Bab 4

Begitu mendengar kalimat itu sontak saja membuat wajah Loli berbinar, tentu saja Loli merasa ada kesempatan untuk dirinya memiliki Hendra seutuhnya.

"Benarkah itu, Mbak? Kamu akan meninggalkan Mas Hendra jika Mas Hendra mau menikahiku?"

"Iya, tentu saja. Siapa juga yang mau gantian? Menjijikkan" cibir Ica

Kemudian Ica berdiri dari tempat duduknya lalu menggandeng tangan putri sulungnya, Ica berjalan meninggalkan meja yang mana Loli masih terduduk di sana. Setelah kepergian Ica, Loli tersenyum samar lebih tepat mungkin menyeringai.

"Ternyata tidak sia-sia aku beranikan diri menemui wanita itu" gumam Loli dalam hati

Ica berjalan ke arah dimana motor maticnya di parkir setelah membayar makanan yang di makan tadi, hancur dan berkeping itulah kondisi hati Ica saat ini. Sakit sesak kecewa dan nyeri semuanya terasa menjadi satu, hanya dirinya yang tahu bagaimana sakit hatinya saat ini.

Namun meski begitu Ica berusaha sekuat mungkin dan tetap tegar meski pada kenyataannya air matanya mulai mengenang di pelupuk mata hendak turun, Ica berhenti di samping motor maticnya lalu mendongakkan kepala.

Untuk mencegah air mata yang ingin jatuh dari pelupuk mata, kemudian Ica menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi rasa sesak yang menghimpit di dadanya lalu di hembuskannya secara perlahan-lahan.

"Mama" panggil Mentari sembari menatap wajah Mamanya

"Iya, sayang" sahut Ica setelah berhasil memendam gejolak di dadanya

"Mama nangis?"

"Gak sayang, Mama baik-baik saja" jawab Ica sembari tersenyum untuk menutupi kesakitan di depan putri sulungnya

"Tante tadi siapa, Ma?"

"Teman sekolah Mama dulu"

"Oh" sahut Mentari singkat

Ica segera menaiki motor maticnya, kemudian motor matic yang di kendarai Ica pun meninggalkan halaman cafe. Ica melajukan motor maticnya dengan kecepatan rendah, karena konsentrasinya saat ini terganggu tapi Ica sadar sedang membawa kedua putrinya.

"Ya Allah" ucap Ica lirih

Ica tidak bisa lagi memendam rasa sakit di dalam dadanya, dan tanpa bisa di tahan lagi air matanya menetes juga dari kedua sudut matanya. Di sepanjang perjalanan air mata itu terus mengalir dengan begitu deras, bahkan sampai mengenai kepala bayi kecilnya yang ada di gendongan depan.

Sesampai di rumah Ica memarkir motor maticnya sembarangan lalu turun bersama kedua putrinya, Ica memerintah putri sulungnya untuk berganti pakaian di kamarnya. Setelah putri sulungnya masuk ke dalam kamarnya, Ica pun masuk juga ke kamar utama yang di tempatinya.

Ica meletakkan Senja di dalam box bayi, setelah itu Ica terkulai lemas terduduk di lantai dengan punggung bersandar di tepi ranjang. Kedua telapak tangannya menutupi wajahnya seiring air mata yang berdesakan keluar di sela jari jemarinya, Ica terisak.

"Apa yang harus aku lakukan Ya Allah?" jerit Ica dalam hatinya

Tenggorokan yang tercekat dan lidah yang kelu, tak bisa membuat Ica mengungkapkan kata-kata. Belasan menit Ica mengurung diri dalam kamar dengan air mata terus mengalir, Ica termenung hingga bayangan sebuah janji Hendra ucap selesai ijab kabul.

"Sayang, akan aku buat kamu menjadi wanita satu-satunya yang merasa beruntung karena menikah denganku. Kamu adalah duniaku, jika suatu saat ada wanita yang lebih segalanya dari kamu. Percayalah, mata ini tak akan meliriknya"

"Jangan pernah berjanji, Mas. Cukup berusahalah melakukan yang terbaik" ucap Ica

Bayangan kenangan indah di masa lalu terus saja menari-nari di pelupuk mata Ica, namun tak jarang bayangan itu berganti dengan foto suaminya dan wanita bernama Loli yang berpose berpelukan tanpa sehelai benang itu terpampang nyata di kedua matanya.

Drrtt ....Drrtt.....

Suara dering HP menyadarkan Ica dari lamunannya, Ica yang masih terduduk lemas di lantai itu enggan untuk beranjak. Entah merasa nyaman dengan posisinya saat ini, atau memang energinya sudah hilang untuk sekedar menopang tubuhnya.

HP yang berdering tadi kini kembali senyap karena sambungan telepon terputus dengan sendirinya, tapi tak berselang kemudian HP kembali berdering membuat Ica berdiri. Ica kembali menarik napas dalam-dalam lalu di hembuskannya secara perlahan, berusaha menenangkan hatinya yang saat ini tengah hancur berkeping-keping.

Perlahan Ica melangkah untuk mengambil HP-nya yang berada di atas nakas, begitu HP berada di tangannya di lihatnya nama sang mama terpampang di layar HP-nya. Ica berusaha menetralisir keadaannya sebelum menerima sambungan telepon dari sang mama, karena Ica tidak mau sang mama tahu keadaannya sebenarnya.

"Assalamualaikum, Ma" ucap Ica saat sambungan telepon terhubung

"Walaikumsalam, Nak. Gimana keadaan kamu sekarang?" tanya Sang Mama

"Alhamdulilah Ica sehat, Ma"

"Lalu gimana keadaan dua cucu Mama? Sehat juga?"

"Alhamdulilah, Ma. Mentari dan Senja sehat juga"

"Ohh syukurlah kalau begitu, sejak semalam perasaan Mama tak enak. Tiba-tiba kepikiran dengan kamu"

Ucapan sang mama membuat Ica merasa sesak kembali di dadanya, tapi untuk bercerita Ica belum berani. Apalagi dirinya belum mencari kebenaran yang sesungguhnya, Ica masih ingin mengumpulkan bukti-bukti atas pengkhianatan yang telah di lakukan oleh suaminya.

"Mungkin Mama hanya rindu pada kami, makanya kepikiran"

Setelah mengucapkan itu Ica berusaha untuk tertawa, agar sang mama percaya bahwa dirinya dalam keadaan baik-baik saja. Setelah berbincang-bincang cukup lama sambungan telepon pun di akhiri, Ica meletakkan kembali HP-nya di atas nakas.

Kemudian Ica kembali terduduk lesu di lantai, berkali-kali Ica menghela napas panjang untuk menghilangkan rasa sesak yang bergejolak di dalam dada. Entah apa yang harus di lakukannya sekarang, Ica belum tahu karena masih berkubang di rasa sesak dan sakit.

Terdengar suara bel di depan pintu utama, Ica yang berada di dalam kamar tentu mendengar suara bel itu. Bergegas Ica berdiri sembari mengusap air matanya, kemudian Ica keluar dari kamar sembari meraih tubuh bayi kecilnya yang dari tadi bermain sendiri di dala box bayi.

Saat hendak menuju ke depan Ica berhenti sejenak melihat ke arah kamar putri sulungnya, soalnya putri sulungnya tidak keluar kamar menemuinya dan adiknya. Ica menyeru nama putri sulungnya sembari membuka pintu kamar, tak ada sahutan karena ternyata putri sulungnya tertidur.

Sepertinya putri sulungnya kelelahan karena seharian beraktivitas di sekolah, sejenak Ica duduk di tepi ranjang sembari menatap lekat wajah putri sulungnya yang tidur dalam tenang. Seketika hatinya yang hancur berkeping-keping kini perlahan-lahan membaik, seperti ada sebuah kekuatan yang menyusup masuk ke dalam dirinya.

"Ya Allah bantu hamba, hamba percaya Engkau menguji setiap hamba-Mu di atas batas kemampuannya. Pasti hamba kuat untuk menghadapi masalah ini, ini bukan masalah pertama yang terjadi selama hamba hidup" ucap Ica ketika bayangan perselingkuhan suaminya kembali terlintas

Terpopuler

Comments

Jeni Safitri

Jeni Safitri

Lah tadi si pelakor sdh tunjukin bukti knp ngk di kirim ke hp kamu ica...

2024-10-04

0

Lisa Halik

Lisa Halik

hendra memang asal kali pemain wanita

2024-08-23

1

Ani Ani

Ani Ani

laki nya gila betina

2024-07-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!