B04

Diana masih bercerita dengan suaminya ada rasa berat di hati mereka untuk menerima pilihan dari ibu Ira.

Di balik pintu gadis itu menahan sedihnya, tanpa permisi gadis itu mengagetkan kedua orang tua yang masih bimbang dan sedih atas perkataan ibu Ira.

" Maria bersedia bu, asal bapak sembuh kembali." kataku dengan yakin.

" Maria...." ucap bapak damar dan ibu Diana kaget.

" Kamu menguping pembicaraan bapak dan ibu?" tanya lembut namun penuh penekanan.

" Maafkan Maria pak, Maria gak sengaja, tadi Maria lewat kamar ibu dan bapak, Maria sudah mendengar semua pak, jika itu yang terbaik Maria terima asal nenek benar-benar mau membawa bapak berobat dan terapi." ucap ku sedih namun aku gak boleh egois,demi bapak ku sehat kembali akan ku lakukan yang terbaik.

" Gak Maria, bapak gak mau, bapak lebih baik memilih lumpuh seumur hidup dari pada kamu harus menikah sama orang yang gak kamu kenal nak, bapak gak ridho itu." ucap bapak damar dengan sedikit menahan sedihnya, sedangkan ibu Diana sudah tak biasa lagi menahan air matanya, walau tak bersuara.

" Bu, pak....Maria sudah dewasa, sekarang saatnya Maria membalas semua atas bapak dan ibu berikan sama Maria sedari kecil." ucap ku lembut dan penuh keyakinan, aku berjalan mendekati kedua orang tua angkatku dan menggenggam kedua tangan mereka.

" Tapi mar...ibu gak rela nak..." ucap ibu sedih.

" Gak apa Bu, Maria tau, sejak Maria datang kerumah ini ibu dan bapak selalu di buat pusing oleh nenek Ira, jadi biarkan Maria bantu ibu dan bapak ya, sebagai baktiku bu, pak." kataku lembut ku lihat satu persatu wajah ibu dan bapakku yang sudah sama-sama mengeluarkan air mata mereka.

Setelah perbincangan itu, aku memutuskan kerumah nenek dan bibi AIDA bersama ibu dan bapak ku.

Beberapa hari kemudian acara pun di langsungkan sangat sederhana tanpa mengundang tamu hanya keluarga inti aja.

Hari-hari ku lalui dengan penuh penekanan banyak permintaan yang menurutku di luar nalar, pernah sekali nenek memintaku mencari bakso padahal hari sudah malam dan cuaca mendung, dan anehnya lagi aku tak boleh menggunakan motor bibi AIDA, terpaksa aku jalan kaki menelusuri jalan demi nenek, ada suami tapi tak bisa di harap.

Di usia empat bulan pernikahanku tak ku sangka aku hamil atas kejadian malam itu, bang hari pulang dengan keadaan mabuk dan meminta haknya, aku memberikan haknya namun apa yang kurasa bukan kelembutan aku di perlakukan sangat kasar hingga ada beberapa luka di tubuhku atas tindakan suamiku.

Ibu mertua ku yang sedari awal membenciku, mereka memperlakukanku bak pembantu kurasa aku kerja rodi, kenapa? Karena aku gak bisa istirahat full saat itu, ibu selalu memerintahkan ku ini dan itu, tidur jam 12 malam dan bangun jam 2 Doni hari.

Yang ku kerjakan ya membereskan rumah masak, dan mengisi bak mandi untuk di pakai mandi 1 keluarga, saat itu masih ikut tinggal dengan mertua, dan tak boleh menggunakan fasilitas di rumah itu, semua harus di lakukan manual.

" Maria, klo cuci baju kan bisa kamu bawa ke sumur itu gak usah pakai mesin listrik bayarnya mahal...dan jangan kamu gunakan air kran di samping bengkak nanti pembayaran air." omel ibu mertua dengan sinisnya.

" Tapi Bu, Maria gak kuat Bu jika di suruh angkat-angkat begini, berat bu." ucapku melemah, ya keadaan ku sedang hamil 5 bulan dan dokter sudah menyarankan ku tidak mengangkat barang terlalu berat tapi ini, hampir setiap hari ku lakukan, jika ke capean ada keluar bercak darah, namun suami dan keluarganya tak perduli.

" Alasan aja...ibu gak mau tau kamu beresin ini semua sebelum matahari hilang." ucap ibu sedikit membentakku,aku yang hanya memejamkan mata karena suara ibu yang sangat keras.

aktifitas ku di rumah mertuaku tak bisa lagi lu keluhkan, keadaan ayah ku juga sudah membaik saat itu namun aku tak boleh menemui keluarga angkatku itu.

#* Flasback off*#

" Gedebak...gedebak...gedebak..." Suara langkah kaki cukup keras berjalan dengan cepat di atas lantai kayu itu.

" Loh ..kalian sudah selesai makan?" tanya bang hari dengan wajah sudah tak enak di lihat.

" Adam ...Adi...kalian cuci tangan dan tidur siang ya, ibu mau siapkan makan untuk ayah." kataku kepada anak-anakku dengan lembut, tanpa ada bantahan mereka langsung masuk kamar.

" Bang, bisa gak masuk rumah ucapkan salam, gak elok bang!" kataku lemah lembut mengingatkan suami ku.

" Halah...gak usah banyak kajian...siapkan makan aku mau mandi dulu.." perintahnya dan langsung berbalik badan dan pergi, tanpa menunggu jawabanku.

" Huh....sampai kapan kamu begini bang, kita sudah menikah cukup lama tapi abang tak bisa lembut-lembut kalo ngomong sama istri kaya sudah ketinggalan kereta aja, klo gak pakai nada tinggi ya menggeprak meja." aku nge-dumel sendiri melihat tingkah pak suami gak berumah.

" Loh...Maria...ini apaan...." suara teriakan bang hari sambil membanting tudung nasi membuatku terkejut.

" Ada apa bang?" tanyaku saat sudah mendekat.

" Kamu niat masak gak sih?" suara bang hari semakin meninggi, aku yang terkejut dengan lengkingannya hanya mampu memejamkan mata.

Ku tarik nafas dalam-dalam sebelum ku jawab pertanyaan emosi suamiku.

" Bang, kamu emang ngasih aku uang berapa?" tanya ku yang menahan kesal.

" Kamu emang gak ada niat mau masakan suami, ini apaan sayur bening begini sama tahu! Kamu kalo gak ada niat masak gak usah masak sekalian." ucap bang hari emosi sambil menggemparkan meja, hingga aku memejamkan mataku lagi sesaat karena kaget.

" Terserah abang mau makan atau gak, yang jelas Maria sudah masak." ucap ku kesal dan meninggalkan suamiku yang sedari tadi sudah emosi.

" Dasar istri gak tau diri....kenapa selalu kukasih uang tak pernah ku lihat dia masak daging ayam ke atau setidaknya ikan goreng, ini apaan tempe dan tahu gila emang istriku, apa benar kata ibu jika Maria sengaja memperkaya dirinya, awas aja kalo sampai kutemukan duit itu gak ku kasih lagi kamu nafkah." omel bang rundi kesal dengan keadaan yang ada di dapur.

Sedangkan aku memilih pergi meninggalkan suamiku yang sudah bikin aku dongkol, ku temui ke dua anakku dan ku lihat ternyata mereka sudah tidur siang.

" Huh.... astaghfirullah...huh...kapan kamu sadar bang, pasti habis ini gadu deh sama emaknya ..." omel ku saat melihat bang hari keluar rumah sambil menghidupkan motornya di dekat kamar anak-anak.

" Sepertinya bakal ada yang berceramah lagi habis ini....seperti aku kudu mikir jawaban apa ya...kalo di biarin terus begini ibu akan terus provokasi bang hari lagi...sudah 7 bulan ini ibu sudah kelewatan batas terjun bebas masuk dalam rumah tangga ku." omel ku kepada keadaan akhir-akhir ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!