"Reina kamu sudah ingin pulang?" tanya seorang pria pada Reina.
"Ya, sebentar lagi." Reina tetap melanjutkan kegiatannya membereskan peralatan miliknya.
"Mau pulang bersamaku?" tawar pria itu.
"Maaf, aku tidak bisa. Sebentar lagi kakakku datang menjemputku." tolak Reina.
"Kalau be-"
"Aisyah" potong Reina.
"Maaf aku duluan ya. Assalamu'alaikum." pamit Reina.
"Wa'alaikumsalam"
"Aisyah kamu ingin kedepan kan? Aku ikut ya." ucap Reina.
"Menghindar lagi?" tebak Aisyah.
"Ya begitulah, aku lelah menghadapi orang itu." keluh Reina.
"Mengapa tidak kau terima saja ajakan Rahman untuk ta'aruf?" goda Aisyah.
"Sudah kubilang aku belum ada niatan untuk menikah." balas Reina kesal. Pasalnya sahabatnya itu selalu saja menggodanya seperti itu.
"Hhhhh... mau sampai kapan kamu seperti ini? Umurmu sudah cukup untuk menikah Reina."
"Kamu juga, umurmu sudah cukup untuk menikah tetapi belum juga menikah."
"Minggu depan aku akan menikah." ucap Aisyah sambil memberi undangan pada Reina.
"Hah.. kamu serius? Kenapa tidak pernah cerita padaku?" Reina terkejut bukan main, Aisyah tidak pernah bercerita kalau ia sedang berta'aruf. Tahu-tahu sudah memberinya undangan pernikahan saja.
"Iya aku serius. Dia teman kakakmu, Kak Ali." senyum Aisyah.
"Kau curang Aisyah, bahkan kau tak pernah cerita padaku soal ta'aruf mu itu." cemberut Reina.
"Maaf, aku tidak ingin bercerita jika tidak pasti. Kalau aku cerita tentang ta'aruf ku lalu tidak jadi menikah bagaimana? Aku tidak ingin melihatmu bersedih." jelas Aisyah.
"Kita ini kan sahabat, wajar jika kita berbagi suka duka kita."
"Ya sudah, jangan lupa datang ya. Dan jangan lupa kamu juga cepat menyusul." canda Aisyah.
"Aisyah..."
Reina Putri Ramadhani, perempuan asal Indonesia. Putri kedua dari keluarga Ahmad Hanif Al-Ghazali.
Ia sudah menamatkan S-1 nya sejak 2 tahun yang lalu dan bekerja sebagai psikolog di rumah sakit Cendekia. Reina sangat lembut dan ramah senyum pada setiap orang, sehingga banyak orang yang menyukainya. Wajahnya yang cantik membuat para kaum Adam pun berlomba-lomba untuk mendapatkan hatinya. Tetapi sayang, Reina masih belum ingin memiliki hubungan serius dengan lawan jenisnya. Ia masih trauma dengan kisah cintanya dulu.
"Assalamu'alaikum adik manjanya mas." ucap Kahfi kakak Reina.
Al-Kahfi Ramadhan, kakak pertama sekaligus terakhir Reina. Kahfi selisih 5 tahun dengan Reina. Ia sudah memiliki keluarga dan bekerja sebagai CEO pemilik perusahaan Global Group menggantikan ayahnya yang sudah tua.
"Wa'alaikumsalam. Ih mas Fi kan Reina sudah bilang jangan panggil Reina seperti itu, Reina sudah besar mas." jawab Reina.
"Memang benar kan kamu adik manjanya mas. Walaupun kamu sudah besar tetapi tetap saja masih suka manja."
"Tahu ah Reina sebel sama mas." rajuk Reina lalu masuk kedalam mobil Kahfi.
"Jangan ngambek dong, nanti cantiknya hilang loh."
"Biarin habis mas Fi bikin Reina sebel."
Kahfi menghela nafas menghadapi adiknya yang seperti anak kecil.
"Oke sebagai permintaan maaf kita beli es krim yuk. Kamu mau kan?" tawar Kahfi.
"Mau.. yaudah ayo sekarang kita berangkat mas." ucap Reina semangat.
Kahfi tahu Reina pasti tidak akan menolak kalau diiming-imingi es krim. Karena itu adalah salah satu kesukaannya.
"Dek, kata ayah nanti ada yang mau dibicarakan denganmu. Makanya nanti beli es krimnya jangan lama-lama ya."
"Tentang apa mas?"
"Mas tidak tahu, ayah hanya bilang itu saja saat mas ingin menjemputmu."
Apa yang ingin dibicarakan ayahnya? Sepertinya sangat serius.
"Oh iya sebaiknya kamu cepat-cepat cari suami dek."
"Memangnya kenapa?" ketus Reina. Ia memiliki firasat buruk saat kakaknya mengucapkan itu.
"Kamu tahu kan mas sudah punya keluarga, tidak mungkin mas selalu bisa menemani kamu seperti dulu lagi." jelas Kahfi.
"Bilang saja kakak tidak mau bersamaku lagi." rajuk Reina.
"Bukan begitu dek, aduh susah ya bicara sama kamu itu. Merajuk terus." ucap Kahfi frustasi.
Reina hanya tertawa melihat kakaknya itu, ekspresinya kalau sedang kesal sangat lucu. Itulah sebabnya Reina sangat menyayangi kakaknya. Tapi, semenjak kakaknya menikah Reina menjadi kesepian. Tak ada lagi teman yang biasanya menjahili ia. Ia sangat rindu saat-saat bersama kakaknya dulu. Kalau bisa ia tak akan mengijinkan siapa pun menjadi istrinya, ia tak mau kasih sayang kakaknya terbagi. Tapi ia tak boleh egois, kakaknya juga perlu mencari kebahagiaannya.
"Assalammualaikum" salam Reina dan Kahfi.
"Wa'alaikumsalam. Wah.. anak-anak bunda sudah pada pulang." sambut Risa, bunda Reina.
Risa Putri Indah atau biasa disebut Risa, bunda dari Reina dan Kahfi. Sosok yang sangat penyayang terhadap anak-anaknya, dan sangat khawatir. Risa akan sangat cerewet jika kedua anaknya tidak disiplin.
"Iya bunda ini juga harus diomelin dulu, kalau tidak masih di kedai es krim kali." dumel Kahfi.
"Ih.. mas Fi apaan sih, orang Reina belum selesai makan es krimnya juga." bela Reina.
"Sudah, sudah, sana kalian bersihkan badan kalian dulu, setelah itu kita makan bersama." meraih Risa.
Reina segera menaiki anak tangga untuk ke kamarnya, ia segera mandi dan memakai baju. Lalu, ia segera ke bawah untuk makan malam.
Makan malam kali ini hening tak ada yang bersuara, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang bergesekan dengan piring. Kahfi kakak Reina yang biasanya selalu membuat ramai pun hanya diam menghabiskan makanannya. Ia jadi penasaran sebenarnya apa yang ingin dibicarakan oleh ayahnya, apa sangat penting.
"Reina ayah ingin bicara dengan kamu." ucap Hanif, ayah Reina setelah makan malam selesai.
Ahmad Hanif Al-Ghazali biasa dipanggil Hanif, merupakan ayah dari Reina dan Kahfi. Sosok yang sangat bijaksana dan penyabar, tetapi jika menyangkut urusan agama ia bisa sangat tegas.
"Ya ayah silahkan." jawab Reina sopan. Mereka semua masih ada di meja makan, Hanif ingin mereka juga mendengarkan apa yang ingin dibicarakannya pada Reina.
"Berapa umurmu nak?" tanya Hanif.
"23 tahun ayah." sepertinya ia tahu kemana arah pembicaraan ini.
"Umur yang sudah pantas untuk menikah bukan?" tanya Hanif lagi.
"Ya"
"Apa kamu sudah ada calon untuk suami kamu?"
"Belum ayah" Reina menundukkan wajahnya.
"Begini ayah punya kenalan, dia teman lama ayah. Ayah berniat ingin memperkenalkan kamu dengan putranya. Hanya perkenalan, jika kamu tidak ingin menikah dengannya juga tidak apa, ayah tidak memaksa kamu." jelas Hanif.
"Reina bingung ayah"
"Bingung kenapa?"
"Reina belum ada niatan untuk menikah, Reina belum siap."
"Reina niat ayahmu itu baik, ia ingin kamu bahagia."
"Coba kamu pikirkan baik-baik lusa mereka akan datang kesini untuk silahturahmi." tambah Hanif.
"Lusa? Kenapa cepat sekali yah?"
"Hanya silahturahmi dek, bukan melamar kamu." ucap Kahfi.
Reina menatap tajam kakaknya.
"Loh kenapa? Memang benar kan mer karena hanya ingin silahturahmi sama keluarga kita." ucap Kahfi tanpa dosa.
"Hhhhh.. Reina akan memikirkannya yah." ucap Reina akhirnya.
"Jangan terlalu cepat mengambil keputusan, pikirkan baik-baik, istikharahlah minta petunjuk pada Allah SWT." nasihat Hanif.
"Iya yah. Reina izin pergi ke kamar dulu." balas Reina.
"Yasudah istirahatlah, kamu pasti lelah sehabis kerja." ucap Risa.
Reina pun pergi menaiki anak tangga untuk ke kamarnya. Ia berbaring dikasurnya memandang langit-langit kamarnya. Perkataan ayahnya barusan mengingatkannya pada kejadian dua tahun yang lalu. Kejadian dimana saat Reno melamarnya. Andai saja pria yang ayahnya katakan adalah Reno, sudah tentu ia akan langsung menerimanya. Hidup memang tidak ada yang tahu, saat kita berkata akan menikah dengan yang ini tapi takdir berkata kita akan menikah dengan yang itu. Reina mulai memejamkan matanya untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Malam ini ia akan bangun untuk meminta petunjuk dari Allah SWT.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati
masih belum ketemu nih
2021-01-09
1
izuku kanade garden
hi
2020-09-08
2
Calvien Arby
wowwwww
2020-09-06
2