Rumah

Mobil mewah hitam metalik perlahan menepi di depan sebuah rumah minimalis yang terlihat sangat modern. Rumah itu tampak asri dengan berbagai macam tanaman hias tumbuh di halamannya yang tak terlalu luas.

Sedikit empasan terdengar saat Rea menutup pintu mobil. Dilemparnya pandangan, lampu yang menyala pertanda suaminya sudah lebih dulu pulang.

Gegas Rea masuk dari pintu samping garasi tempat di mana ia memarkirkan mobil, tidak ditemuinya seseorang yang ia cari. Aroma harum masakan tanpa permisi menusuk indera penciuman, membuat Rea seketika mengulas senyum tipis di bibirnya. Mengerti jika itu suaminya yang sedang di dapur memasak makan malam untuk mereka.

Benar saja saat Rea muncul didapatinya pria dewasa yang tampan tinggi semampai sang belahan jiwanya sedang berkutat dengan peralatan memasak. Bukan sesuatu yang aneh dalam rumah tangga mereka Rea bersyukur punya suami pengertian.

“Hai, Sayang! Bu Dokter cantik baru pulang?” sapaan hangat saat pria itu menyadari kedatangan Rea di sana.

Seulas senyum melengkung di bibirnya yang seksi, perlahan pudar tatkala dilihatnya raut tak biasa dari wajah ayu wanita yang dicintainya.

“Re, Sayang? Kamu kenapa?” tanya pria itu lembut.

Rea tidak menjawab ia berbalik, berusaha menepis perasaan gundah di dada. Ia mendekati meja makan menaruh tas dan kemudian melepaskan rompi berwarna putih yang masih melekat di badannya.

Rea duduk sembari sesekali memutar dan menggelengkan kepala pertanda sedang mengusir lelah.

“Hei, kamu kenapa sih?” suara jenis bariton itu kembali terdengar.

Pria gagah yang rupawan itu mendekat seraya melepaskan cilemek yang masih ia kenakan.

Rea tersentak saat merasakan sentuhan lembut di pundaknya. Ia menoleh ke belakang, lalu tersenyum senjang. Kemudian dilihatnya pria itu duduk persis di hadapannya. Rea menatap dalam pada mata elang yang balas menatapnya sangat tajam.

“Re, Sayang! Ayo cerita!”

Rea tetap diam tanpa melepaskan sedetik pun pandangannya dari pria itu.

Setelah puas dibekap bisu.

“Dev, tadi aku bertemu Anna!” ucap Rea dengan nada datar yang sedikit ditekan.

Devan, ya, Devan. Meskipun pengkhianatan besar telah ia lakukan, tapi Rea berbesar hati memaafkannya. Devan datang bersujud di kaki Rea ia memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulangi lagi kesalahan yang sama hanya mencintai satu wanita saja yaitu Rea.

Devan menunjukkan keseriusannya dengan mengajak Rea pindah dari kota tempat tinggal mereka sebelumnya. Dengan begitu artinya Devan dan Anna tidak akan pernah bertemu. Artian lainnya adalah Devan ingin meyakinkan Rea bahwa ia sama sekali tidak mencintai Anna.

Wajah Devan berubah serius, entah kenapa genggaman tangannya pun melemah.

“Re, aku benar-benar tidak tahu tentang itu.” Devan meyakinkan Rea lewat sorot matanya.

“Kenapa wanita itu muncul lagi setelah kita bahagia dan hidup tenang?” nada bicaranya sedikit tinggi.

Merasa sensitif saat mendengar nama Anna. Pria dengan garis rahang yang terlukis sempurna itu frustrasi, merasa takut jika kehadiran Anna kembali mengingatkan Rea pada kesalahan masa lalunya yang berujung pada retaknya keharmonisan rumah tangga mereka.

Sesaat Rea alihkan pandangan dari Devan yang terlihat mulai panik, Rea menatap pintu kamar putri mereka yang letaknya tidak jauh dari sana. Takut suara Devan membangunkan buah hati mereka.

Devan tersadar, aksinya tadi bisa saja membuat Rea kian marah.

“Re, maaf!” ucap Devan menyesal.

Rea menghela napas, dikuatkannya genggaman tangan yang tadi nyaris terlepas.

“Aku tidak menuduhmu macam-macam, aku juga tidak mengatakan kamu dalang di balik kembalinya Anna. Dev, aku hanya takut. Takut kejadian di masa lalu terulang kembali,” ucap Rea lemah.

Setidaknya sepenggal kalimat tadi berhasil membuat Devan merasa jauh lebih tenang.

“Sayang, maaf. Kupikir diammu curiga aku yang meminta Anna datang ke mari.” Devan menghela napas dalam.

“Re, kamu bisa periksa ponselku kalau tidak percaya. Aku dan Anna tidak pernah lagi berkomunikasi.”

Gegas Devan merogoh kantong celananya yang panjang, bahkan pria itu masih mengenakan kemeja kerjanya.

Sebelum Devan menyerahkan ponselnya Rea sudah lebih dulu menggelengkan kepala.

“Tidak, Dev. Aku percaya padamu,” tolak Rea.

Mengingat tadi ekspresi Anna sama terkejutnya saat mereka bertemu, Rea mengartikan wanita itu juga tidak tahu kalau sebelumnya ia dan Devan berada di kota yang sama.

“Maafkan aku, Dev. Aku berlebihan.” Rea merasakan mata dan wajahnya memanas. Tanpa ia sadari bulir bening luruh dari telaga cokelatnya yang indah.

Dev berdiri dari duduk untuk mendekati Rea segera ia memeluk tubuh ramping wanita yang sangat dikasihinya itu. Rea yang juga semampai membuat Devan dengan mudah mendaratkan ciuman di keningnya.

“Percayalah, Re. Kesalahan itu tidak akan pernah aku ulangi. Aku tidak ingin jatuh untuk yang ke dua kalinya di lubang yang sama. Kehilanganmu adalah mimpi terburuk dalam hidupku,” bisik Devan meyakinkan.

Rea mengangguk. Dilerainya pelukan Devan. Berusaha mengusir canggung yang tadi sempat ia ciptakan.

“Apa makanannya sudah jadi? Kamu masak apa, Dev?” tanya Rea mengambangkan senyum.

“Kesukaanmu,” jawab Devan singkat.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja ia kembali ke meja belakang dan gegas membawakan dua mangkuk sup lengkap dengan nasinya.

“Ini untukmu, Ratuku,” ucap Devan menyuguhkan sup yang masih mengepulkan asap di atasnya.

Rea berbinar melihat sup panas dihidangkan di hadapannya.

“Hanya dua mangkuk?” tanya Rea menautkan dua alisnya yang runcing.

Devan tersenyum.

“Tuan putrimu sudah makan tadi,” jawab Devan sembari menyerahkan sendok dan garpu.

“Makanan instan lagi?” sela Rea sembari meniup kuah sup di sendoknya.

Senyum simpul di bibir Devan menjawab segalanya.

“Ayolah, Dev. Jangan kasih dia makanan instan lagi, sudah berapa kali aku katakan makanan instan memicu berbagai penyakit,” oceh Rea.

“Iya, iya. Hanya kali ini.” Devan menurut.

“Pantas saja Airin senang kalau ditinggal sama aku, sama kamu banyak aturannya,” gumam Devan.

“Apa?” sela Rea yang tadi mendengar jelas kata-kata Devan. Matanya melotot nyaris jatuh ke lantai.

“Hehehehe, bercanda,” elak Devan sambil menuangkan air ke dalam gelas Rea.

“Ngomong-ngomong, supnya enak. Terasa lebih nikmat di makan saat hujan begini,” tidak sungkan Rea melayangkan pujian.

“Sungguh supnya enak?” tanya Devan.

“Hm,” angguk Rea sambil melahap sup di mangkuknya.

“Berarti kamu harus membayar mahal untuk sesuatu yang enak,” sambung Devan enteng.

“Berapa harus kubayar Pak Koki?” jawab Rea melirik dengan ekor matanya.

“Tentu dengan yang enak-enak pula!” bahkan kali ini terdengar jauh lebih enteng. Kata-kata Devan tadi diiringi tawa yang terdengar menggelitik.

“Hahahaha, selalu saja seperti itu.” Rea mencibir.

“Habis ini kamu langsung mandi, yaa. Tadi sudah aku siapkan air hangat untukmu di dalam,” Devan mengedipkan sebelah matanya diiringi senyum kemenangan yang terlukis di wajahnya.

Rea menghela napas panjang mendengarkan. Belum lagi penatnya hilang ia harus dihadapkan kembali dengan aktivitas yang akan menguras banyak tenaga. Setidaknya sekarang perutnya sudah tidak lapar lagi, Devan memasak sup enak untuknya tadi.

“Aku mencintaimu, Dev!” ucap Rea bergumam, sementara ia terus menyeruput kuah sup di sendoknya.

“Aku juga mencintaimu, Re,” sahut Devan yang mendengar jelas kata-kata Rea tadi.

Untuk sesaat tatap mereka terkunci di satu titik yang sama sebelum akhirnya saling melukis senyum di bibir masing-masing.

Terpopuler

Comments

Yuli a

Yuli a

kan... tetep aja inget penghianatan Dev, meskipun devan nggak nglakuin apa apa. tetep rasa curiga Medan sakit hati masih ada.

2024-10-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!