Pulang Malam.

Alana masih duduk di ruangan tamu, terus melihat jam menunggu Mas Fahrizal. Ini sudah hampir jam sembilan malam tapi suaminya belum juga pulang. Tidak seperti biasanya pulang sampai semalam ini, membuatnya menjadi gelisah. Jangankan bisa bersantai mengotak atik ponsel barunya dari orang asing siang tadi, tuk sekedar memegang ponsel memeriksa kontak masuk di chat nya ataupun sekedar mendownload aplikasi yang dia butuhkan saja dia belum sempat, Alana hanya duduk gelisah di selimuti kekhawatiran terhadap suaminya.

Bahkan sedari tadi pun dia sudah sibuk menyiapkan makan malam untuk mas Fahri namun sampai sekarang tak kunjung pulang bahkan tak bisa di hubungi. Untung dia sudah menyuruh Leon dan ibu mertuanya untuk makan malam terlebih dahulu jadi mereka kini sudah istirahat tanpa mengetahui kegelisahannya.

"Mas Fahri tidak kenapa-kenapa kan?" Batinnya sampai berpikir yang tidak-tidak. Pasalnya, meski mas Fahri sering keluar rumah, mas Fahri tidak pernah pulang sampai selarut ini, sekalipun selalu bilang ada urusan, suaminya itu selalu pulang tepat waktu sebelum malam datang.

Saat pikiran sudah mulai gelisah, pintu rumah akhirnya terbuka. Alana yang sedari tadi duduk langsung beranjak berdiri menyambut kepulangan Fahri dan langsung menghampirinya.

"Mas! Kenapa baru pulang?" Alana sampai langsung bertanya saking khawatirnya. Mas Fahri pulang dengan membawa beberapa paper bag, entah apa isinya, bahkan dia tidak bisa membaca raut wajahnya. "Sini biar aku bantu mas!" ucapnya hendak membantu mengambilkan paper bag itu namun suaminya menolak.

"Tidak apa-apa, biar aku saja." Fahrizal menjawab dengan singkat, tak ingin memancing kecurigaan Alana, dia langsung merangkul dan mengecup kening nya. "Maaf tadi ada urusan mendadak jadi aku pulang telat." lirih nya kembali melepaskan sang istri dan langsung melangkahkan kakinya masuk kamar. Dia begitu lelah, ingin segera membersihkan tubuhnya dan beristirahat.

"Tolong ambilkan air minum sayang, aku mau mandi dulu!" pintanya sebelum dia benar-benar masuk kamar.

"Apa mau langsung makan malam mas, biar aku siapkan."

"Tidak perlu, aku sudah makan malam di luar."

Walau heran, Alana mengiyakan. Langsung beranjak ke dapur untuk mengambilkan air minum. Entah urusan apa sebenarnya yang di lakukan suaminya, berangkat dari jam sebelas siang dan kini pulang malam, bahkan sudah makan malam di luar. Tidak seperti biasanya.

Alana perlahan membuka pintu kamar, membawa nampan berisi air minum pesanan sang suami, dan langsung menyimpan nya di nakas kecil dekat tempat tidur mereka karena sepertinya suaminya itu sedang di kamar mandi. Dia kini langsung membereskan pakaian bekas suaminya yang sudah berserakan, mengambil nya satu persatu untuk dia kumpulkan ke tempat cucian.

Saat pakaian kotor itu sudah terkumpul di tangan, lagi-lagi harum yang menyeruak ini tercium kembali. Ini bukan yang pertama kalinya, sampai-sampai dia hapal betul harum parfum ini. Harum yang jelas bukan dari parfum miliknya ataupun parfum milik sang suami. Ini jelas parfum bermerek mahal yang dominan biasanya di pakai wanita. 

Alana sampai tertegun, dia tidak bodoh, membuatnya selalu bertanya tanya apa sebenarnya yang di lakukan suaminya di luaran sana sampai aroma parfum yang begitu harum menempel kuat di pakaiannya, tak mungkin kan jika ini hal atas ketidak sengajaan dan terus berulang berkali-kali. Walau selalu berpikir demikian dia tidak mau berpikiran negatif, meski terkadang hatinya selalu gelisah ia tak mau banyak bertanya takut malah mempersulit keadaan rumah tangga mereka.

Kekhawatiran hanya bisa ia pendam. Setiap Fahri keluar, dia hanya bisa mengiyakan dalam diam, suaminya selalu bilang ada urusan namun tak pernah bercerita itu urusan apa, dia pun tak mampu bertanya. Bahkan dari tiga bulan terakhir yang biasanya konsultasi ke dokter di antar dirinya kini Fahri selalu pergi sendiri beralasan tidak ingin merepotkan nya mengingat dia selalu banyak jam les tambahan. Dia tak banyak protes dan mengerti akan itu.

"Sudahlah, jangan berpikiran yang tidak tidak Alana." Alana berusaha menepis pikiran buruknya. Tak mungkin rasanya kalau dia menuduh suaminya yang tidak tidak, terlebih tidak ada bukti yang nyata. Dia memilih langsung menyimpan pakaian kotor itu dan setelah nya langsung menghampiri beberapa paper bag yang tadi di bawa suaminya. Haruskah dia mengeluarkan itu dan merapihkan nya.

Tapi niatnya Alana urungkan, biar dia tanya Fahri dulu sebelum membereskan nya. Terlebih, yang menjadi perhatiannya sekarang bukanlah isi dari paper bag itu, melainkan ponsel sang suami yang sedari tadi terus berbunyi. Sepertinya beberapa chat masuk di ponselnya, bahkan sekarang nada panggilan masuk mulai terdengar, namun kembali mati saat dia hendak mengambil ponsel itu.

"Banyak chat masuk." Bibir Alana sampai bergumam, dalam pikirannya tak apa kan kalau dia memeriksa ponsel suaminya sendiri, namun saat hendak menghidupkan itu dia tak bisa membukanya karena ponselnya terkunci.

Alana terus mencoba membuka nya, berusaha membuka sandi nya menggunakan tanggal pernikahan mereka, mengunakan tanggal lahir Fahri, menggunakan tanggal lahir dirinya sendiri, bahkan menggunakan tanggal lahir Leon namun satupun tidak ada yang cocok. 

"Sedang apa kau?"

Alana sampai terperanjat, saking kagetnya langsung menyimpan ponsel Fahri, dan berbalik melihat sang suami. "Maaf Mas, tadi ada panggilan masuk tapi mati lagi." tuturnya dengan ragu. Dia sampai tak mengira ekspresi suaminya akan seperti itu saat memergoki dia menyentuh ponselnya. "A-aku hanya ingin memastikan."

"Aisst!" Fahrizal hanya bisa mengumpat dalam hati, Alana tidak sempat melihat panggilan masuk itu kan, karena sudah pasti bukan siapa lagi yang menghubungi nya kalau bukan Laura. Ingin sekali dia memarahi Alana untuk tak berlaku lancang menyentuh ponselnya sembarangan, tapi kalau demikian justru Alana malah akan semakin curiga pada nya.

"Itu mungkin teman ku, sini duduklah." Fahrizal langsung mengalihkan topik pembicaraan, meneguk air minum nya dan lekas duduk di tepi ranjang meminta istrinya itu untuk duduk di samping nya. "Ada yang ingin ku bicarakan!"  ucapnya lagi.

Alana yang awalnya berdiri di dekat nakas perlahan duduk, apa yang akan suaminya sampaikan kenapa ekspresi nya terlihat begitu serius. "Apa terjadi sesuatu Mas?" ucapnya menerka-nerka. Dalam pikiran nya pasti bukan tanpa alasan kan suaminya pulang sampai semalam ini.

"Tidak terjadi sesuatu. Hanya saja mulai hari Senin  aku akan mulai bekerja." Fahrizal mulai membuka pembicaraan, mengutarakan apa yang sudah dia dan Laura rencanakan saat di hotel tadi. Meski Alana selalu diam, dia tahu istrinya itu pasti akan terus bertanya-tanya apa yang selalu di lakukan nya di luaran sana, dan cara inilah alasan yang logis agar dia bisa berhubungan dengan Laura dengan leluasa tanpa di curigai Alana.

"Bekerja?" Alana sampai kaget. Apa suaminya yakin akan mulai bekerja padahal selama ini meski dia yang menyarankannya untuk mencari pekerjaan Fahri selalu marah dan selalu menjadikan kesehatannya menjadi alasan. "Apa Mas sekarang benar-benar sudah sehat?"

"Iya, sayang. Kata dokter paru-paru ku sekarang sudah lebih baik. Bahkan batuk dan segala gejala yang biasanya selalu aku rasakan kini sudah tak pernah terasa lagi." Fahrizal kembali bicara dengan senyuman, seolah meyakinkan Alana kalau inilah saatnya untuk dia menjadi suami seutuhnya, bertanggung jawab menafkahi Alana bahkan menafkahi putra mereka. Dia akan bekerja selayaknya tulang punggung keluarga.

"Syukurlah." Alana sampai tersenyum haru, senang dan sedih bercampur aduk. Dia sampai reflek memeluk sang suami merayakan kesembuhan nya. Baginya, mendengar kesembuhan Fahri saja ini sudah membuatnya senang luar biasa, prihal untuk mau bekerja dia hanya bisa mendukung apapun yang di inginkan suaminya, dan dia pasti akan mendukung keras dan berterima kasih atas niat kerja keras nya. 

"Tapi ngomong-ngomong, mas akan bekerja di mana?" 

"Aisst." Fahrizal lagi-lagi hanya bisa mengumpat dalam hati, kenapa sampai bertanya sedetail itu, dia sampai langsung membalas pelukan Alana dan mengelus kepalanya, untuk mengalihkan rasa penasarannya. "Pekerjaannya belum tentu sayang." lirihnya berusaha menjelaskan.

Setelah mengelus kepala Alana, Fahrizal kembali melepaskan pelukannya dan mulai menatap istrinya itu, berusaha menjelaskan bahwasanya dia belum bisa memastikan akan mendapatkan pekerjaan apa. Teman nya hanya menawarkan pekerjaan, namun yang pasti temannya akan berusaha kalau dia bisa bekerja bersamanya.

"Aku masih dalam masa percobaan sayang, karena belum ada pengalaman kerja temanku masih mempertimbangkan aku akan di tempatkan bekerja di mana." tutur Fahri lagi menjelaskan. Meski sebagian cerita ini hanya sandiwara, sebagian nya lagi memang benar adanya. Laura sudah menjanjikan nya sebuah pekerjaan di tempat nya bekerja agar mereka bisa selalu bersama.

Alana hanya mengangguk mengiyakan, dia bisa mengerti dengan jelas apa yang ceritakan suaminya, memang tidak mudah mencari pekerjaan terlebih Mas Fahri memang minim pengalaman. "Tapi pekerjaan nya tidak akan yang berat-berat kan mas." tutur Alana khawatir. Dia takut alih-alih mendapatkan pekerjaan penyakit suaminya malah kambuh lagi.

"Tidak sayang, teman ku tahu riwayat penyakit ku dia pasti akan memberikan pekerjaan yang pantas untuk ku." Fahrizal lagi-lagi hanya bisa membual, setidaknya sekarang dia harus membuat pikiran istrinya tentang dan tak berpikir yang tidak karuan karena sebenarnya dia sendiri tidak yakin sebenarnya pekerjaan apa yang akan di berikan Laura untuk nya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!