Pertemuan Kedua Kali

"Berikan mobil itu kepada orang lain, menjijikkan sekali!" perintah pria dingin tersebut sebelum melangkah pergi dan masuk ke mobil hitam lain yang juga adalah miliknya.

"Selama ini, tuan sangat mencintai kebersihan, kotor sedikit saja sudah tidak mau," batin supirnya yang juga merangkap sebagai asistennya.

Pria dingin berwajah tampan itu bernama Calvin Hernandez. Ia adalah pendiri pabrik elektronik yang telah meluas ke beberapa negara di Eropa dan Amerika. Calvin Hernandez, yang kini berusia 35 tahun, mendirikan bisnis tersebut ketika masih remaja. Dengan dukungan penuh dari ayahnya, ia berhasil menjadi penerus bisnis keluarga.

Keberhasilan Calvin tidak hanya terletak pada kemampuan bisnisnya yang luar biasa, tetapi juga pada disiplin dan etika kerja yang ketat. Meskipun terlihat keras dan dingin dari luar, semua orang yang bekerja dengannya tahu bahwa ia selalu menuntut kesempurnaan dalam segala hal, termasuk kebersihan dan kerapihan.Kehidupan Calvin yang penuh disiplin dan ketegasan ini membuatnya sering dianggap sebagai sosok yang tak tersentuh.

Namun, di balik sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi, tersembunyi seorang pria yang sangat menghargai usaha dan dedikasi orang-orang di sekitarnya. Baginya, segala sesuatu harus dilakukan dengan sempurna, tanpa cela.

Mobil hitamnya meluncur pergi, meninggalkan asisten yang sudah biasa dengan perintah tiba-tiba tersebut.

Calvin kembali ke mansion mewah dan luas yang dimilikinya. Namun, ruangan besar itu terlihat sepi dan tanpa siapapun di sana. Calvin tidak suka ada yang tinggal di mansion tersebut, termasuk pelayan rumah tangga. Ia telah menyediakan apartemen khusus sebagai tempat tinggal mereka, memastikan bahwa privasinya tidak pernah terganggu.

Di malam itu, Calvin berjalan menuju ruang tamu yang elegan dengan langit-langit tinggi dan perabotan mahal. Lampu-lampu kristal berkilauan, memantulkan cahaya lembut di dinding-dinding yang dihiasi dengan karya seni klasik. Ia membuka sebuah kabinet kayu mahoni dan mengambil botol minuman favoritnya. Dengan gerakan yang tenang, ia menuangkan minuman tersebut ke dalam gelas kristal yang berkilauan di bawah cahaya lampu.

Calvin duduk di salah satu sofa empuk dan memandang keluar jendela besar yang menghadap ke taman luas dengan pepohonan yang tertata rapi.

Di sisi lain, Kitty sedang makan bersama seorang pria yang adalah pacarnya. Mereka duduk di sebuah restoran kecil yang nyaman.

"Kitty, apakah belakangan ini kamu sibuk terus dan pasti dimarahi lagi oleh bibi?" tanya Samuel.

"Samuel, jangan ungkit lagi!" jawab Kitty dengan nada sedikit kesal. "Setelah makan kita pergi nonton. Belakangan ini kamu lebih sering bersama Alena daripada aku. Sebenarnya siapa yang pacarmu?"

"Kitty, maaf karena aku jarang menemanimu," ucap Samuel dengan nada menyesal. "Ibu Alena baru meninggal. Dia juga tidak ada teman lain. Oleh karena itu dia tidak bisa sendiri. Dia bahkan hampir saja bunuh diri. Aku hanya tidak ingin itu terjadi lagi."

"Samuel, apakah kamu tidak terlalu baik padanya? Kau tidak takut kalau dia salah paham?" tanya Kitty, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya.

"Tenang saja! Dia adalah wanita mandiri dan pengertian, tidak akan salah paham," jawab Samuel sambil tersenyum. "Setelah selesai makan kita pergi nonton bersama."

"Apakah kamu serius? Kamu sering saja membatalkan janjimu dan kamu tidak pernah menemaniku sesuai janjimu," tanya Kitty, ragum

"Kali ini aku serius," ucap Samuel, mencoba meyakinkan Kitty.

Tak lama kemudian, nada panggilan masuk terdengar dari handphone milik Samuel. Terlihat nama panggilan Alena di layar.

Kitty menghela nafas dan menatap tajam pada pacarnya itu.

"Maaf, aku jawab dulu," ucap Samuel.

"Apa bisa jangan jawab panggilannya untuk kali ini saja? Setiap dia menghubungimu, kamu pasti akan pergi begitu saja dan meninggalkan aku," pinta Kitty dengan sedih.

"Kitty, jangan marah! Kau juga tahu kalau Alena sangat malang nasibnya dan tidak ada kenalan lain. Selain aku, dia tidak bisa meminta bantuan orang lain," kata Samuel berusaha membujuk Kitty.

"Bukankah kamu mengatakan dia sangat mandiri? Kenapa dia selalu saja minta tolong padamu?" tanya Kitty dengan nada tajam.

"Dia hanya sedih, aku akan jawab panggilannya dulu," jawab Samuel, lalu menerima telepon tersebut.

Beberapa saat kemudian, setelah berbicara sebentar, Samuel memutuskan panggilan.

"Ada apa lagi?" tanya Kitty, meski sudah tahu jawabannya.

"Dia lapar dan aku harus belikan dia makanan dulu," jawab Samuel, membuat Kitty menghela napas panjang.

"Apakah harus sekarang? Bukankah kamu akan menemaniku nonton di bioskop?" tanya Kitty, suaranya mulai terdengar putus asa.

"Maaf, Kitty. Lain kali saja, aku janji," jawab Samuel.

"Ini janji yang ke-26 kali, tapi tidak ada satu pun yang kamu tepati. Semuanya hanya demi dia," kata Kitty, suaranya bergetar karena emosi.

"Kitty, aku tidak bisa lama di sini. Aku akan menghubungimu. Aku akan pergi sekarang," kata Samuel yang bangkit dari tempat duduknya.

"Tapi ini sudah malam, apakah kamu tega membiarkan aku pulang sendiri? Setidaknya kamu mengantarku pulang dulu," ujar Kitty ikut berdiri, menatap Samuel dengan tatapan memohon.

"Kitty, jangan manja! Alena sudah lapar, dia tidak bisa menahan lapar," ujar Samuel dengan nada tegas.

"Yang manja bukan aku, tapi dia yang selalu saja meminta bantuanmu. Sementara jarak rumahku dan restoran ini cukup jauh. Di sini tidak ada bus dan taksi. Bagaimana aku bisa pulang?" jawab Kitty, suaranya mulai meninggi.

"Aku tidak ingin bertengkar denganmu. Aku harap kamu bisa mengerti," kata Samuel dengan nada memohon.

"Kalau aku tidak bisa mengerti, mana mungkin aku makan janji kosongmu sebanyak 26 kali. Pergi saja, tidak apa-apa. Aku juga tidak mau makan lagi. Lagipula, selalu mantanmu yang paling penting sehingga berulang kali mengabaikan aku," kata Kitty yang bangkit dari sana dengan kesal.

"Kitty, apakah kamu tidak bisa bersikap lebih dewasa? Kenapa kamu tidak bisa seperti Alena?" kata Samuel dengan nada tinggi, membuat beberapa pengunjung restoran menoleh.

"Aku tidak bisa seperti dia. Kalau kamu begitu peduli padanya, kembali saja padanya. Aku juga tidak mau seperti orang bodoh yang selalu percaya denganmu," jawab Kitty dengan tegas, lalu meninggalkan restoran dan melangkah cepat menuju pintu keluar.

Kitty kembali ke rumahnya dengan wajah murung. Ia melangkah masuk ke dalam rumah dengan langkah berat, melewati ibunya yang berdiri di ruangan, seolah tidak terlihat oleh putrinya yang sedang melamun.

"Apakah kamu ditinggalkan lagi?" tanya ayahnya yang sudah biasa duduk di sofa sambil membaca koran.

"Kenapa Papa bisa tahu?" tanya Kitty, suaranya terdengar lelah.

"Lihat saja raut wajahmu. Setiap kali dia mengajakmu, kamu pasti tersenyum dan pulang dengan murung. Seperti baru pulang dari pemakaman ibumu saja," kata ayahnya dengan ceplas ceplos.

Ibu Kitty, Maggie, menatap tajam ke arah suaminya.

"Untung saja Mama tidak mendengarnya. Kalau tidak, Papa pasti kena usir," kata Kitty sambil memandang ke arah ruangan belakang. Ia tidak menyadari ibunya berdiri di belakangnya sejak tadi.

"Mamamu ada di sana," bisik ayahnya sambil menunjuk ke arah istrinya.

"Aahh! Kenapa Mama diam saja? Sejak kapan Mama berdiri di sana?" tanya Kitty, terkejut oleh kehadiran ibunya.

"Matamu jadi buta karena cinta butamu itu. Mulai besok, jangan menemui bocah itu lagi. Sudah tidak tampan, tidak kaya, dan tidak setia. Untuk apa kau pertahankan?" kata Maggie dengan nada tegas.

"Tapi kami sudah bersama tiga tahun, mana mungkin bisa putus begitu saja," jawab Kitty, suaranya bergetar.

"Dasar bodoh! Seorang pria kalau setia, mana mungkin selalu saja peduli pada mantannya dengan berbagai alasan. Mamamu sudah membuat janji temu dengan anak temannya. Pria itu baik dan punya pekerjaan. Walaupun dia tidak kaya, setidaknya dia tidak pernah pacaran. Jadi tidak punya mantan. Dengan begitu kamu tidak perlu lagi khawatir dan sedih!" ujar ayahnya dengan nada yang tidak kalah tegas.

"Robin, apa kamu sudah beritahu William untuk datang menemui Kitty?" tanya Maggie.

"Tenang saja! Aku sudah atur semuanya," jawab Robin sambil menatap istrinya dengan penuh keyakinan.

"Kitty, jangan buat masalah. Walau di dunia ini semua pria sudah tidak ada, Samuel tetap tidak akan aku terima sebagai menantu. Dia sudah berkali-kali menyakitimu!" kata Maggie dengan tegas, matanya menatap langsung ke mata putrinya.

"Pergi ya pergi, siapa takut," jawab Kitty, mencoba menunjukkan ketegaran meski hatinya terasa berat.

Setelah itu, Kitty melangkah ke kamarnya, perasaannya campur aduk antara marah, sedih, dan kebingungan. Ia duduk di tepi ranjang, memikirkan kata-kata orang tuanya dan mempertimbangkan nasib hubungannya dengan Samuel. Di satu sisi, ia merasa bahwa orang tuanya benar, namun di sisi lain, ia masih merasakan cinta yang besar untuk Samuel, meskipun pria itu terus mengecewakannya.

Keesokan harinya, Kitty mendatangi kafe sesuai yang diatur oleh ayahnya. Ia duduk di pojok kafe, sambil menutupi wajahnya dengan koran. Ia mengamati setiap orang yang masuk ke kafe tersebut dengan cermat, berharap bisa mengenali pria yang akan dijodohkan dengannya.

"Aku harus cari cara untuk menghindari pertemuan ini," gumam Kitty sambil melihat foto pria yang dijodohkan dengannya.

"Lumayan tampan, tapi aku tidak berminat," batin Kitty.

William, pria yang akan dijodohkan dengannya, akhirnya datang dan melangkah masuk ke dalam kafe. Kitty langsung beranjak dari kursinya sambil menutupi wajahnya dengan koran dan pindah ke kursi lain yang berada di sudut ruangan. Tanpa ia sadari, seorang pria berpenampilan rapi sedang duduk di seberangnya, sibuk dengan handphonenya.

"Seharusnya sudah aman. Asalkan aku pindah tempat duduk, maka dia tidak akan tahu aku di sini," batin Kitty sambil menurunkan korannya dan menoleh ke arah William yang sedang menghampiri meja di belakangnya.

Ia kemudian melihat ke seberangnya dan terbelalak kaget melihat pria yang duduk di sana. Pria itu tidak lain adalah Calvin Hernandez, pria dingin yang pernah ia temui sebelumnya.

"Ke-kenapa kamu ada di sini?" tanya Kitty gugup, suaranya sedikit bergetar.

Calvin menatap gadis itu dengan tajam dan tenang," Sepertinya kamu harus menebus apa yang telah kamu lakukan," jawab Calvin dengan menatap dingin.

Terpopuler

Comments

Elizabeth Zulfa

Elizabeth Zulfa

bener tuh kata mamamu kitty.. cowok zg selalu peduli dan lbih mentingin mantannya kek Samuel itu bkn cowok zg pntes buat dipertahanin krna klo kamu tetep maksa brsama, kamu zg bkal ckit ati sndiri..

2024-07-27

0

🍒⃞⃟🦅Pisces

🍒⃞⃟🦅Pisces

astaga aku sllu suka certa Thor klau yg barbar bgni ga mudah ditindas 🤣🤣😂

2024-07-23

0

Retno Palupi

Retno Palupi

nah terima hukuman mu Kitty

2024-07-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!