Perut Dunrice keroncongan seperti monster lapar yang meronta-ronta di perutnya.
Bau amis selokan menusuk hidungnya, berpadu dengan aroma busuk sisa makanan yang terbuang. Ia membuka sebelah matanya, disambut remang cahaya lampu neon yang berkedip-kedip di lorong sempit di bawah jembatan layang.
Dunrice meringis menahan nyeri pada sekujur tubuhnya. Memori malam sebelumnya berkelebat: perkelahian mabuk dengan preman setempat memperebutkan sisa makanan di tong sampah. Sekali lagi, kenyataan pahit menampar. Dunrice, si sampah masyarakat, bahkan kalah bersaing dengan tikus untuk mendapatkan sesuap makanan.
"Sialan," desisnya, mengusap wajah yang penuh luka dan lebam. Usia 20 tahun seharusnya menjadi masa-masa emas, tapi Dunrice seperti terjebak di neraka dunia. Diusir dari keluarganya sejak remaja karena dianggap pembangkang, ia terpaksa hidup menggelandang, bergantung pada belas kasihan orang dan sisa-sisa makanan yang dibuang.
Tiba-tiba, kepalanya berdenyut hebat. Kilatan cahaya putih menyilaukan pandangannya. Dunrice meremas pelipisnya, berteriak kesakitan. Rasa sakit itu menusuk hingga ke inti kesadarannya. Dunia di sekitarnya berputar, lalu gelap gulita.
Ketika kesadaran kembali, Dunrice mendapati dirinya tergeletak di atas kasur lusuh di sebuah kamar sempit. Ruangan kumuh itu terasa familiar, kamar apartemen murah yang ditempatinya beberapa tahun lalu. Rasa heran bercampur bingung menguasai dirinya.
"Hah? Ini... ini bukan lorong bawah jembatan?" gumamnya, kebingungan.
Suara lembut, seperti bisikan angin, mengalun di dalam kepalanya. "Selamat datang kembali, Dunrice."
Dunrice tersentak. Ia menelusuri ruangan, mencari sumber suara. "Siapa itu?" tanyanya, sedikit ketakutan.
"Aku A.I.S.T.E.N.A.," jawab suara itu. "Sebuah sistem kecerdasan buatan yang terintegrasi dengan otakmu."
Dunrice mengerutkan kening. "Sistem kecerdasan buatan? Apa maksudmu?"
Suara itu menjelaskan situasinya. Dunrice telah terlahir kembali sepuluh tahun ke masa lalu, sebelum hidupnya terperosok ke jurang kemelaratan. A.I.S.T.E.N.A. memberinya kesempatan untuk memperbaiki masa depan.
Perasaan campur aduk melanda Dunrice. Ada rasa tak percaya, skeptis, namun juga secercah harapan yang selama ini tak pernah ia miliki. Setelah mendengar penjelasan A.I.S.T.E.N.A. secara mendetail, Dunrice mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia merasa lebih kuat, lebih fokus, dan pikirannya jernih.
Dunrice bangkit dari kasur, kakinya menapak lantai dingin. Ia berjalan menuju cermin tua yang tergantung di dinding. Wajahnya yang kurus dan kotor menatap balik. Bibirnya terangkat membentuk senyum sinis.
"Sampah masyarakat, ya?" bisiknya, matanya berkilat tajam. "Kali ini, dunia akan menyesali julukan itu."
A.I.S.T.E.N.A. menawarkan berbagai kemampuan untuk membantunya memulai hidup baru. Berbekal pengetahuan dan pengalaman masa lalunya, Dunrice menyusun rencana. Ia mulai dengan kebutuhannnya yang paling mendesak - makanan.
Dengan instruksi A.I.S.T.E.N.A., Dunrice membuka laptop butut miliknya. A.I.S.T.E.N.A. membantunya mengakses informasi terkini di pasar gelap. Bermodalkan sedikit uang yang tersisa, Dunrice membeli data dan kode program. Jari-jemarinya yang kurus menari lincah di atas keyboard.
Dunrice meretas beberapa website perusahaan besar, mencuri data keuangan dan informasi berharga. Kemampuan hacking yang dulu ia pelajari secara otodidak di jalanan, kini dipadukan dengan kecerdasan A.I.S.T.E.N.A.
Selama berjam-jam, Dunrice larut dalam pekerjaannya. Tubuhnya, meski belum terisi makanan, seolah dialiri energi tak henti-hentinya. Menjelang dini hari, Dunrice berhasil meraup keuntungan yang cukup dari hasil hacking-nya.
Dengan uang hasil curian tersebut, Dunrice memesan makanan lewat aplikasi online. Aroma gurih makanan panas yang memenuhi ruangan kecil itu terasa seperti surga duniawi.
Sambil melahap makanannya dengan lahap
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments