Malam telah larut, namun Relina masih terjaga. Perlahan, ia melangkah menuju kamar kakaknya, Zask. Pintu kamar itu terbuka dengan pelan, dan Relina memasuki ruangan yang remang-remang oleh cahaya bulan.
"Kakak, kau sudah tidur?" tanya Relina dengan suara lirih.
Zask terbangun, matanya terbelalak sejenak sebelum akhirnya mengenali adiknya yang berdiri di pintu. "Ada apa, Relina?" tanyanya, suara yang baru saja terbangun terdengar serak.
Relina berdiri ragu di ambang pintu. "Maaf sudah membangunkan kakak," ucapnya, suaranya penuh penyesalan. Wajahnya tampak murung, seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
Zask duduk di tepi ranjangnya dan memandang adiknya dengan penuh perhatian. "Tidak apa-apa. Ada apa, Relina?" tanyanya lembut.
Relina menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara pelan, "Sebentar lagi kakak akan pergi jauh, dan aku khawatir... aku tidak bisa merawat ibu seperti kakak."
Zask menatap adiknya dengan serius. Mereka berdua tahu betul bahwa sejak beberapa waktu terakhir, Noire, ibu mereka, sering sakit-sakitan. Dan Zasklah yang selalu merawatnya saat kondisi ibunya memburuk.
"Kenapa kau begitu ragu, Relina?" tanya Zask dengan lembut, mencoba mengerti.
"Kakak adalah orang yang terhebat di desa ini. Aku... aku tidak bisa merawat ibu seperti kakak. Dan aku juga tidak bisa menjadi sehebat kakak," jawab Relina, suaranya bergetar dengan kekhawatiran yang mendalam.
Mendengar itu, Zask tersenyum kecil, lalu meraih kepala Relina dan mengelusnya dengan lembut. "Jika kau tidak bisa menjadi seperti kakak, maka jadilah diri sendiri. Tidak perlu mengikuti jejak kakak untuk menjadi lebih kuat. Buatlah jalanmu sendiri untuk menjadi kuat dengan caramu sendiri. Kakak yakin, adikku yang hebat ini bisa melampaui kakak dengan cara yang berbeda."
Relina menatap kakaknya dengan mata berbinar, senyum tipis menghiasi wajahnya. Kata-kata kakaknya memberi semangat baru padanya, dan elusan lembut di kepalanya membuat hatinya lebih tenang.
"Kakak, terima kasih sudah menyemangatiku," ucap Relina dengan senyum yang kembali merekah. Melihat senyum adiknya, Zask juga ikut tersenyum. Adiknya yang tadinya murung kini tampak lebih bersemangat.
"Ini sudah malam. Tidurlah, Relina. Anak kecil tidak boleh begadang terlalu larut," ujar Zask sambil tersenyum, mengingatkan adiknya untuk tidur.
"Baik, kakak," jawab Relina, lalu mencium kening Zask dengan lembut sebelum berbalik menuju kamarnya. Zask pun kembali berbaring, meski hatinya masih dipenuhi perasaan campur aduk tentang perjalanan yang akan dimulai keesokan harinya.
**Pagi Hari**
Pagi tiba dengan cerah, dan di dapur, Noire sedang menyiapkan sarapan untuk kedua anaknya, termasuk bekal untuk Zask yang akan berangkat ke dunia luar. Suara panci yang berdesir dan aroma masakan memenuhi rumah kecil mereka.
"Ibu, apa ada yang bisa kubantu?" tanya Relina yang sudah bangun lebih awal, sambil mendekati ibunya di dapur.
Noire tersenyum lembut. "Bagaimana kalau kau bangunkan kakakmu?" balasnya dengan nada ringan.
"Baik, Ibu," jawab Relina, lalu bergegas menuju kamar Zask.
Sesampainya di kamar kakaknya, Relina melihat Zask yang masih terlelap tidur, terbungkus selimut. Sejenak, ia merenung, lalu tersenyum nakal. Sebagai seseorang yang memiliki elemen air, Relina memutuskan untuk membangunkan Zask dengan cara yang tidak biasa. Ia memanipulasi air dengan sihirnya, menciptakan bola air yang menggantung di atas Zask. Setelah memastikan bola air itu cukup besar, ia dengan hati-hati menjatuhkannya tepat di wajah kakaknya.
Zask terbangun dengan kaget, tubuhnya basah kuyup. "Relina? Jangan bangunkan kakak dengan cara begini!" protesnya sambil mengelap wajahnya yang basah.
"Kalau dibangunkan dengan cara biasa, kakak pasti tidak akan bangun," balas Relina sambil menjulurkan lidahnya dengan nakal.
Zask tersenyum lebar, kemudian melompat dan menangkap Relina yang sedang tertawa. "Kau ini!" serunya sambil mulai menggelitik adiknya.
"Hahaha, kakak! Berhenti menggelitiki!" Relina tertawa terbahak-bahak, berusaha melepaskan diri. "Oke, aku minta maaf!" ucapnya sambil tertawa, akhirnya menyerah.
Zask berhenti menggelitiki Relina, dan mereka berdua terengah-engah dalam tawa. Dari bawah, Noire yang mendengar kegaduhan di atas hanya tersenyum tipis, merasakan kebahagiaan meski tanpa sosok seorang ayah.
*Tanpa ayah, ternyata kami masih bisa menjadi keluarga yang bahagia,* pikir Noire dalam hati.
"Zask, Relina, berhentilah bermain-main! Ayo cepat turun sebelum sarapannya dingin!" teriak Noire dari bawah.
"Ibu memanggil kita. Ayo turun, Relina," kata Zask sambil tersenyum. Relina mengangguk dan bersama-sama mereka turun menuju ruang makan.
**Sarapan dan Perpisahan**
Setelah mereka duduk di meja makan, Noire menyajikan sepiring nasi untuk kedua anaknya. "Nak, ini adalah hari terakhirmu di rumah, jadi makanlah yang banyak agar kamu punya tenaga untuk memulai perjalananmu," ucap Noire dengan penuh perhatian.
"Baik, Ibu," jawab Zask dengan semangat. Hari pertama perjalanannya ke dunia luar akhirnya tiba, dan Noire membuatkan makanan yang istimewa untuknya. Kedua anaknya menikmati sarapan itu dengan penuh rasa terima kasih.
**Setelah Makan**
Seusai makan, Zask langsung menyiapkan barang-barangnya untuk perjalanannya. Setelah semuanya siap, ia keluar rumah, di mana Noire dan Relina sudah menunggunya.
"Ini bekal untukmu, Nak. Berhati-hatilah di perjalanan," ujar Noire, memberikan tas kecil yang berisi bekal untuk Zask.
Relina, yang terlihat sedikit sedih, menatap kakaknya dengan mata berkaca-kaca. "Apa kakak akan kembali lagi?" tanyanya pelan, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
"Tentu saja kakak akan kembali," jawab Zask sambil mengelus kepala Relina dengan lembut. "Dan saat kakak kembali, aku akan membawa banyak oleh-oleh untukmu, Relina."
Relina tersenyum, meski ada kesedihan di matanya. "Janji, kak?" tanyanya lagi, memastikan.
Zask hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu mulai melangkah pergi. Namun, sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, seorang pria muncul tiba-tiba dari balik pohon.
"Jangan khawatir, Zask. Aku hanya ingin menyapa. Maaf mengganggu momen keluarga kalian," ujar pria itu, yang tampaknya sudah cukup lama mengenal keluarga mereka.
"Ah, Paman Hiel," Zask menyapa dengan ramah. "Tolong jaga ibu dan Relina ya."
"Tenang saja, Zask. Ayahmu adalah orang yang selalu membantu kami, jadi aku akan menjaga keluargamu sebagai balas budi," jawab Hiel dengan senyum bijak.
Zask mengangguk. "Apakah ayahku sangat kuat?" tanya Zask dengan rasa ingin tahu.
"Tentu saja. Ayahmu adalah orang yang paling berjasa di Desa Immo. Semua orang mengenalnya dengan sangat baik," balas Hiel.
Zask terdiam sejenak. "Baiklah, kalau begitu, sekali lagi, mohon jaga keluarga kami," ucapnya sebelum melanjutkan langkahnya.
Noire, yang berdiri di depan rumah, mengingatkan Zask. "Nak, jangan lupa untuk pulang."
"Sampai jumpa, kakak!" Relina berteriak, meskipun dengan nada sedikit sedih.
Zask tersenyum, melambai pada adiknya, dan melanjutkan perjalanan menuju dunia luar.
**Bersambung...**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments