KESEMPATAN KEDUA
11 Juli 20**40**
Hujan gerimis di luar tapi tak sedikitpun rasa dingin yang di rasakan oleh wanita yang duduk di atas kursi samping jendela.
Tangannya memegang kaca putih transparan berharap bisa merasakan air hujan itu. Entah kapan dia terakhir merasakan hujan, entah kapan terakhir dia keluar dari *rumah* ini.
Waktu sepertinya berputar begitu cepat berlalu dia tidak akan menyadari itu jika bukan karena kulitnya yang sudah mulai keriput.
50 tahun atau mungkin 60 tahun umurnya sekarang? Entahlah bahkan jam berapa saat ini saja dia tidak tau.
Mata wanita itu menatap sendu ke arah luar. Sekarang tidak adalagi gairah untuk keluar dari ruangan itu.
Jika pun ia keluar apakah dia bisa membalaskan rasa sakit yang ia rasakan kepada mereka semua. Jika ia keluar dari *rumah* ini apakah dia memiliki kekuatan untuk melanjutkan hidup.
Bukankah pada akhirnya saat keluar dia akan bunuh diri atau mungkin dibunuh oleh mereka. Akhirnya wanita itu memilih mati di dalam *rumah* ini.
Hingga diujung kehidupannya ia hanya bisa pasrah dengan nasib sial yang ia bawa dari lahir.
Ya!! Nasib sial yang menimpa hidupnya selama ini.
Bahkan jika ia menangis pun hari ini itu adalah hal yang biasa dalam hidupnya. Mungkin tangisan lebih banyak menemani wanita itu dari pada suara tawa dari belah bibirnya.
Dari arah belakang wanita itu pintu terbuka dan seorang berseragam putih masuk sambil membawa nampan berisi makanan.
"Waktunya makan siang, Buk Adila." Ucap perawat yang masuk itu.
Adila adalah nama yang diberikan oleh orang yang paling baik yang ia miliki. Orang melahirkan dia ke dunia ini dan meninggalkannya di dunia yang penuh kesialan ini.
Tapi haruskah ia menyalahkan takdir akan semua ini.
"Ibuk..." Tegur perawat itu saat melihat Adila masih sibuk dengan pikirannya sendiri dan belum menyentuh makanan.
Dalam dia Adila mengambil sendok dan makan tiga suap setelah itu dia mengembalikannya kepada perawat itu.
Perawat mengambil piring itu dan meletakkan di atas nakas lalu duduk di samping Adila.
"Buk..." Panggil perawat itu kembali.
Dengan wajah pucat Adila memalingkan wajahnya ke arah sang perawat lalu matanya menatap nametag yang ada di dada kiri perawat itu.
ANNESWARA
Nama yang cukup bagus sesuai dengan wajah tegas perawat itu. Wajah muda tanpa kerutan dengan perona kemerahan di pipi gadis itu.
"Apakah ibuk tidak ingin sembuh? Saya melihat di data ibuk, kesehatan ibuk semakin menurut setiap harinya." Ucap Annes.
Adila tak menjawab tapi matanya beralih ke arah lain dengan genangan cairan bening menumpuk di ujung mata.
"Saya hanya menunggu malaikat pencabut nyawa saja untuk membawa saya. Lagi pula jika saya sembuh pun rasanya semuanya sudah terlambat." Suara itu begitu lirih tanpa ada semangat di dalamnya.
"Apakah ibuk menyesal dengan kehidupan yang ibuk jalani?" Tanya Annes lagi.
"Meskipun saya menyesal itu pun tidak ada gunanya. Waktu tidak bisa di ulang kembali."
"Suami saya ternyata hanya mengharapkan harta saya, yang akhirnya pergi dengan selingkuhannya. Di saat saya jatuh tidak ada satupun orang yang mengulurkan tangan membantu saya. Bahkan jika saya tiba tiba sehatpun tidak akan ada orang yang menunggu saya pulang."
"Paling mereka hanya menunggu kabar kematian saya." Adila akhirnya menumpahkan segala rasa sakit yang ia rasakan.
"Jika waktu berputar kembali, apa yang akan ibuk lakukan?"
.
.
.
Bersambung
Jangan lupa like and vote ya
Salam hangat dari author
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Melani Sunardi
🙏 ikutan baca ya thor......
2024-07-29
1
ig@Siskamarcelina048
salam thor,, izin baca yaa...
semangat berkarya dan sehat slalu 💪🏻💪🏻
2024-07-28
2
Ibuk'e Denia
aq mampir thor
2024-07-19
0