Saat Dirga bersiap membuka mulut untuk bertanya, salah seorang pria berpakaian serba hitam menghampiri Tarmo.
"Jadi gimana Pak. Kita berangkat sekarang atau masih mau nunggu lagi?" tanya pria itu.
"Kita berangkat sekarang," sahut Tarmo sambil melirik kearah Dirga.
"Ok. Kalo gitu tunggu sebentar, saya mau bayar dulu ke dalam," kata pria itu yang diangguki Tarmo.
Setelahnya Tarmo bangkit lalu mengibas pakaiannya. Gerakannya yang lamban seolah memancing rasa penasaran Dirga. Namun untuk bertanya Dirga nampak enggan karena masih shock dengan ucapan Tarmo sebelumya.
Tak lama kemudian Tarmo dan rombongan pun pergi meninggalkan Dirga yang masih duduk di depan warung kopi. Dirga terus menatap Tarmo hingga pria itu naik ke dalam bus antar provinsi yang kebetulan melintas di depan warung.
"Dia ngomong apa tadi. Kok Lo sampe kaget gitu?" tanya Amran sambil membantu karyawannya menyingkirkan gelas dan mangkok dari atas meja.
"Mmm ... sesuatu yang mengejutkan," sahut Dirga dengan enggan dan membuat Amran mengerutkan keningnya.
"Apaan?" tanya Amran penasaran.
Dirga menggedikkan bahunya lalu bergegas meneguk kopinya hingga tandas. Setelahnya dia bangkit lalu pamit.
"Gue balik dulu ya Bos. Makasih kopi sama rokoknya," kata Dirga sambil menepuk punggung Amran.
"Sama-sama. Tapi sebentar Dir," kata Amran.
Dirga pun menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Amran.
"Hati-hati sama orang tadi. Feeeling gue dia bukan orang biasa. Dan gue yakin dia bakal balik ke sini lagi buat nyamperin lo," kata Amran cemas.
"Iya gue tau. Makasih udah diingetin," sahut Dirga sambil tersenyum.
Amran mengangguk lalu masuk ke dalam warung.
\=\=\=\=\=
Ruci sedang memilah pakaian di kamar. Nia yang kebetulan melintas di depan kamarnya pun berhenti lalu menyapa.
"Mau kamu apain baju-baju itu Ci?" tanya Nia.
"Mau dikasih ke Desi Bund. Kasian, dia ga punya baju buat acara di sekolah," sahut Ruci.
Ruci dan Desi memang sebaya. Mereka sama-sama duduk di kelas tiga SMA hanya beda sekolah. Selama ini Ruci kerap membantu Desi. Dia juga kadang memberikan pakaiannya yang masih layak pakai kepada Desi.
"Kalo buat acara perpisahan jangan kasih baju bekas dong Ci. Ntar Desi malu," kata Nia.
"Oh, ini buat pergi rapat-rapat aja Bund. Desi kan jadi panitia di sekolahnya. Desi bilang buat wisuda, dia mau sewa baju kebaya aja di salon deket rumahnya," sahut Ruci.
"Kalo gitu buat wisuda beliin aja yang baru biar ga usah nyewa. Anggep aja hadiah kelulusan dari Bunda buat Desi," kata Nia sambil melangkah masuk ke dalam kamar.
"Yang bener Bund?!" tanya Ruci antusias.
"Iya. Ajak Desi sekalian kalo kamu mau beli baju wisuda Kamu Ci," sahut Nia sambil tersenyum.
"Uangnya Bund?" tanya Ruci sambil menyodorkan telapak tangannya kearah sang bunda.
"Ya nanti pas kamu mau belanja dong. Kalo dikasih sekarang, ntar keburu abis kamu pake jajan," sahut Nia sambil melotot.
Ruci tertawa melihat reaksi sang bunda. Tawa Ruci terdengar oleh Yudhistira dan membuatnya penasaran.
"Ngetawain apaan sih, rame banget?" tanya Yudhistira dari ambang pintu kamar Ruci.
"Rahasia dong. Eh, ntar tolong anterin aku ke rumah om Dirga ya Mas," pinta Ruci.
"Boleh. Kebetulan aku juga mau ke toko yang deket rumahnya om Dirga. Kata temenku sepatu bola di sana bagus-bagus," sahut Yudhistira.
"Mau beli sepatu bola lagi Yud?. Yang kemarin kan masih bagus. Lagian cowok kok suka shoping. Nabung Yud, nabung!" kata Nia kesal.
"Udah Bund. Itu juga beli sepatunya pake uang tabungan aku kok," sahut Yudhistira santai.
"Ck, maksud Bunda bukan begitu Yudhistira. Nabung tuh bukan buat beli sepatu bola doang, tapi juga buat keperluan lain dong. Gimana sih Kamu!" kata Nia gusar.
Yudhistira pun bergegas menyingkir dari kamar Ruci karena tahu omelan sang bunda akan 'merembet' kemana-mana. Sementara Ruci kembali tertawa mendengar omelan Nia yang ngalor ngidul itu.
\=\=\=\=\=
Yudhistira dan Ruci tiba di rumah Dirga saat menjelang Maghrib. Desi yang kebetulan sedang menggendong adik bungsunya pun tersenyum melihat kedatangan kedua sepupunya.
"Assalamualaikum," sapa Yudhistira dan Ruci bersamaan.
"Wa alaikumsalam," sahut Desi antusias.
"Kok sepi Des," kata Yudhistira sambil memarkirkan motornya.
"Bapak belum pulang Mas. Kalo ibu lagi pergi ke warung depan. Erman sama Diki ada kok di dalem. Nah, itu ibu!" sahut Desi sambil menunjuk kearah ibunya.
Yudhistira dan Ruci menoleh kearah Eva dan tersenyum. Eva pun tersenyum lalu meminta semua orang masuk ke dalam rumah saat mendengar adzan Maghrib berkumandang di mushola.
Yudhistira pun mengajak Erman dan Diki ke mushola untuk sholat berjamaah, sedangkan Ruci akan sholat bersama Desi di rumah.
Setelah menunaikan sholat Maghrib, Ruci pun menyampaikan niatnya kepada Desi. Kedua mata gadis itu nampak berkaca-kaca mendengar ucapan Ruci. Eva yang juga mendengar pembicaraan kedua gadis itu nampak terharu.
"Yang bener Kak?" tanya Desi tak percaya.
"Iya. Ngapain aku bohong. Besok pulang sekolah kita belanja ya," ajak Ruci.
"Pulang sekolah ya, kayanya ga bisa Kak. Soalnya masih ada gladi resik buat semua yang terlibat ngisi acara. Gimana kalo lusa?" tanya Desi.
"Ok, deal," sahut Ruci sambil tersenyum.
Dirga yang baru saja tiba nampak bahagia melihat Yudhistira dan Ruci ada di rumahnya. Tak lama kemudian Yudhistira dan Ruci pun pamit pulang. Tentu saja Dirga kecewa.
"Kok buru-buru amat sih. Kita belum ngobrol lho anak-anak," protes Dirga.
"Lain kali aja ya Om. Soalnya kalo kemaleman pulang bisa diceramahin sama bunda. Tau sendiri kan gimana bunda kalo anak perempuan kesayangannya belum pulang," sahut Yudhistira sambil melirik kearah Ruci.
"Apaan sih Mas. Kamu juga kesayangannya bunda kok. Buktinya minta apa pun selalu diturutin," kata Ruci sambil melotot.
"Iya sih, tapi kan setelah merinci semuanya. Beda sama kamu yang pasang muka sedih dikit aja langsung dikasih uang segepok sama bunda," sahut Yudhistira sambil mencibir.
Perdebatan Yudhistira dan Ruci mau tak mau membuat Dirga, Eva dan Desi tertawa. Kemudian Dirga dan Eva mengantar kepergian Yudhistira dan Ruci hingga ke halaman rumah.
"Jangan lupa ingetin Desi kalo lusa ada janji belanja sama aku ya Tan," pinta Ruci sebelum naik ke atas motor.
"Iya. Salam buat bunda sama ayah juga ya. Inget, jangan ngebut lho Yud," pesan Eva.
"Siap Tan!" sahut Yudhistira yang disambut tawa Dirga dan Ruci.
Sesaat kemudian Yudhistira tampak melajukan motornya meninggalkan kediaman Dirga dan keluarganya.
"Kenapa Pak, kok sedih gitu?" tanya Eva setelah Yudhistira dan adiknya tak terlihat lagi.
"Bukan sedih, cuma terharu. Bang Yasin beruntung punya istri dan anak-anak yang pengertian. Andai bang Murad juga begitu, pasti bapak, mamak dan kita bakal seneng, kan Bu," kata Dirga.
"Iya Pak," sahut Eva datar.
Mendengar jawaban istrinya yang tak biasa, Dirga pun menoleh. Dia tersenyum karena tahu telah menyinggung perasaan istrinya.
"Aku juga beruntung punya istri dan anak-anak yang sabar dan pengertian seperti kalian," kata Dirga sambil merengkuh bahu sang istri.
Eva tersenyum sumringah mendengar pujian suaminya. Saat Eva akan melanjutkan ucapan Dirga, tiba-tiba bayinya menangis. Eva pun bergegas masuk meninggalkan Dirga sendiri di depan rumah.
"Tapi aku juga ga mau terus menerus ada di posisi terbawah yang hanya jadi tempat membuang belas kasihan. Aku juga harus bangkit dan memutar posisi. Tapi siapa yang bisa membantuku lepas dari kemiskinan ini," batin Dirga gusar.
Dan entah mengapa bayangan Tarmo tiba-tiba melintas dan membuat Dirga sedikit menyesal karena telah mengabaikannya kemarin.
Dirga menghela nafas panjang lalu masuk ke dalam rumah. Di ambang pintu Dirga tertegun menyaksikan kebahagiaan Desi yang sedang mencoba pakaian pemberian Ruci tadi.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Ali B.U
next
2024-08-15
1
💎hart👑
hmm sepertinya Dirga mulai bimbang
2024-05-29
2
Arieee
👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
2024-05-27
2