak penting aku tau darimana, yang jelas aku sangat senang bisa bertemu denganmu di sini sayang. Kau tau aku sangat merindukanmu." Theo melepaskan pelukannya menatap Shylla dengan lekat.
"Lupakan itu. Sekarang kau fokus pada pemulihan mu biar kau cepat sembuh." Theo memeluk Shylla lagi, dia benar merindukanmu kekasihnya itu.
Shylla hanya terdiam, dia tak tahu apa yang harus dia katakan, dia juga bingung dengan apa yang tengah dirasakannya saat ini. Theo kemudian melepaskan pelukannya, dan menatap Shylla lalu memegang tangan gadisnya itu, "Kau harus makan biar minum obat. Tunggu. Aku akan keluar cari makanan dulu."
Sebenarnya ada yang ingin Shylla katakan, tapi melihat Theo yang sudah terburu-buru keluar dari ruangan membuat Shylla mengurungkan niatnya untuk bertanya.
.
.
Theo memandangi Shilla yang terbaring memejamkan di kasur rumah sakit sambil menggenggam tangan Shylla. Seusai makan dan minum obat tadi, Theo menyuruh Shylla untuk segera tidur. Obat yang Shylla minum memiliki efek membuatnya jadi mengantuk, ditambah dengan Theo yang mengelus puncak kepalannya membuat Shylla jadi cepat tertidur pulas.
Suara notifikasi dari ponsel terdengar di telinga Theo. Saat itu juga tangan Theo bergerak mengambil ponselnya dari dalam saku, ia pikir Darek lah yang sudah memberi pesan kepadanya. Tapi ketika dilihat, ternyata bukan nama Darek yang terpampang di layar ponselnya melainkan sebuah nomor yang tidak dia kenal. Ada sebuah pesan gambar yang di kirim ke ponselnya.
Merasa penasaran Theo langsung membuka pesan gambar itu, dahinya mengernyit saat melihat potret seorang gadis dalam keadaan sedang diikat dengan mulut yang ditutup dengan lakban. Setelah itu Theo tidak menunjukkan reaksi apapun, dia tampak terlihat biasa saja. Seolah tidak terjadi apa-apa, Theo hanya mengabaikan pesan itu dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya.
***
"Bangun." teriaknya mencoba menyadarkan Lily yang masih baru sadar namun belum sepenuhnya membuka mata.
Ikatan kain pada mata Lily sudah dilepas. Tubuhnya diguncang-guncang di saat Lily masih mengerjap matanya untuk menyesuaikan cahaya yang ada di ruangan itu. Setelah beberapa kali berkedip barulah kelopak mata Lily pun terbuka sempurna, ia menatap sekelilingnya. Kepalanya terasa pusing, dan lagi-lagi dia tersadar kalau dia berada ditempat asing.
Ketika matanya menangkap sosok Albert didepannya, barulah Lily tersadar kalau ia sedang diculik oleh pria yang sok berbaik hati itu.
"Apa sebenarnya maumu?" tanya Lily.
Lily menatap sekelilingnya lagi, "Dan dimana ini?"
Alis Albert terangkat satu, "Menurutmu? Coba tebak kau sedang berada dimana sekarang?"
Lily meneguk ludahnya susah. Ia merasa sangat takut karena dia tidak tau apa tujuan dari orang-orang ini sampai harus menculiknya.
“Dia sudah bangun?”
Lily mendengar itu langsung mengarahkan pandangannya pada orang yang barusan berbicara.
Akhirnya Lily dan orang itu saling bertatapan. Lily hanya terdiam ketika orang itu menatap Lily dengan wajah yang tidak bisa dia artikan. Ekspresinya tidak terbaca dan juga terlihat dingin.
Orang itu memasuki ruangan, dan Lily melihat semua orang menunduk hormat kepadanya.
"Tuan, kau disini?" sambut Albert.
Pria itu mengangguk lalu meminta seseorang untuk membawakan sebuah kursi agar diletakkan tepat di hadapan Lily.
"Lily, perkenalkan saya Navarro, orang yang sudah menculik mu."
Navarro Ganeswara. Dulu Navarro dan Theo berteman dekat saat mereka masih duduk di bangku SMA, bahkan mereka adalah sepupuan, namun itu kedekatan mereka tidak bertahan lama. Entah karena apa pertemanan mereka menjadi renggang sejak Theo perlahan-lahan mulai menjauhinya. Di sisi lain Navarro tidak masalah dengan perubahan sikap Theo karena ia sendiri pun menaruh kebencian yang begitu banyak kepada Theo karena dia selalu jadi bahan perbandingan oleh orangtuanya. Navarro selalu dimarahi oleh orang tuanya karena ia tidak bisa menyaingi Theo baik secara akademik maupun non akademik. Belum lagi Theo lebih populer saat masih sekolah dulu. Itulah yang membuat Navarro menjadikan Theo sebagai rivalnya Navarro membenci Theo dan akan menyainginya tiap ada kesempatan.
Kembali pada Navarro yang sedang menyesap anggur merah yang baru dituang oleh anak buahnya. Ia meminum anggur merah itu sambil memandangi Lily dengan tatapan tajam.
"Jadi ini istrinya?” tanya Navarro, masih tidak melepaskan tatapan itu dari Lily. Tangan Navarro menarik Lily agar wajahnya mendekat dan dia mengamati wajah Lily dengan seksama.
“Benar tuan." Albert segera menjawabnya.
Kening Navarro berkerut, ia berpikir sejenak. Kenapa selera Theo jadi menurun. Dari segi penampilan sangat jauh berbeda dari yang sebelumnya, perempuan dihadapannya ini terlihat biasa saja dan tidak menarik sedikitpun.
Sekarang Navarro mengerti kenapa pernikahan Theo terlalu janggal untuknya, ternyata perempuan yang dinikahi oleh Theo adalah seorang perempuan biasa golongan kelas rendah. Navarro jadi mengerti, pantas saja pernikahan Theo disembunyikan dari khalayak umum. Meskipun disembunyikan Navarro tahu kabar pernikahan Theo dengan perempuan yang tengah di culik ini. Maka dari itu Navarro sampai mengambil tindakan seperti ini untuk mengambil celah dalam menghancurkan Theo.
Tapi Navarro berhasil dibuat penasaran dengan kenapa Theo menikahi perempuan ini dan juga dengan kenapa pernikahan mereka sampai tidak dipublikasikan pada orang-orang. Pasti ada sesuatu yang sedang ditutupi oleh Theo tapi dia tidak tahu apa itu. Navarro yakin bila dia mengetahuinya pasti akan sangat menguntungkan untuknya.
Navarro mendekat dan mencengkram dagu Lily dengan kuat sebelum membuka lakban itu dari mulut Lily agar perempuan itu dapat berbicara, "Kau tau, aku baru saja mengirim sesuatu pada suaminya, tapi aku heran karena dia bersikap tidak peduli padahal istrinya yang lagi dalam bahaya.”
Lily mengalihkan pandangannya di saat Navarro terus menatapnya menusuk.
Navarro tersenyum tipis,"Sebenarnya bagaimana hubungan kalian berdua?" Cengkeraman itu semakin kuat.
"Apa suamimu mengira kalau aku sedang bercanda padanya? Atau dia hanya berpura-pura tidak peduli agar aku bisa lengah dan secara diam-diam mengirimkan bala bantuan ke sini." Ujar Navarro seakan memperkirakan apa yang akan terjadi kedepannya.
"Atau kita telpon saja dia? Biar dia secara langsung bisa mendengar suaramu. Aku penasaran bagaimana reaksinya bila dia sadar kalau kau benar-benar tersekap di sini?"
Lily meneteskan air mata karena cengkeraman Navarro terasa sangat menyakitinya, dengan susah payah ia pun menggelengkan kepalanya.
"Percuma kau menghubunginya. Dia tidak akan peduli,” ujar Lily lirih, meski hatinya tersayat Lily tetap menyampaikan fakta yang sebenarnya. Theo mana akan peduli. Justru Theo akan senang bila tahu kabar tentangnya yang sedang diculik.
"Benarkah?" tanya Navarro, ia tiba-tiba mendengus tidak suka. Kemudian Navarro menyentak tangannya kuat dari dagu Lily membuat Lily terjatuh ke lantai bersama dari kursi itu. Navarro memperbaiki jasnya, lalu berjalan menuju kursinya tadi. Lalu membawa kursi itu dekat dengan tempat Lily tersungkur dan duduk.
"Tidak mungkin seorang suami tidak mengkhawatirkan istrinya, kecuali dia tidak mencintaimu. Atau jangan-jangan dia benar tidak mencintaimu? Tapi jika benar kenapa kalian bisa sampai menikah?"
Navarro menatapi Lily yang tergeletak di lantai, tepat di bawah kakinya. Dia tersenyum miring ketika menyaksikan tontonan yang menghiburnya.
Mata Navarro memberi perintah melalui pergerakan matanya untuk segera melakukan plan berikutnya yang sudah mereka susun.
Salah satu anak buah Navarro mendekati Lily. Dia pun membawa gelas berisikan minuman keras dan memaksa Lily untuk segera menelan cairan itu.
Tapi Lily menolak, ia berupaya keras menutup mulutnya dan memberontak dengan menggelengkan kepalanya untuk menghindari gelas itu.
Lily secara spontan meludahi anak buah Navarro. Tentu saja aksi Lily itu membuat pria itu naik pitam. Karena diliputi rasa marah, anak buah Navarro pun menjatuhkan tubuh Lily ke lantai dengan kuat. Lily kembali terbaring di lantai, tidak tanggung-tanggung pria itu juga melayangkan tendangan ke tubuh Lily. Tangan Lily dengan sigap menutupi perutnya saat tendangan salah satu orang suruhan Navarro menyentuh tubuhnya. Lily merasa tangan Lily patah, membuatnya meringis kesakitan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments