sahabat

Pagi yang cerah itu keadaan di ruang kerja Rama dalam keadaan tegang. Taufik putra pertamanya datang untuk menemuinya. Dengan keadaan sudah berseragam rapi sekolah menengah atas.

Rama dengan santainya masih terlihat fokus pada koran yang dibaca olehnya. Belum ada pembicaraan di antara anak dan ayah itu.

“Kemana mama pergi?” tanya Taufik memulai pembicaraan.

Rama menghela napas kecil. Seperti dugaannya anak itu pasti akan menanyakan pertanyaan tersebut. Melihat papanya tidak menjawab dan masih fokus membaca koran membuat Taufik mengepalkan tanganya kesal.

“Papa aku bertanya kemana mama pergi?” ucap Taufik sekali lagi dengan nada suara menahan emosi.

Akhirnya Rama meletakan koran di tangannya lalu bersandar kesal pada kursi sofa menatap datar pada putranya.

“Kamu sudah tau dia akan pergi lalu sekarang apa?” ujar Rama.

“Tapi kenapa secepat ini pasti ada sesuatu yang salah.” sahut Taufik tidak percaya.

“Semunya sudah salah semenjak dia berselingkuh dengan pria itu!” teriak Rama sembari melonggarkan ikatan dasinya.

“Lagipula jika kamu tau dia akan pergi kenapa tidak ikut saja denganya? Kamu sendiri yang sudah memutuskan.”

Taufik menelan ludah pelan. “Aku tau semuanya terjadi bukan hanya kesalahan mama karena bersama dengan pria itu.”

Setelah mengatakan itu Taufik beranjak pergi meninggalkan ruang kerja papanya dengan perasaan kesal. Dia tau pasti tidak akan mendapat kejelasan dari papanya.

“Anak itu pagi-pagi begini sudah membuatku kesal saja, gumam Rama mengambil korannya kembali.

Saat keluar ruangan papanya. Taufik bertemu dengan pembantu baru itu. Dia memperhatikan pembantu baru itu seperti tidak asing baginya. Sepertinya dia pernah melihat wanita itu.

Merasa di perhatikan oleh Taufik pembantu itu tersenyum sopan. “Saya pembantu baru di sini Tuan muda. Saya ingin mengantarkan kopi untuk Tuan besar.”

Taufik hanya menganggukan kepalanya lalu berjalan pergi. Tyas menatap sesaat pada anak sulung bossnya itu. Sepertinya anak itu agak dingin sikapnya. Dibanding dengan adiknya.

Tyas akhirnya masuk untuk mengantarkan kopi ke dalam ruangan tuan besar. Dia melihat tuan besar sepertinya sedang membaca koran.

“Saya mengantarkan kopi untuk Tuan,” seru Tyas

lalu meletakan kopi tersebut di atas meja.

“Ah iya” balas Rama masih sibuk dengan koranya.

Karena melihat Tyas yang belum pergi juga akhirnya Rama menatap pada pembantu itu. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan.

“Apa ada hal lain yang ingin kamu katakan?”

Tyas tersenyum gugup. “Begini, saya ingin berterima kasih karena Tuan sudah menyekolahkan Aruna.”

“Sudah berapa kali kamu berterima kasih padaku soal itu. Aku harap putrimu dapat belajar dengan baik.”

“Semoga saja Tuan. Berkat kebaikan tuan putri saya berkesempatan untuk sekolah. Saya tidak tau harus bagaimana membalas kebaikan Tuan,” tutur Tyas dengan wajah bahagia.

“Baik tuan.”

Rama tersenyum tipis. “Bekerja dengan baiklah di sini. Aku akan sangat menghargai itu.”

*****

Beberapa minggu kemudian......

“FAHRI. FAHRI...,” panggil Aruna tersenyum geli memainkan kedua jarinya seolah berjalan di atas selimut milik cowok itu yang masih terlelap tidur.

“Ayo bangun nanti kita telat.”

“Hmmmm. Lima menit lagi aku akan bangun,” sahut cowok itu di balik selimutnya.

Raut wajah Aruna langsung berubah jengkel. Dia menepuk badan Fahri kesal. “Makanya kalau main game itu jangan sampai larut malam. Begini jadinya. Sekarang ayo bangun!”

“Sebentar lagi kumohon.”

“Tidak ada tawar-menawar sekarang ayo bangun.” Aruna menarik selimut milik Fahri.

Cowok itu masih saja tidak bergeming. Kalau sudah begini hanya ada satu cara untuk membuatnya terbangun. Aruna tersenyum jahil.

Aruna berjalan mendekati tirai gorden dan membuka semua tirainya sehingga cahaya matahari yang cerah pagi itu menembus masuk melalui jendela kaca.

Fahri paling tidak tahan kalau ada cahaya terang seperti itu jika sedang tidur. Pasti dia akan terbangun dan Aruna tau betul itu. Dengan terpaksa cowok itu bangun. Dia menatap sebal pada Aruna yang tertawa kecil tanda kemenangan.

“Sekarang ayo cepat mandi,” perintah Aruna lalu berjalan meninggalkan kamar Fahri.

Aruna menemui ibunya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi. Aruna ikut membantu menaruh masakan itu di atas meja.

“Apa tuan muda sudah bangun?”

“Iya Bu, sekarang dia terlalu sering begadang jadi susah untuk dibangunkan. Tapi itu bukan masalah karena aku tau cara ampuh untuk membuatnya bangun.”

“Jangan terlalu kasar padanya. Ibu tau kamu dan dia sangat akrab tapi bagaimanapun dia tetap majikan kita.”

Aruna terdiam sesaat tersenyum masam lalu menaruh masakan yang masih menggantung ditanganya ke atas meja.

“Oh iya, Aruna tolong antarkan seragam tuan muda. Ibu lupa menaruh di kamarnya semalam.”

“Baik Bu,” sahut Aruna segera pergi mengambil seragam milik Fahri di kamar mereka lalu mengantarkan ke kamarnya.

“Fahri aku menaruh seragammu di atas kasur,”

teriak Aruna segera berlalu pergi.

Pagi ini Aruna sarapan di kamar mereka. Kata ibunya jika ingin makan harus di kamar mereka. Pernah satu kali dia makan bersama dengan kelurga ini karena hari itu acara ulang tahun Fahri. Dan Aruna harus menerima ocehan ibunya karena menganggapnya tidak sopan.

Lebih kurang sudah sebelas tahun dia tinggal di sini dan Aruna harus mematuhi apa yang namanya batasan antara majikan dan pembantu. Ibunya selalu menekankan itu pada Aruna.

Tapi terkadang batasan itu hilang saat Aruna bersama dengan Fahri. Cowok itu tidak menganggapnya sebagai anak dari pembantu di rumahnya. Aruna merasa Fahri lebih menganggapnya sebagai seorang sahabat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!