Zizi menulis keperluannya yang begitu banyak sampai sampai Haga merasa pening sendiri. Tapi Haga tetaplah Haga, si manusia yang gak mau menyerah.
Sebaliknya dari kampus, pria itu membelokkan mobilnya ke mall. Sekalian saja dia membeli kado buat sepupunya yang katanya ulang tahun weekend ini.
Masuk ke dalam toko yang menjual banyak pernak pernik. Di sana Haga memilih milih barang. Entahlah perempuan biasanya suka apa, Haga juga tidak mengerti. Tapi kata pelayan, biasanya wanita suka yang lucu lucu. Haga melihat sebuah bando yang menurutnya lucu. Ia pun mengambil satu, tapi sebuah tangan mendahului mengambilnya. Seketika Haga hendak marah tetapi ia tahan karna ternyata yang mengambil itu Dewi.
"Dewi!" celetuk Haga.
Si perempuan pun menoleh. "Haga!" Dewi tersenyum. Haga tercengang. Wanita itu tetap saja manis apalagi kalau tersenyum seperti itu.
"Bandonya lucu." puji Dewi pada bando yang diserobotnya.
Haga mengangguk. Melirik bando yang berada di tangan Dewi. "Kamu suka?" tanya Haga.
Dewi mengangguk. "Suka karna lucu." balasnya.
"Aku beliin buat kamu."
"Eh, gak perlu. Aku bisa bayar sendiri." Ucap Dewi menolak. "Ngomong-ngomong kamu sendiri mau beli apa?" tanya Dewi melirik Haga yang diam.
"Beli kado buat sepupu yang ulang tahun."
Dewi mengangguk. "Aku juga mau beri hadiah sama keponakanku."
Wanita itu pun memanggil pelayan dan memintanya membungkus bando itu. Setelah pelayan membawanya untuk di bungkus Dewi melihat ke barang yang lain. Haga mengikuti wanita itu.
"Kamu masih saja tetap cantik." puji Haga pada Dewi.
Dewi merespon dengan senyuman. "Sudah tiga tahun kamu masih saja memujiku." balas Dewi.
"Ya karna memang begitu." haga tidak punya kata kata lagi memang untuk memuji wanita yang menjadi kesayangannya dulu.
"Andai kamu gak minta putus. Mungkin saat ini yang menjadi istriku adalah kamu." gumam Haga pelan. Tapi pendengaran Dewi tetap saja masih bisa dengar.
"Heh, apa?" tanya Dewi berpura pura.
"Gak apa apa." Haga mengalihkan penglihatannya ke lain arah.
"Maaf Ga, mungkin kita tidak berjodoh." Dewi menunduk.
"Gak perlu minta maaf. Semua udah jalannya." Haga melihat pelayan datang, ia pun terdiam.
"Silahkan nona." kata pelayan itu memberikan bingkisan kepada Dewi. Dewi menerimanya. Kemudian melirik Haga. "Ga, aku duluan." ucap Dewi.
Haga mengangguk. Menatap punggung wanita yang dulu menjadi kekasihnya menghilang ke dalam kerumunan.
Seperginya Dewi, Haga menghembuskan nafas panjang. Masih saja mengharapkan wanita yang pernah mengisi relung hatinya saat dulu.
"Mas, ada yang bisa saya bantu." seorang pelayan mengalihkan renungan Haga. Pria itu menoleh ke arah pelayan lantas mengangguk. "Bantu saya carikan hadiah buat ulang tahun." ucap Haga.
"Baik." sahut pelayan itu.
Pelayan itu pun mengeluarkan barang barang yang menurutnya cukup unik. Karena dari cerita sang pelanggan. Kado yang di minta adalah kado buat seorang cewek. Haga melihat semua barang itu. Dan pilihannya jatuh pada sebuah gelang yang menurutnya lucu. Pria itu pun membayar tagihannya.
Haga memutar langkahnya menuju ke toko swalayan. Di sana pria itu mengambil barang barang yang ditulis Zizi. Pria itu awalnya cuek cuek saja. Hanya barang yang tidak terlalu penting menurutnya. Tapi setelah berada di rak bagian pembalut mendadak pria itu terdiam. Menoleh ke sana kemari seperti pencuri. Melihat sekeliling kalau rak yang saat ini tempatnya berdiam tidak dilewati orang. Tangannya mengulur mengambil satu pembalut secara acak dan memasukkannya ke dalam keranjang lalu menutupinya dengan kapas.
Pria itu segera menjauh dari rak yang sangat terkutuk itu. Pria itu bernafas lega ketika tidak ada orang yang melihatnya. Hanya saja dia merasa sangat menyesal ketika menuruti kemauan Zizi.
"sial." umpatnya kesal. Pria itu menatap dua kantong ukuran yang besar. Keperluan wanita itu ternyata sangat banyak. Tidak seperti dirinya yang menurutnya simple.
Haga memasukkan kedua kantong itu ke dalam bagasi. Melajukan mobilnya pulang ke rumah.
Begitu tiba dirumah. Hari sudah mulai gelap. Zizi tampak bersantai di sofa di ruang tengah sedang memainkan ponsel.
Pria itu datang menghampiri lalu meletakan dua kantong ukuran besar di sofa di samping Zizi. Membuat wanita itu menoleh.
"Nih, permintaan lo." balas Haga datar.
"Eh, sudah pulang." Zizi tersenyum. Kemudian pria itu masuk ke dapur mengambil air dan menenggaknya.
Sementara Zizi langsung membuka kantong yang berisikan keperluan dirinya. Meneliti barang barangnya yang mungkin ada yang kurang. Zizi manggut manggut tampak senang.
"Ini nih yang namanya suami pengertian." balas Zizi ketika pria itu sudah keluar dari area dapur dan hendak menuju lantai dua. Namun sebelum menaiki tangga, Haga melewati ruangan tengah sehingga pria itu pun melewati Zizi.
"Heh,"
Zizi tersenyum puas. Apalagi bisa membuat harga diri seorang Haga turun hanya dengan membelikan beberapa barang yang menurutnya aneh.
Haga menaiki tangga, lalu matanya melirik ke arah bawah dimana gadis itu cekikikan seorang diri.
**
"Lo ntar malem jadi pergi ke pestanya si populer itu Zi?" tanya Dian. Keduanya sedang menikmati segelas kopi kap. Mereka sedang bersandar pada sandaran pembatas di lantai dua kelasnya. Dari lantai tersebut mereka dapat melihat bawah dimana Samuel sedang berlatih basket di lapangan.
"Kenapa enggak sih. Bagaimanapun kita harus menghargai undangan dia yang menurut gue secara khusus kepada kita."
"Ce ileh, khusus. Kita kan gak terlalu kenal sama dia." cibir Dian.
Zizi mengendikkan bahu acuh.
"Ngomong-ngomong si Samuel keren banget." ucap Dian. Gadis itu mengalihkan pandangannya menuju Samuel yang berhasil memasukkan bolanya ke dalam ring.
Zizi mengikuti arah pandang Dian menatap Samuel yang memang benar kata Dian. Samuel terlihat sangat keren.
Sementara di bawah Samuel langsung mendongak le atas.
"Sam." pekik teman yang lainnya. Sehingga Sam harus kembali fokus menangkap bola.
Jam istirahat selesai. Terdengar suara bel berbunyi. Semua siswa berhamburan masuk ke dalam kelas. Begitu juga Zizi dan Dian. Keduanya masuk ke kelas mengikuti pelajaran selanjutnya.
"Kita ke salon sekalian Zi." ucap Dian ketika sudah berada di parkiran hendak menuju mobil mereka masing masing.
"Salon yang mana?" tanya Zizi.
"Tante gue ada. Kita ke pestanya Nisa bareng aja."
"Oke."
Kedua sahabat itu pun menuju salon yang ditunjuk Dian. Di sana langsung di sambut tante Rina.
"Dian, tumben mau ke sini?" ucap Tante Rina melihat keponakannya yang tumben tumbenan mau datang. Padahal Dian ini susah banget kalau di ajak ke tempat tantenya itu.
"Mau ke pesta tan." balas Dian tersenyum menampilkan gigi putihnya.
Tante Rina mengangguk. "Tan, ini sahabat aku loh. Kenalin namanya Zizi." Tidak lupa Dian memperkenalkan Zizi kepada tantenya itu.
Tante Rina tampak memperhatikan Zizi. Zizi tersenyum seraya mengulurkan tangan kanannya. Tante Rina menyambutnya seraya mengingat ingat wajah Zizi yang tampak familiar.
"Zizi tante." ucap Zizi memperkenalkan diri.
"Rina, tantenya Dian." balas sang tante ramah. "Sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya. Iya gak sih?" tanya tante tanpa melepas tautan tangan mereka.
"Dimana tante.?" tampak alis Zizi mengerut.
Tante Rina tampak berpikir sejenak mengingat ingat di mana mereka pernah bertemu. "Di......hotel. Bener gak. Waktu itu kalau gak salah kamu menikah." tebak tante Rina.
Zizi membeku. "Siapa yang menikah tante?" celetuk Dian yang berdiri di samping Zizi.
Tante Rina melepas tautan tangan dengan Zizi. Lalu menunjuk Zizi. "Ini temanmu. Bener gak Zi?" tanya Tante Rina menatap Zizi.
Zizi menoleh wajahnya tampak pias. "Zi, kamu sudah menikah?" tanya Dian penasaran.
Zizi kembali menatap sang tante, tersenyum canggung menampakkan gigi putihnya. "Ah tante salah kali." Zizi mengedip ngedip agar si tante itu tidak bercerita lebih banyak. Tapi nyatanya si tante tidak terlalu paham.
"Enggak salah. Beneran dia kok. Eh gimana sekarang Zi. Masih langgeng kan sama suami kamu?" tanya tane Rian riang. Dian mendadak cengo. "Dulu kamu nangis nangis minta di anter pulang. Ketika sudah sah akhirnya kamu mau juga." ucap tante yang gak peduli dengan sekitar.
Menikah?
Zizi?
Banyak pertanyaan yang menyangkut di kepala Dian saat ini.
"He he. Iya tante. Tapi tan, kita kapan riasnya ya. Soalnya udah keburu malem takut telat." Zizi melirik ke samping melihat Dian yang tanpa berkedip memandangnya. Pasti sahabatnya itu minta penjelasan darinya. Jadi ia buru buru menyadarkan tante Rina agar segera bertindak dan tidak lagi banyak bertanya soal kisahnya.
"Eh iya." Tante Rina menoleh ke luar jendela kalau hari sudah mulai gelap. Wanita paruh baya itu pun membawa ke sebuah ruangan yang agak ke dalam. "Ayo masuk." ajak tante Rina.
Zizi melangkah lebih dulu tak lama Dian mengikuti masuk. Tampaknya Dian terlihat marah. Karena sejak tadi tante menyinggung pernikahannya gadis itu menatapnya curiga.
Satu jam berlalu, keduanya pun selesai berdandan.
"Wah cantik sekali kalian." Zizi tersenyum puas. Begitu juga Dian. Mereka sama sama cantik.
"Tante tinggal ya." ucap tante Rina lalu meninggalkan keduanya di dalam ruangan.
Kesempatan bagi Dian bisa bersama Zizi. Dian pun menatap Zizi penuh selidik.
"Zi, lo beneran udah nikah?" tanya Dian. Tatapan matanya tampak kecewa, kesal dan sedih bersatu dalam rasa yang entahlah. Tapi saat ini tatapan mata Dian terlihat sangat tajam.
"Sebagai sahabat tentunya gue merasa kecewa Zi."
Zizi menunduk dengan kedua tangan saling bertaut. "Ceritanya panjang Di. Gue gak bisa cerita sama lo sekarang." balas Zizi merasa bersalah. "Maaf Di."
"Gue gak mau permintaan maaf lo. Yang gue mau lo berutang penjelasan sama gue." balas Dian.
"Oke. Kita pergi ke pesta dulu besok adalah minggu. Gue bakalan cerita apapun sama lo."
Dian mengulurkan jari kelingkingnya. "Janji Zi. Lo gak boleh rahasiain sendirian. Jika lo nganggep gue sahabat lo. Tapi jika gue lo anggep bukan sahabat lo lagi mending kita gak usah ketemu lagi." ucap Dian.
Wajah Zizi berubah pias. "Astaga Di. Lo kok gitu amat sih. Kita udah berkawan sejak kita masuk SMP. Sudah berapa lama kita berteman Di."
"Ya makanya lo janji buat ceritain ke gue. Kita saling berbagi rasa sedih kita rasa suka kita. Tapi kenapa lo nikah gak bilang bilang. Kecewa gue." Dian tampak cemberut.
Zizi menautkan kelingkingnya dengan kelingking Dian. "Gue janji. Tapi wajah lo jangan cemberut gitu dong. Jelek ih." ledek Zizi.
Dian tampak menampilkan wajah cerianya lagi. "Oke. Siapa juga yang jelek. Cantik begini." Dian bercermin.
"Yok berangkat." Zizi menarik tangan Dian.
"Tante makasih ya...." pekik Dian seraya keluar dari butik.
Tante Rina keluar dari kantornya. Melihat tingkah keduanya membuat wanita paruh baya itu menggeleng pelan.
"Dasar bocah." gumamnya pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕
masih nyimak
2024-07-21
1