Reina bergegas menuju kasir, dia tak ingin terlalu berlama-lama, berada di sana, bisa gawat kalau sampai Ryu tau.
Sayangnya, kasir yang usianya sudah tidak muda lagi, lambat ketika menghitung belanjanya, alhasil kini Ryu berdiri dibelakangnya.
Debaran di dada makin tak karuan, bahkan kini tangannya yang hendak mengambil uang di dompet mendadak Tremor. Tubuhnya seolah tak bisa menutupi rasa ketakutan dalam dirinya.
Entah mengapa rasanya tengah menonton adegan slow motion, layaknya film yang pernah dia tonton, ketika sang kasir menghitung jumlah kembalian. Rasanya waktu berjalan sangat lambat, dan Reina menjadi semakin tak bisa mengendalikan ketakutan dalam dirinya.
Lelaki dibelakangnya berdehem, membuatnya mematung, dan dari dalam dirinya, mati-matian mengingatkan agar Reina menjaga akal sehatnya.
Mengatur nafas, menjadi cara ampuh guna mengendalikan diri. setelah kasir memberikan kembalian, Reina menundukkan kepalanya, seraya berucap terima kasih.
Dia melewati begitu saja, lelaki jangkung yang tadi dibelakangnya, berusaha mati-matian tak menatap, atau sekedar melirik, tatapannya lurus ke depan.
Sialnya, Reina salah membuka pintu kaca toko serba ada, harusnya dia mendorongnya ke luar, dia justru melakukan sebaliknya, "Lagi buru-buru juga, sialan nih pintu." Gerutunya.
Baru saja beberapa langkah keluar dari sana, pundaknya ditepuk, secara otomatis Reina menoleh, lalu dari balik kaca matanya dia melotot kaget.
"Hai, Apa kamu Rei?" tanya lelaki yang tadi Reina lihat di toko.
"Mamp*s" umpatnya pelan, tapi dengan cepat dia menggelengkan kepalanya, bermaksud menyangkal, apa yang ditanyakan padanya.
"Kamu lupa padaku?" tanya lelaki jangkung, dengan pakaian serba hitam dihadapannya.
Reina berdehem, dia bermaksud mengubah suaranya, "Maaf, Anda siapa? Sepertinya anda salah orang."
Lelaki itu terkekeh, "Ayolah Rei, aku tau ini kamu, gadis yang menolongku, delapan tahun lalu," Dia juga menyebutkan tanggal dan tempat di mana dulu bertemu, "Dan bahasa yang tadi kamu katakan, aku tau itu."
Rasanya Reina takut luar biasa, tapi sebisa mungkin dia menekan rasa takutnya, dia mengingat kedua putra, dan ibu tirinya yang baik hati di rumah, mereka sumber kekuatannya, saat ini. "Maaf Tuan, sepertinya anda salah orang," sangkalnya, "Permisi." Dia menunduk, sebagai tanda kesopanan.
Reina mempercepat langkahnya, andai di sini ada ojek pangkalan, maka dia akan segera menaikinya, dan pergi sejauh-jauhnya dari tempat ini, sayangnya, Reina hanya mengandalkan kaki pendeknya, sehingga lelaki tadi, kini menyamai langkahnya.
"Aroma parfum kamu masih sama, aku ingat betul, dan tinggi badan kamu tidak berubah, meski sekarang kamu lebih berisi. Tapi apa kamu lupa, bahwa aku pernah meniduri kamu?"
Reina tersenyum, ketika ada seorang lelaki berseragam hitam, sedang memarkirkan sepeda, beberapa meter darinya. Reina berlari menghampiri, tak peduli dengan panggilan yang ditujukan padanya.
Dia berpura-pura, menanyakan jalan, dengan alasan dirinya tengah tersesat, seraya melirik lelaki yang tadi mengganggunya.
Reina lega bukan main, saat melihat Ryu pergi dari sana. Bapak polisi menjelaskan tentang alamat yang disebutkannya, didukung dengan peta yang ditunjukkan padanya.
Selesai mendengar penjelasan, Reina berterima kasih, karena kini dia paham, dan merasa aman.
***
Akhir pekan, salju menumpuk di halaman rumah Aiko. Si kembar sudah bersiap dengan pakaian hangat, karena hari ini akan bermain bersama sepupu mereka, yang baru datang semalam. Reika dan suaminya, beserta putri mereka, datang berkunjung.
Si kembar lebih tua setahun dari Naomi, sepupu mereka, yang kini masih duduk di taman kanak-kanak.
Ketiganya antusias membuat boneka salju, di halaman rumah, di bawah pengawasan Takeshi, suami dari Reika. Sementara para perempuan dewasa, memasak di dapur, sambil menunggu kedatangan pengantin baru.
Reika menawari adiknya, untuk mengunjungi rumahnya di Hokkaido, dia juga berjanji akan mengajak Reina dan si kembar, untuk berjalan-jalan di sana, menikmati musim dingin.
"Aku harus kembali lusa, si kembar harus sekolah," sahut Reina merasa tak enak.
Terlihat wajah kecewa dari kakak perempuannya, "Jika liburan lagi, bagaimana jika kita berkumpul di rumah kak Reika?" demi membuat sang kakak tersenyum kembali, Reina mengusulkan ide, "Apa mama setuju?"
Aiko yang sedang memotong sayur, mengangguk, "Mama setuju, nanti kita bilang pada Reino,"
Senyum di wajah Reika, kembali terbit. Ketiganya lalu membahas tentang apa-apa saja, yang akan mereka lakukan jika liburan nanti.
Tak berselang lama, Reino datang bersama Haruka, dan acara makan bersama pun di mulai.
Rasa syukur diungkapkan oleh Aiko, dia bahagia melihat anak-anak, berserta ketiga cucunya berkumpul, dan berharap mereka bisa selalu sehat, serta berbahagia.
Malam harinya, Reina mengajak Reino berbicara, di ruang tamu, dia menceritakan kejadian, yang dialaminya kemarin, dan meminta pendapat, apa yang harus dilakukannya.
"Jadi dia mengenali kamu, yang seperti ini?" tanya Reino tak percaya. Penampilan adiknya jelas berubah drastis, sangat berbeda dengan delapan tahun lalu.
"Dia mengenaliku karena aroma minyak wangi, yang aku kenakan."
"Apa kamu tidak menggantinya selama ini?"
Reina menggeleng, "Aku suka bau nya kak, bukankah aroma seperti yang aku kenakan banyak dipakai orang?"
"Kamu membawanya dari Indo Rei, bisa saja di sini memang tidak ada aroma yang sama, maka dari itu dia mengenalinya dengan baik," Reino menghembuskan nafasnya kasar, "Jadi jika kalian bertemu lagi, apa yang akan kamu lakukan?"
"Aku bahkan tak ingin bertemu dia lagi, aku takut kak, dia sepertinya anggota mafia, dia memiliki tato besar,"
Reino berfikir keras, sebagai kakak laki-laki, dia ingin adik bungsunya, hidup dengan damai, dan sejahtera, "Lebih baik, kamu segera kembali ke Indo, Kakak akan membelikan tiket secepatnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
❀ℕ𝕒𝕕𝕚𝕝𝕒 ℕ𝕚𝕤𝕒❀
akhirnya up jd kak... terimakasih kak
2024-08-01
2