Bab 3 : Hana

Aku berusaha keras fokus pada studiku di SMA. Aku mulai aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti pecinta alam dan olahraga untuk mengalihkan pikiranku dari Ringa. Namun, setiap kali aku berada di kebun apel, kenangan bersama Ringa selalu muncul. Untuk mengatasinya, aku memutuskan untuk mencurahkan lebih banyak waktuku membantu ayahku mengelola kebun apel dan mencari cara-cara baru untuk meningkatkan produksi dan kualitas buah.

Setiap pagi, sebelum matahari terbit, aku sudah bangun dan bersiap-siap untuk pergi ke kebun. Ayahku mengajarkan banyak hal tentang cara merawat pohon apel, dari cara memangkas cabang hingga bagaimana cara mengenali tanda-tanda penyakit pada tanaman. Aku merasa semakin terhubung dengan alam dan lebih memahami betapa pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem.

"Ryu, kamu harus memperhatikan daun-daun yang menguning ini," kata ayahku sambil menunjukkan beberapa daun yang tampak tidak sehat. "Ini bisa jadi tanda awal penyakit. Kita harus segera mengatasinya sebelum menyebar ke pohon lain."

"Baik, Ayah. Aku akan memeriksa pohon-pohon lain juga," jawabku sambil mencatat hal-hal yang perlu diperhatikan.

Di sekolah, aku semakin sibuk dengan berbagai kegiatan. Klub pecinta alam sering mengadakan perjalanan ke hutan dan gunung, di mana kami belajar tentang flora dan fauna serta cara melestarikan lingkungan. Kegiatan ini sangat membantuku mengalihkan pikiran dari Ringa. Selain itu, aku juga bergabung dengan tim olahraga dan mulai berlatih secara rutin. Meskipun awalnya sulit, aku mulai menikmati latihan-latihan yang melelahkan dan pertandingan yang menegangkan.

Namun, meskipun aku berusaha sibuk, kenangan tentang Ringa selalu datang saat aku sendirian. Aku sering kali mendapati diriku merenung tentang senyumannya, tawanya, dan saat-saat indah yang kami habiskan bersama. Kebun apel menjadi tempat di mana aku bisa merasa dekat dengannya, meskipun dia sudah tidak ada di sini.

Suatu hari, ketika sedang mengerjakan proyek penelitian di sekolah, aku bertemu dengan seorang gadis bernama Hana. Hana adalah siswi pindahan yang cerdas dan penuh semangat. Dia sangat tertarik dengan alam dan lingkungan, dan kami segera menjadi teman baik. Kami sering berbicara tentang proyek-proyek yang sedang kami kerjakan dan bertukar ide tentang cara-cara melestarikan alam.

"Hei, Ryu, kamu tahu tentang proyek penghijauan di daerah utara kota?" tanya Hana suatu hari saat kami sedang berdiskusi di perpustakaan.

"Aku dengar sedikit, tapi belum banyak tahu. Kamu tertarik ikut?" jawabku sambil menatapnya dengan rasa ingin tahu.

"Ya, tentu saja! Aku pikir ini bisa jadi proyek besar untuk klub pecinta alam kita. Kita bisa belajar banyak dan membantu lingkungan," kata Hana dengan mata berbinar.

Hana juga tertarik dengan berkebun, dan sering datang ke kebun apelku untuk belajar lebih banyak. Dia membantu merawat pohon-pohon apel dan bahkan membantuku mengembangkan beberapa ide baru untuk meningkatkan produksi. Kehadiran Hana di kebun apel membawa energi baru dan membuatku merasa lebih bersemangat.

"Kamu tahu, Ryu, pohon apelmu ini bisa lebih produktif kalau kita coba teknik baru ini," kata Hana sambil menunjukkan sebuah artikel di tablet-nya.

"Oh ya? Apa itu?" tanyaku penasaran.

"Ini tentang teknik pemangkasan baru yang bisa meningkatkan aliran udara dan sinar matahari ke bagian dalam pohon. Aku pikir kita bisa mencobanya," jelas Hana.

"Bagus sekali, Hana. Mari kita coba!" kataku dengan semangat.

Seiring berjalannya waktu, persahabatan kami tumbuh semakin erat. Kami sering menghabiskan waktu bersama, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hana juga memperkenalkanku pada beberapa teman barunya, dan kami sering pergi bersama untuk menjelajahi alam. Persahabatan kami sangat berarti bagiku, dan meskipun aku masih merindukan Ringa, kehadiran Hana membantuku merasa lebih baik.

"Ryu, kamu harus ikut kami akhir pekan ini. Kami berencana mendaki gunung," ajak Hana suatu hari setelah sekolah.

"Daki gunung? Tentu, kedengarannya menyenangkan," jawabku.

Pada akhir pekan itu, kami mendaki gunung bersama-sama. Di puncak, kami duduk menikmati pemandangan yang menakjubkan.

"Ryu, aku senang bisa berteman denganmu," kata Hana tiba-tiba.

"Aku juga, Hana. Kamu membawa banyak cerita dalam hidupku," kataku sambil tersenyum.

Aku dan Hana semakin dekat, aku juga sering menyebut nama Ringa saat kami sedang berada di kebun apel. Suatu hari, ketika kami sedang bekerja di kebun, Hana berhenti sejenak dan menatapku.

"Ryu, kamu sering menyebutkan nama Ringa. Siapa dia?" tanya Hana dengan lembut.

Aku terdiam sejenak, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menjawab.

"Ah, dia sepupuku. Aku dilarang untuk menjalin hubungan dengannya. Aku dan Ringa pernah menghabiskan waktu di kebun apel ini. Mungkin saja dia adalah cinta pertamaku," jawabku dengan suara pelan, penuh kenangan.

Hana menatapku dengan penuh empati. "Ryu, aku bisa merasakan betapa berartinya dia bagimu. Aku senang bisa mendengar cerita tentangnya," ucap Hana dengan intonansi yang nampak sedih.

Aku tersenyum kecil, merasa lega bisa berbagi. "Terima kasih, Hana. Kadang-kadang, aku merasa bahwa kenangan tentang Ringa akan selalu ada di sini, di kebun apel ini. Tapi sekarang, mari kita lanjut berkebun," kataku mengalihkan lembicaraan tentang Ringa.

Kami melanjutkan pekerjaan di kebun dengan suasana hati yang lebih ringan. Hana membantu merawat pohon-pohon apel, dan kami sering berdiskusi tentang cara-cara baru untuk meningkatkan produksi dan kualitas buah. Kehadirannya membawa semangat baru yang membuatku merasa lebih bersemangat untuk mengembangkan kebun apel ini.

Suatu hari, saat kami sedang memanen apel, Hana tiba-tiba berhenti dan menatapku.

"Ryu, aku punya ide. Bagaimana kalau kita membuat kebun apel ini menjadi lebih dari sekadar tempat menghasilkan buah? Bagaimana kalau kita menjadikannya sebagai tempat edukasi bagi anak-anak sekolah tentang pertanian dan lingkungan?" usul Hana dengan antusias.

Aku tertegun sejenak, lalu tersenyum lebar. "Itu ide yang brilian, Hana. Aku yakin ayahku juga akan setuju. Kita bisa mengundang anak-anak untuk datang dan belajar tentang cara merawat tanaman, pentingnya pertanian organik, dan bagaimana menjaga lingkungan."

Kami segera mulai merencanakan program edukasi tersebut. Hana dan aku bekerja keras, menghubungi sekolah-sekolah di sekitar dan menyiapkan materi edukasi. Kami juga membangun area khusus di kebun untuk kegiatan belajar mengajar. Tidak lama kemudian, program kami mulai berjalan, dan anak-anak sekolah datang berkunjung dengan penuh antusias.

"Hana, lihatlah mereka," kataku sambil melihat anak-anak yang sibuk belajar tentang tanaman apel. "Mereka sangat bersemangat. Aku senang kita bisa berbagi pengetahuan dan kecintaan kita terhadap alam dengan mereka."

"Ya, Ryu. Ini adalah langkah besar untuk kebun apel kita. Aku bangga dengan apa yang kita capai bersama," jawab Hana dengan senyum bahagia.

Hari-hari berikutnya diisi dengan kerja keras dan kebahagiaan. Hana dan aku terus mengembangkan kebun apel, menjadikannya tempat yang penuh makna dan kebahagiaan. Aku belajar bahwa hidup adalah tentang terus bergerak maju, menghargai kenangan, dan menciptakan masa depan yang lebih baik.

Terpopuler

Comments

Mitsuha

Mitsuha

Itu kebun apelnya Abang Ryu sama Ringa, maen ngomong kita aja

2024-07-13

1

Reynata

Reynata

Jujur banget ih bang ryu, emang sejujur itu ya

2024-07-02

1

Reynata

Reynata

Dia itu apelnya bang Ryu! ga boleh deket-deket kamu Hana, aneh dasar Hana

2024-07-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!