Pria berbadan kekar itu lagi-lagi membuat Aletha bingung. Apakah dia seorang serigala yang ingin melahap dirinya kemudian menikmati dengan cara dibakar. Setelah mengatakan itu mereka berdua tidur bersebelahan. Ada ketakutan tersendiri di Pikiran Aletha.
Sedangkan pria yang kini telah terpejam, ternyata pikirannya masih berjalan dengan leluasa. Masih terbayang bagaimana dia akan menikmati malam ini dengan rintihan dan tatapan berkilau dari gadis di sebelahnya.
Seperti kata orang-orang, jika belum takdir maka saat itu belum terjadi. Jadi ia harus menunggu dengan sabar dan lebih baik lagi. Meskipun rasanya tidak nyaman, pria itu tetap memejamkan matanya tanpa ekspresi.
Pakaian gadis ini menggugah nafsu David, namun ia hanya melihat sekilas dan mengontrol hal tersebut. Baju tidur satin yang tidak memiliki lengan, bahu dan betis yang terekspos dengan mulus.
Hujan turun membuat suasana lebih nikmat lagi. Dari arah jendela David melihat bahwa hujannya begitu deras. Ia berdiri dan melihat ke arah luar, menatap taman belakang yang sepi. Setelah puas melihat pemandangan itu ia melihat Aletha yang tertidur pulas.
Sebuah rahasia yang tidak diketahui Aletha, minuman yang ia minum telah tercampur obat tidur saat dirinya mandi. David menaruhnya dengan banyak pikiran gila dan senyuman serigala.
Perlu diketahui bahwa David memang gila akan wanita. Ia begitu tergila-gila akan kenikmatan yang diberikan oleh wanita. Apalagi seorang wanita yang telah dimilikinya.
Kini selimut yang menggulung gadis itu dilepas. David tidak akan melakukan hal diluar nalar. Ia hanya seorang pria yang membutuhkan kasih sayang seorang kekasih. Pria itu hanya memeluk Aletha mengendus dari leher hingga dada.
Setelah merasa cukup puas, ia membenamkan wajahnya di dada Aletha hingga tertidur pulas. Selama tidur dengan posisi itu David tertidur lelap begitu juga Aletha karena obat tidur
Langit yang gelap berubah menjadi terang. Sinar matahari menembus jendela kaca yang tirai yang semalam lupa David tutup. Akibatnya cahaya tersebut menyinari mereka. Pria itu masih berada dalam posisi semalam.
Cahaya yang semakin terang membuat pria dengan tubuh kekar itu terganggu. David sadar dari tidurnya dan segera bangun untuk bersiap-siap pergi ke kantor. Sedangkan gadis itu masih tertidur pulas karena efek obat semalam.
Seperti biasanya David mengenakan pakaian formalnya untuk berangkat ke kantor. Ia selalu menggunakan parfum dan jam tangan, lalu yang terakhir meletakkan sapu tangan ke dalam saku bajunya. Sebelum pergi ia tidak lupa untuk sarapan. Aktivitas itu selalu ia lakukan setiap harinya.
Dari jauh seorang pria muda yang sama seperti waktu itu yang datang membawa jeruk kini datang ke arah David dengan membawa sebuah map coklat. Ia menundukkan kepalanya ke David, tanda memberi salam.
"Mengapa kau tidak datang ke pesta pernikahanku?" David bertanya sambil menghirup kopi yang ada di atas meja.
"Aku sibuk dalam urusan tanah di kota itu. Pemiliknya tidak mau menjual tanahnya." Pria itu menjawab sambil memberikan beberapa lembar foto rumah.
"Itu rumah-rumah yang tidak ingin mereka jual, pemiliknya kebanyakan lansia dan anak mereka jauh dari mereka," lanjut pria itu.
David memperhatikan satu persatu fotonya. "Gusur saja, atau sabotase agar mereka mau pindah!" perintah David.
"Tidak bisa, mereka lansia dan sekeras apapun kita lakukan, tidak dipungkiri pikiran mereka lebih keras daripada kita. Kita lebih baik menawarkan tempat pindah di daerah lain yang agak dekat dari tempat ini lalu---"
"Aku tidak menerima usul itu," potong David.
"Ini bukan hanya tentang uang Tuan. Ini tentang kemanusiaan. Kumohon," bujuk pria itu.
Pria bermata tajam itu menatap pria yang bermata teduh. Mereka saling bertatapan hingga kemudian David berpikir sejenak dan akhirnya ia mengambil keputusan yang tidak ingin diganggu gugat.
"Naikkan uang beli kepada mereka, naikkan setengah dari harga yang kita tawarkan. Tetapi jangan sampai warga yang lain tau, cukup mereka. Jika hal ini tersebar aku akan membunuh warga itu." David mengambil keputusan dengan bulat.
Lawan bicaranya menghembuskan nafas lega namun terlihat sedikit kecewa. Ketika pria itu akan berbalik, David menghentikan langkah pria itu.
"Berhenti!" perintah David.
Pria itu menoleh dengan alis sebelah yang sedikit terangkat.
"Kau tidak ingin menyapa istriku?" David bertanya dengan wajah mengintimidasi
"Ah itu, tidak perlu. Tugasku sangat banyak hingga tidak ada waktu untuk itu." Pria itu menjawab dengan senyuman manis
"Bukan karena kau takut terpikat padanya?" tanya David seperti sebuah sindiran.
"Tidak. Aku tidak tertarik dengan milik orang lain ataupun milikmu. Sungguh tidak menyenangkan untuk itu, kau tau itu kan? Aku tidak tertarik hal apapun yang kau miliki, tapi kau yang selalu tertarik apa yang kumiliki. Benar bukan?"
Mendengar pernyataan yang disertai pentanyaan membuat David tertawa terbahak-bahak. Pelayan di rumah sudah terbiasa akan dua orang itu. Mereka memiliki karakter yang bertolak belakang, namun masih bisa menjalin hubungan dengan baik. Mereka berdua seperti sudah ditakdirkan untuk bertemu satu sama lain.
"Aku hanya tertarik yang kau miliki dan pernah berniat mengambilnya. Namun aku tidak jahat dan seceroboh itu untuk mengambilnya. Satu lagi, kau itu salah satu milikku juga. Keluargamu dan adikmu adalah milikku juga."
Kata adik yang David sebutkan membuat tangan pria itu mengepal. Sebisa mungkin pria itu menahan emosinya. Ia hapal tabiat tuannya itu yang selalu sengaja memancing emosinya.
"Ini yang aku suka darimu, mampu menahan emosi itu. Pergilah!"
Tanpa berlama-lama pria itu pergi dari hadapan David. Seutas senyum hinggap di wajah David yang puas melihat kekesalan yang tidak dapat dikeluarkan oleh pria itu.
"Benar-benar lucu," gumam David.
Namun dari jauh, gadis itu melihat apa yang dilakukan suaminya. Ia tidak paham sebenarnya apa yang ada dipikiran suaminya. Tetapi dalam hatinya ia merasa David adalah orang yang akan melakukan cara apapun untuk mendapatkan hal yang dinginkan, ia percaya itu.
"Siapa kau sebenarnya Tuan David Raymond?" tanya Aletha kepada dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments