Gak boleh pacaran

"Kenapa sama kaki lo?" tanya Haga melihat Zizi berjalan tertatih.

"Bukan urusan lo." sahut Zizi ketus. Gadis itu membuka pintu kulkas. Mengambil air lalu menuangkannya ke dalam gelas.

Haga terdiam, Pria itu kembali ke layar laptop memantau keuangan usaha bisnisnya.

Zizi meletakkan gelas ke dalam wastafel, mengambil roti di atas meja mengoles selai dengan rasa coklat di atasnya lalu mencomotnya. Keduanya sama sama diam dan fokus pada pikiran masing masing.

Pagi pagi begini lebih baik memulai paginya dengan baik. Zizi menelan roti di tangannya yang tinggal segigit.

Haga mengambil ponsel yang ia letakkan di sampingnya, menekan sesuatu hingga suara pesan masuk di ponsel Zizi. Haga kembali meletakkan ponselnya. Sementara Zizi langsung mengecek pesan masuk tersebut.

Di sana tertera sebuah pesan transferan masuk dengan 8 angka nol dibelakangnya. Seketika mata Zizi terbelalak.

"Gue udah transfer uang jajan lo." ucap Haga menoleh ke arah Zizi.

Zizi menatap Haga sekilas. "Tumben banyak banget." kata Zizi.

"Sekalian mau minta maaf karna nuduh lo."

Zizi menautkan alisnya. "Maksud lo?"

"Ternyata si Daren yang minjem motor gue waktu itu gak sengaja dia kecelakaan." jawab Haga.

Zizi ingin sekali menelan Haga hidup hidup. Sudah menuduh sembarangan eh taunya yang bawa temennya sendiri. Lagi pun dia cerita santai banget. Kayak gak punya dosa.

"Terserah lo lah." Zizi hanya bisa menahan rasa kesalnya. Toh semua juga sudah terjadi. Apalagi yang perlu diributkan. Namanya sudah terlanjur rusak dihadapan Haga.

Zizi hendak kembali ke kamarnya, lagian kakinya juga sakit. Mending di kamar aja menonton drakor toh hari ini adalah hari minggu.

"Zi. Lo gak marah sama gue." tanya Haga menatap Zizi yang turun dari kursinya.

"Percuma." balas Zizi sewot.

"Gue tebus kesalahan gue deh. Lo maunya kemana?" tanya Haga.

Zizi berdiri menatap Haga yang hari ini terasa aneh baginya. Alis Zizi tertaut. "Lo hari ini aneh banget. Tumben tumbenan ngajak pergi." tanya Zizi.

Haga mengendikkan bahu acuh. "Ya kalau mau sih. Hari ini gue gak kemana mana." balas Haga.

"Kaki gue sakit. Gue gak mau kemana mana tuh." balas Zizi.

Zizi berbalik dan keluar area dapur. Haga menghela nafas panjang. Dilihatnya punggung Zizi yang kecil menghilang dari balik tembok.

"Perempuan susah banget di bujuk." kata Haga. Pria itu memperhatikan kaki Zizi yang pincang. Sebenarnya kenapa kaki gadis itu. Sejauh ini Haga tidak pernah tau urusan wanita itu. Tapi kali ini pikirannya melayang tentang pacar Zizi. Mungkinkah Zizi bertengkar dengan pacarnya hingga kakinya keseleo ditendang oleh pacarnya. Kasihan sekali. Pikir Haga.

Ketika siang tiba, Haga masih stay di rumah. Hanya saja pria itu berada di sofa di ruangan tengah. Tetap fokus pada layar laptop yang terus menyala.

Tiba-tiba Haga merasa perutnya lapar. Pria itu menoleh ke arah jam pada dinding. Ternyata dia tidak menyadari kalau sudah siang saja. Kemudian menatap tangga. Tidak ada tanda tanda gadis itu keluar dari kamarnya.

Haga menurunkan laptopnya meletakkannya ke meja. Beranjak dari sofa menaiki tangga. Apa mungkin gadis itu setiap minggu akan seperti ini? Pikir Haga. Karena Haga setiap minggu akan pergi ke kafe memantau pekerjaannya. Sehingga pria itu tidak pernah tau apa yang dilakukan gadisnya di rumah kalau hari libur begini.

Tok tok tok

"Zi." panggil Haga. Tapi dari dalam gak ada sahutan.

Haga mencoba memutar handle pintu. Ternyata gak dikunci. Haga membuka pintu kamar Zizi bertepatan dengan gadis itu keluar dari kamar mandi. Tubuh gadis itu dibalut handuk yang memperlihatkan pahanya yang mulus. Seketika jakun Haga naik turun.

"Aaaaaa." teriak Zizi.

"Eh, sorry Zi. gue gak tau kalo lo lagi mandi." ucap Haga lalu buru-buru menutup pintu. Haga jadi salah tingkah. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pria itu kembali menuruni tangga.

Sementara Zizi langsung kicep ketika Haga sudah pergi dari kamarnya. "Dasar mesum." dumelnya kesal.

Gadis itu buru-buru mengganti pakaiannya. Lalu segera turun dari lantai. Terlihat rambutnya yang basah sengaja gak dikeringkan.

Haga dapat melihat Zizi yang datang. Haga lantas menaikkan ponselnya. "Mau pesen makan apa?" tanya Haga stay cool.

Zizi melirik dari tengah tangga. Tidak ingin menjawab. Serasa masih dongkol aja dengan sikap pria itu. Hingga tiba dan duduk di samping Haga yang tengah menatapnya.

"Biasanya makan nasi padang." celetuk Zizi.

Haga mengangguk saja, memesan makanan via online. Makanan padang yang di minta oleh istrinya itu.

"Tunggu sebentar lagi bakal di antar." ucap Haga lalu meletakkan ponselnya.

Zizi mengangguk lalu menyalakan tivi.

"Tumben lo gak ke kafe." tanya Zizi.

"Kenapa emang kalo gue maunya dirumah. Sekali kalilah temenin lo." ucap Haga menatap layar laptop.

Alis Zizi mengerut dalam. "Gue lihat kaki lo sakit. Jadi gue gak tega ninggalin lo." ucap Haga datar.

"Modus lo." balas Zizi. Tapi seneng juga sih sebenarnya. Pria itu sedikit respect padanya.

"Eh rambut lo basah Zi. Kenapa gak dikeringin dulu sih. Sofa gue jadi basah." baru saja di puji. Sikap Haga yang moneter kembali ke asal. Haga baru sadar kalau bantalnya basah saat menoleh.

Pria itu segera mengambil handuk kecil dari teras samping. Karena biasanya pria itu akan menjemurnya di sana. Mengusap rambut Zi yang basah dengan handuk kecil itu. Zizi terpana dengan kelakuan Haga yang gak bisa ditebak itu.

"Zi, kalau kaki lo sakit mending periksa ke dokter. Gimana besok lo pergi sekolah." Haga memulai obrolan.

Zizi menatap kakinya yang diperban. Sebenarnya sakit banget sih. Tapi lebih sakit hatinya ketimbang kakinya.

"Gak apa apa." balas Zizi pelan.

"Lo punya pacar?" tanya Haga yang gak dijawab sama Zizi.

"Lo berantem sama pacar lo?" tanya Haga. Pria itu dengan telaten mengusap rambut Zizi. Tanpa tau perasaan gadis itu. Kenapa pria itu justru bertanya Zizi tentang pacarnya? Sebagai suami apa dia tidak cemburu?

Pikiran Zizi berkecamuk.

"Zi, denger gak gue ngomong." tanya Haga di balik punggung Zizi.

"Denger kok." balas Zizi.

"Terus kenapa gak dijawab. Kalau lo memang dilecehin sama pacar lo, gue bakal tendang pacar lo hingga babak belur." ucap Haga.

"Gak perlu." balas Zizi. Karna yang membuat begini juga elo. Batin Zizi

"Udah." Haga menghentikan usapan tangannya. Menjemurnya kembali ke jemuran di samping rumah.

Bertepatan dengan itu pesanan yang dipesan Haga juga datang. Pria itu mengambil dua sendok dan dua piring meletakkannya di meja makan.

"Yuk makan. Makanannya udah ada di meja." ajak Haga di ambang pintu dapur.

Zizi mematikan tivi lalu menyusul Haga yang berada di meja makan.

Zizi menatap makanan itu dengan mata berbinar. Masakan padang ini kesukaan dia banget. Zizi menyantapnya dengan tangan.

"Gak pake sendok Zi?" tanya Haga mengangkat sendoknya.

Zizi menggeleng. "enaknya seperti ini." zizi mengangkat tangannya yang sudah dicuci. Keduanya makan dalam diam menikmati makanan mereka.

Hingga makanan tandas. Zizi langsung pergi ke wastafel mencuci tangannya tidak lupa membereskan piring. Haga bersandar pada pinggiran meja dapur seraya menenggak minumannya.

Sesekali pria itu memperhatikan tangan Zizi yang sedang mencuci piring.

"Sebenernya lo boleh kalau gue punya pacar?" tanya Zizi sesekali melirik pria yang stay di sampingnya.

"Heh, lo masih kecil Zi. Gak boleh pacaran. Lo lihat sendiri kan kaki lo seperti itu karna pacar lo. Secepetnya aja lo putusin dia." Ujar Haga. Kemudian pria itu keluar dari dapur.

Zizi mengelap tangannya yang basah dengan lap yang tergantung di hadapannya. Kemudian menunduk menatap kakinya yang masih diperban.

"Lo gak tau aja Ga, semuanya gara gara lo. Lo bilang begitu, apa gak ada rasa sedikit sama gue." gumam Zizi.

Kemudian Zizi keluar dengan membawa segelas jus buah naga.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!