Hari terus berlalu. Pagi sekali, saat suara ayah sudah tidak terdengar Aku menuju ruang makan untuk menyambar selembar roti. Aku melakukan ini karena tidak ingin bertemu dengan ayah. Setiap kami berada di ruang yang sama pasti ayah selalu mengomeli ku. Selain karena tidak suka dengan omelan ayah aku juga tidak mau kesehatan ayah terganggu karena terus memarahiku.
"Sstt.."
Tiba-tiba kepalaku terasa sakit. luka di bagian kepalaku kembali terasa.
"Kamu kenapa Rafhta?! " Tante Helna berlari ke arahku.
"Aku harus ke rumah sakit" Ucapku lalu pergi meninggalkan tante Helna yang terlihat khawatir.
Tante Helna adalah pengasuhku. Setelah Ibu meninggal, ayah menikahinya. Aku tidak pernah membencinya, tapi sampai saat ini, aku tidak bisa menerimanya sebagai pengganti Ibu. Meskipun aku tahu dia tulus menyayangiku, tapi bagiku dia tidak lebih dari seorang pengasuhku dan akan tetap seperti itu selamanya.
Cepat-cepat Aku menuju rumah sakit Bunda Husna rumah sakit yang dibangun ayah 30 tahun lalu rumah sakit dengan nama ibu dan khusus ayah persembahkan untuk beliau. Husna adalah nama ibuku. Nama Ibu masih bertengger sebagai nama rumah sakit milik keluarga kami ayah tidak menggantinya meskipun sudah menikahi tante Helna. Satu lagi, nama ibu juga digunakan untuk nama universitas yang didirikan ayah. Universitas Husna Bara. Nama Bara yang diambil dari nama ayahku sendiri. Terdengar seperti masih setia kepada ibuku bukan? tapi anehnya dia malah menikah lagi. Sungguh Aku tidak percaya kalau ayah masih setia dengan cintanya kepada ibu.
Seperti biasanya Jakarta di pagi hari begitu ramai. Jalanan macet karena dipenuhi oleh banyaknya insan yang mulai beraktivitas. Kulihat beberapa pemuda seusiaku melangkahkan kakinya dengan semangat mereka bahagia menuju tempat yang akan dituju. Aku masih memandang mereka dari balik kaca mobil. Ah, kenapa hidupku tidak sebahagia mereka? padahal aku serba kecukupan pergi ke mana saja diantar sopir pribadiku kehidupanku jelas seribu kali lebih baik daripada mereka. Namun sebuah fakta seolah menamparku dengan keras. aku tidak merasa bahagia intinya, mereka bebas memilih kemana kaki akan melangkah.
Setelah melewati drama kemacetan di jalan akhirnya aku sampai di rumah sakit Bunda Husna. Aku menyuruh supir pribadiku untuk pulang. Dia terlihat seperti pengalamanku saja, selalu mengikuti ku kemanapun pergi awalnya dia menolak, tapi aku berdalih akan pulang bareng ayah yang memang sedang berada di rumah sakit. Dia pun percaya dan kembali ke rumah membiarkan aku lepas dari penjagaan ketatnya.
Sebenarnya, dulu aku tidak pernah diikuti pengawal. setelah beberapa kali terlibat perkelahian, ayah mengawasi ku dengan ketat. Kehadiran para pengawal yang selalu mengikuti ku membuat hidupku merasa selalu diawasi. Meskipun penjagaan mereka begitu ketat sesekali mereka lengah saat aku terlibat perkelahian di kampus. Perkelahian kemarin telah membuktikan bahwa aku bisa bebas dari pengawasan mereka.
Hari ini dokter umum pasti sangat sibuk, kulihat begitu banyak pasien yang mengantri di ruang tunggu sambil memegang kartu nomor urut. Karena ini rumah sakit ayah, aku tidak perlu mengantri, bukan? tanpa merasa bersalah sedikitpun aku berjalan menerobos antrian. Meskipun mereka protes tidak akan ada yang bisa menghentikan ku saat setelah satpam berbisik kalau aku adalah anak pemilih rumah sakit ini. Aku langsung berjalan menuju ruang praktik dan menghiraukan suara-suara protes di belakangku ketika kakiku memasuki ruang praktik dokter langsung membentak ku.
"Apa Anda tidak melihat peraturan di sini? di mana sopan santun anda! "
Teriakan dokter itu membuat pasien yang berada di depannya terkejut.
"Dokter Yeri" Gumamku saat membaca name tag miliknya.
Setahuku, nama itu selalu menjadi perbincangan bagi para pasien, bahkan di kalangan para dokter sekalipun. selain Karena kecantikannya, ketenaran dokter Yeri juga disebabkan oleh sikapnya yang jutek Dan dingin sekarang aku malah dengan beraninya memasuki kandang singa. Sial! apakah aku akan menjadi bahan amukan dokter itu?
Dengan angkuh Aku duduk di atas ranjang sambil melipatkan kedua tanganku di dada.
"Cepat tangani kepalaku! "
Suruh ku tidak tahu diri. Entah berapa dokter yang aku perlakukan tidak sopan seperti ini. Aku kan anak ayah, ayah Bara. Jadi aku bebas melakukan apapun karena ini rumah sakit ayah sombongnya diriku.
"Kamu beneran tidak bisa baca ya? siapapun tidak diperbolehkan masuk saat dokter sedang menangani pasien-pasiennya! "
"Kenapa? kalian tidak sedang berbuat mesum, kan?" t
Tanya aku sambil menatap seorang pria dewasa yang duduk tepat di depanku. Pria itu gelagapan. Sekarang dia tidak berani lagi melihat mataku. Ucapanku bagaikan mantra penenang dokter Yeri tidak bersuara lagi. Mungkin karena dia merasa dipermalukan olehku atau karena sudah jengkel dengan sikapku yang semena-mena. Mereka harus mengingat suatu hal. aku Raftha anak pemilik rumah sakit ini. Jika mereka menghormati ayahku maka mereka harus menghormati ku juga.
Aku melihat dokter Yeri telah selesai berbicara dengan pasiennya. Perempuan itu kemudian menghampiriku.
"Kamu jangan bicara yang tidak-tidak, " Ujar dokter Yeri sembari membuka perban di kepalaku..
"Jatuh? atau kecelakaan? "
Tanyanya kemudian. Tidak ada raut tenang sedikitpun. Dokter Yeri menatapku dengan datar dan seolah mengintimidasi. Ternyata gosip tentang dirinya benar aku harus mencoba tenang dan jangan sampai dia kembali meledak seperti tadi bisa-bisa aku yang malah ditendang oleh dia keluar.
"Berkelahi." Jawabku seadanya.
"Dalam ajang kejuaraan apa? apa disiarkan di televisi? "
Ujarnya dengan nada mengejek meskipun jarak umurnya denganku hanya terpaut 3 tahun lebih tua aku tidak akan menghormati perempuan ini. Kalau bukan karena dia membantuku untuk mengganti perban sudah ku pastikan tangannya tidak akan berfungsi lagi.
"Menyelamatkan Sang Putri. Live di perpustakaan kampus kemarin sore. "
"Menang? "
"Kalah telak dua lawan satu "
Jawabku dengan nada kesal.
Dokter Yeri menjauhkan tangannya dari kepalaku dia menatapku dengan tatapan mengejek. Oh tidak, dia menguji kesabaranku. Berikutnya, dia kembali mendekat dan fokus mengganti perbanku. Aku merasakan jarak kami begitu dekat. Bahkan, aku bisa mendengar deru nafasnya yang menghembus di wajahku.
"Ohukk!"
Aku sampai berbatuk-batuk karena menahan nafas.
"Sial, kenapa bisa berdebar-debar seperti ini?"
"Jangan tegang. Rileks ..," Ujarnya mencoba menenangkan ku.
Mungkin dokter Yeri merasa biasa saja sedekat ini dengan orang lain namun aku belum pernah berada di posisi seperti ini. Ini benar-benar menyiksa, rasanya jantungku akan segera meledak.
"Sudah selesai."
Perkataan dokter Yeri membuatku lega. Akhirnya penderitaan ini usai.
"Terimakasih!" U
jarku kemudian bergegas meninggalkan ruangan. Aku masih sempat melihat dokter Yeri yang menatapku. Tatapannya berbeda, terlihat intens dari sebelumnya.
"Apa dia menyukaiku? Tidak mungkin.," Gumamku di perjalanan. Pasti ini karena dia heran mendengar kata terima kasih dariku.
Aku berjalan melewati lorong demi lorong koridor rumah sakit yang sepi untuk menemui ayah sebelum sampai ke ruangan kerja ayah aku mematung dalam kesunyian di lorong itu.
"Apa aku pantas bersikap seperti itu kepada dokter Yeri? kenapa juga dia heran dengan kata terima kasih dariku? Ah, aku lupa, sudah lumrah kalau aku seenaknya datang dan lalu pergi sesuka hati. Pantas saja dokter Yeri menatapku seperti itu. atau selama ini aku sudah keterlaluan kepada dokter-dokter di sini? kenapa juga dengan jantungku ini? sudahlah, lebih baik aku ke ruangan ayah."
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Rayyan 98
awas jatuh cinta🥰
2024-06-06
1