"Iya Bu, Alana yang transfer." Alana sampai memasang senyum yang lebar. Mengangkat panggilan dari ibunya meski sedang berkendara. Iya, Motor matic yang di tumpangi berjalan perlahan, membelah jalanan kota untuk menjemput Leon di sekolah.
Setelah dari ATM dia benar-benar kutar ketir sendiri, langsung pulang memberikan uang yang di minta ibu mertuanya, bahkan memberi suaminya uang sejumlah yang sama yang katanya untuk berobat dan untuk keperluan lain. Dan kini dia langsung keluar lagi untuk menjemput anaknya mengingat waktu sudah hampir jam sepuluh.
Karena tak ingin telat menjemput Leon Alana sampai harus menerima penggilingan dari ibu nya sendiri sambil mengemudi, biar tidak memakan waktu. Mengemudi motor nya dengan perlahan, dengan menyelipkan ponsel di balik helm nya.
"Maaf jumlahnya memang sedikit Bu, Alana hanya ingin berbagi sedikit hasil kerja Alana." lirih Ana lagi, jika ibu mertuanya saja ia berikan hadiah kenapa ibu nya sendiri tidak. Dia ingin memberikan kebahagiaan untuk semuanya, sampai tak pernah memikirkan untuk kebaikan nya sendiri. Baginya, jika orang terdekat nya bahagia dia juga ikut bahagia.
"Besar kecilnya Ibu tak peduli, Nak. Ibu berterima kasih banyak. Hanya saja, akan sampai kapan kau seperti ini, kau yang setiap hari bekerja keras sedangkan suami mu hanya duduk diam di rumah."
Ibu Alana, merasa kasihan. Bukan ingin mempersedih keadaan putrinya. Hanya saja putrinya terlalu baik, tidak bisakah dia meminta suaminya itu untuk bekerja, nafkahi dia dan putra mereka, bukan hanya duduk manis menikmati hasil kerja putrinya saja.
"Ibu, Mas Fahri kan sakit. Tidak apa-apa kok, Alana masih mampu untuk bekerja. Alana tidak tega melihat keadaan Mas Fahri , jika memaksakan untuk bekerja keadaan tidak akan membaik."
"Itu hanya alasan saja, Nak. Bertahun-tahun, masa suami mu terus sakit tak mampu apa-apa. Sekali sakit pasti ada sembuh nya kan?" Ibu Alana semakin kesal, selalu saja putrinya itu menutupi kekurangan suaminya padahal dia tahu betul penyakit menantunya tidak separah itu sampai tak bekerja menafkahi keluarga nya sama sekali.
"Iya, Bu. Doakan saja semoga Mas Fahri cepat sembuh." Ana menjawab singkat, menanggapi sentimen ibunya dengan tenang. Perkataan ini sudah biasa dia dengar, dan kata itu pula yang selalu dia lontarkan.
Panggilan dengan sang Ibu berakhir, Alana bermaksud kembali mengambil ponsel yang di selipkan tadi dan menyimpan nya, namun naas, bukannya tersimpan, ponsel itu malah jatuh saat sebuah mobil mewah yang melaju di belakangnya membunyikan klakson nya dengan begitu keras. Dia terkejut, baru sadar kalau sekarang dia bukan di tepi jalan lagi melainkan menghalangi jalan orang.
Klakson itu kembali berbunyi seolah memberi isyarat agar Alana tidak menghalangi jalan, dan saat Alana menepi dia baru tersadar ponselnya yang jatuh tadi mungkin sekarang ada di bawah mobil mewah itu, dan detik selanjutnya terlihat jelas kalau ponselnya sudah ringsek tergilas ban mobil nya.
"Oh tidak, ponsel ku." Alana sampai menatap nanar ponselnya. Langsung turun dari motor dan mengambil ponselnya yang sudah tak berupa. Jangankan menyala, bentukannya pun sudah pecah belah menjadi beberapa bagian. "Astaga....!"
Sang pengemudi mobil yang melihat dari pantulan kaca spionnya sampai berdecak. Bisa-bisanya di saat dia sedang buru-buru selalu saja ada tragedi yang terjadi. Dia sampai harus menghentikan perjalanan nya untuk memastikan keadaan bahkan mengakhiri panggilan telepon nya dengan sang Mommy.
"Kenapa Victor?" Seseorang di balik sambungan telepon lelaki itu sampai kaget, ada apa gerangan yang terjadi pada putranya.
"Tidak apa-apa, Mom. Hanya ada sedikit tragedi. Sudah dulu, aku akhiri telepon nya."
"Iya, tapi ingat ya. Kau harus mampir ke rumah Mommy."
"Iya, Mom."
Lelaki itu sampai melonggarkan dasinya, melipat lengan kemejanya sampai sikut sebelum benar-benar keluar dari mobil. Sungguh hari yang sial. Lepas dari omelan sang Mommy, kini malah membuat masalah dengan orang lain. Iya, walau sebenarnya ini bukan murni kesalahan. Kalau saja wanita yang tadi ada di depannya bisa berhati-hati, ponselnya tidak akan jatuh dan diapun tidak mungkin melindas nya.
"Berapa harga ponselnya? Biar saya ganti." Lelaki itu langsung to the poin mendekat menghampiri wanita itu. Tak ingin berdebat mengingat dia sedang buru-buru.
Alana, yang tengah mengumpulkan pecahan ponselnya langsung menoleh. Lekas berdiri masih tak berkata-kata. Dalam hatinya berpikir. Begitu mudah ya untuk orang kaya menyelesaikan masalah.
Lelaki itu sendiri malah kebingungan, kenapa malah mematung. "Cepat katakan, butuh berapa untuk mengganti ponselnya, saya sedang buru-buru." ucapnya lagi meminta kepastian. Dasar mahasiswa jaman sekarang. Tak bisa berhati-hati dan saat sudah celaka tak bisa di ajak bicara.
Alana sendiri berusaha untuk bicara, namun bingung memulai nya bagaimana. Lelaki yang berdiri di depannya ini terlihat begitu berwibawa, bukan hanya mobilnya yang mewah, style yang di kenakan nya juga terlihat jelas kalau itu barang-barang mahal. Jika mengingat ponselnya yang seharga dua juta pasti bagi orang ini bukan apa-apa.
Hanya saja, bukan masalah harganya, tapi isi dari ponsel itu sendiri yang begitu berharga, begitu banyak data, begitu banyak memori, dan sekarang harus remuk begitu saja, rasanya belum rela.
"Maaf..." Alana sampai bingung harus memanggil orang ini bagaimana, haruskah panggil, bapak, Tuan, om, atau mungkin mas. Meski ingin protes, setidaknya dia harus memanggilnya dengan sopan. Jika melihat dari postur tubuhnya, sepertinya dia seumuran dengan mas Fahri, hanya saja lelaki ini lebih tinggi bahkan lebih berisi.
"Ini memang ponsel murah tapi masalahnya isinya lebih penting." ucap Ana dengan ragu. Iya, terima kasih jika ingin menggantinya, hanya saja hatinya masih kesal karena ponselnya rusak dalam sekejap.
"Oke aku minta maaf. Tapi ini juga bukan murni kesalahan saya karena kamu juga yang tidak hati-hati. Sekalipun harus mengembalikan ponsel ini menjadi seperti semula itu tidak mungkin. Jadi biar saya ganti rugi."
Lelaki itu masih berusaha bicara normal mengingat raut wajah wanita ini begitu memperihatinkan. Bahkan kepala yang masih terbalut helm membuat dia ingin tertawa saking polosnya. Terlihat jelas, kalau wanita itu begitu frustasi kehilangan ponselnya dan tak mampu membeli lagi tapi gengsi menerima ganti rugi.
Alana langsung menunduk, benar juga. Kenapa harus sekesal ini, toh ini kecelakaan, dia juga yang salah. Dia malah harus membuat orang mengeluarkan uang untuk sebuah kecelakaan yang tidak diinginkan. "Maaf,"
"Aisst, dasar anak muda jaman sekarang. Makanya harus hati-hati." Lelaki itu sampai geleng kepala, kenapa terus kata maaf yang keluar, setidaknya kalau tidak mau menyebutkan nominal ganti rugi, jangan memasang ekspresi memperihatinkan seolah ingin di kasihani. "Tunggu sebentar!"
Alana sampai mematung, mencerna perkataan lelaki asing itu, apa katanya tadi, anak muda? Dia sampai memperhatikan penampilannya. Apa dia terlihat semuda itu. Mentang-mentang tubuhnya kecil, bahkan tidak begitu tinggi jadi dia seperti anak muda padahal sudah kepala tiga bahkan sudah punya anak. Memang di luar nalar.
"Pantesan terus menawarkan mengganti rugi, apa di mata lelaki itu aku terlihat seperti anak kecil yang merengek saat kehilangan ponsel. Akh, bikin malu saja." Alana hanya bisa mengumpat dalam hati, meruntuti dirinya sendiri. Malu bukan main, karena tak bisa di pungkiri dia benar-benar kesal kehilangan ponsel yang merupakan modal kerja keras nya.
Lelaki itu kembali, memegang sebuah ponsel. Tanpa basa-basi langsung meraih tangan Alana dan langsung menyimpan ponsel itu di atas telapak tangannya.
"Loh, apa ini?" Alana sampai kaget. Dengan tiba-tiba ponsel itu ada di tangannya dan lelaki itu langsung pergi begitu saja. "Tuan, apa ini?" teriaknya memberanikan diri bertanya.
Lelaki itu malah terus berjalan menuju mobil, perlahan membuka pintu mobilnya, dan sebelum masuk menoleh ke belakang. "Ganti rugi. Gunakan saja ponselnya. Itu milik mu." ucapnya dengan santai tanpa ekspresi bergegas masuk ke dalam mobil. Setelah kembali menutup pintu nya dia langsung tancap gas melanju pergi.
Alana lagi-lagi termangap, mimpi apa dia semalam sampai melewati tragedi seperti ini, tiba-tiba dipertemukan dengan orang asing yang menggilas ponselnya dan langsung di ganti dengan ponsel mewah bahkan harganya pasti berkali lipat dari ponselnya yang murah.
Bukannya senang, dia malah gelisah. Bagaimana dia harus menceritakan insiden ini pada Mas Fahri bahkan dia tidak mengenal lelaki itu sama sekali. Kalau ibu mertuanya tahu dia dapat ponsel baru dari orang asing, sudah jelas dia pasti akan di kira selingkuh dengan lelaki lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments