Tetap pada pendirian

...----------------...

POV Maysarah

"Ayah tidak mengizinkan! Masih banyak wanita di luar sana yang bisa kita sewa rahimnya untuk menjadi ibu pengganti!" nada tegas suara ayah tak terbantahkan.

Belum sempat aku menyanggah perkataan Ayah, sudah lebih dulu disela oleh adik laki-lakiku.

"Bener apa yang Ayah bilang. Riyo juga gak setuju! Kak May gak boleh mengandung bayi orang lain, apalagi Kakak belum pernah menikah. Janganlah terlalu baik men _"

"Riyo, berhenti!" Aku mencegah Riyo menyuarakan protesnya. Jangan sampai dia menyakiti perasaan orang lain, apalagi anggota keluarganya sendiri. Cukup aku saja yang selalu merasakan sakit itu, yang lain jangan sampai.

"Memang betul, Ayah. Dari sekian banyak wanita di luaran sana, pasti ada satu orang yang bersedia menjadi Ibu pengganti untuk menampung benih Hira, tetapi apa kita bisa menjamin, kalau wanita tersebut akan ikhlas merawat janin yang bukan miliknya, Ayah? apa mau dia memperhatikan kebutuhan si janin selama masa kehamilan? Memberikan kasih sayang untuk si bayi?" teruskan May, ucapku dalam hati, untuk menyemangati diriku sendiri.

"Kita gak bisa mengesampingkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi, semisal; si Ibu pengganti malah jatuh cinta kepada suami Hira, dan dia akan memanfaatkan kehamilannya untuk menarik perhatian Muntaz. Lalu apa kita dapat menjamin, kalau dia wanita baik-baik dengan kehidupan yang sehat, belum lagi bagaimana jika dia terlanjur jatuh cinta dengan bayi yang dikandungnya, dan berakhir melarikan diri karena enggan menyerahkan si anak yang sudah dia anggap darah dagingnya sendiri."

Terimakasih ya Allah, Engkau telah melancarkan lidahku untuk berucap. Dalam hati aku mengucap puji syukur, meremas telapak tanganku yang berkeringat.

"Satu hal yang tidak dapat dilupakan, dan masih segar dalam ingatan. Dua tahun lalu, kita sudah mendapatkan calon ibu pengganti yang bersedia rahimnya dipinjam untuk sementara waktu, tapi sayang, belum juga inseminasi buatan dilakukan. Wanita tidak tahu diri itu malah membuat masalah besar, mengakibatkan keluarga Rahardian serta Abraham kelimpungan mengatasinya. Apa Ayah dan yang lainnya mau kejadian tak mengenakkan itu terulang lagi?"

Tidak ada seorangpun yang bisa menjawab pertanyaanku apalagi menyanggahnya, sebab apa yang aku katakan semuanya memang fakta. Hira dan Muntaz sempat menyewa seorang wanita sehat tanpa cacat mental maupun fisik. Wanita tersebut juga sudah mendapatkan seperempat bayarannya sebagai uang muka.

Namun, saat melakukan prosedur awal pemeriksaan kesuburan serta kesiapan, anggota keluarga inti Rahardian datang ke rumah sakit untuk melihat sekaligus menyemangati Mahira beserta suaminya. Dari situlah si calon ibu pengganti mengetahui jika orang yang akan menyewa rahimnya adalah keturunan keluarga konglomerat negeri ini.

Singkat cerita, wanita licik itu bekerja sama dengan pesaing bisnis Ayah dan juga Muntaz. Memanfaatkan keadaan untuk menekan dan menjatuhkan perusahaan Ayah yang sudah menggurita. Saham Rahardian MNC sempat oleng, begitu juga dengan bisnis keluarga Muntaz. Untung saja keadaan segera pulih, masalah cepat teratasi tetapi kerugian tidak dapat dihindari.

Sejak kami semua mengetahui Mahira mengidap penyakit atau sindrom langka, hidupku menjadi tak terarah. Duniaku gelap gulita. Segala hal berubah menjadi duri yang siap kapan saja menggores kulitku, jika aku salah melangkah.

Ya, Mahira mengidap sindrom MRKH ( Mayer Rokitansky Kuster Hauser) yaitu kelainan bawaan lahir yang membuatnya tidak punya rahim (uterus). Sindrom ini merupakan kecacatan bentuk vagina, leher rahim (serviks) dan rahim tidak berkembang sebagaimana mestinya pada seorang wanita.

Akibat mengidap sindrom MRKH Mahira tidak pernah mendapat dan merasakan menstruasi setiap bulannya. tetapi beruntungnya hanya organ produksi yang dipengaruhi oleh sindrom MRKH, tidak dengan organ tubuh lainnya.

Secara keseluruhan Mahira tumbuh layaknya wanita pada umumnya. Sehingga tidak ada yang menyangka jika Mahira mengidap Sindrom MRKH, penyakit itu diketahui setelah Hira berusia 15 tahun.

Sebelumnya Ayah dan Bunda, tidak mempermasalahkan mengapa ketika Mahira sudah memasuki usia remaja belum juga mendapatkan periode menstruasi pertamanya, lain halnya dengan diriku yang saat umur 13 tahun sudah mendapatkan tamu bulanan.

Namun, ketika umur Mahira sudah memasuki 15 tahun, kecemasan orang tua kami semakin bertambah, lantas mereka membawa Mahira untuk periksa di 'Rahardian Hospital'. Rumah sakit bertaraf internasional, dengan peralatan medis lengkap dan layanan terbaik.

Setelah mengetahui penyakit Mahira, Kami semua terpukul, terutama Ayah dan Bunda. Kami shock dan belum bisa menerima ketentuan takdir Tuhan, bahwa seumur hidup Mahira tidak akan bisa mengandung dan dari sanalah awal penderitaan diriku dimulai. Keberadaan ku mulai tersisih, bahkan tak jarang aku hanya dianggap layaknya pajangan patung manekin oleh mereka yang aku sayangi.

Lamunanku buyar ketika Bunda menarik lenganku, lalu memeluk tubuhku dengan erat. "May, Bunda mohon! Jangan lakukan hal itu, Nak." Bunda menyuarakan ketidaksetujuan.

Aku membalas pelukan Bunda, mendekap tubuhnya yang masih terasa sangat kencang. Ku pandangi wajah ayunya, belum terlihat garis penuaan sama sekali, seakan umur hanyalah sekedar angka. Bunda segera merangkum tubuhku kembali dalam pelukannya.

"Bunda, gak ada yang perlu ditakutkan. Semua pasti akan baik-baik saja, dan berjalan sebagaimana mestinya. Bukannya Bunda yang selalu mengatakan serta mengingatkan! Kalau sesama saudara itu wajib saling tolong-menolong. Apalagi May sebagai seorang kakak dan anak sulung, udah kewajiban May membantu Mahira dan Satriyo."

Namun, dekapan Bunda kian erat. "May, maafkan Bunda. Selalu menuntut dirimu untuk menjadi seorang kakak yang bertanggung jawab terhadap adik-adikmu. Maaf, Nak," bahuku basah oleh lelehan air mata Bunda Senja.

Bukannya sudah terlambat meminta maaf Bun. Setelah sekian banyak aku kehilangan, bahkan sekarang aku sudah di tahap letih dan ingin menyerah. Tentu saja keluhan ini hanya berani aku utarakan dalam hati.

Aku merangkul Bunda, membawanya untuk kembali duduk di sofa. Bersama dengan aku juga ikut mendudukkan tubuhku, bersebelahan dengan tante Bintang yang sedari tadi terlihat beberapa kali mengusap buliran air matanya.

Keheningan semakin aku rasakan, bahkan aku bisa mendengar helaan napas paman Agam dan Ayah. Mereka berdua duduk di sofa single bersebrangan dengan sofa yang aku duduki. Ada meja kaca menjadi pembatas. Mahira dan suaminya duduk berdampingan saling memeluk, lebih tepatnya Muntaz yang memeluk Mahira, menyandarkan kepala adikku pada bahunya.

Mahira, betapa beruntungnya dirimu dicintai begitu besar oleh seorang laki-laki yang cukup hanya dengan satu wanita, tanpa berniat menduakan apalagi meninggalkan disaat mengetahui bahwa dirimu tidaklah sempurna. Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu Mahira. batinku berucap, perasaanku menghangat.

"Apa jaminannya, jika dirimu tidak akan bersikap dan berbuat hal sama seperti para wanita yang kamu sebutkan tadi, Maysarah?"

Aku tersentak dengan pertanyaan Ayah. Sebuah kalimat tajam layaknya mata pisau yang menghujam tepat di jantungku.

'Ayah, luka kemarin belum juga mengering, tapi kenapa dirimu sirami lagi dengan tetesan air jeruk nipis, mengapa Ayah ...?'

Bersambung .

Terpopuler

Comments

Elizabeth Yanolivia

Elizabeth Yanolivia

itu pasti dirimu may 😁

2024-07-04

0

Yuli a

Yuli a

ayahnya jahat bngt sih... orang tua kok pilih kasih gt... udh deh may, nikh aja tinggalin kluarga toxic mu itu. dh ikut suami mu aja. gk ush pikirin hira lg. kn udh dewasa

2024-05-06

1

Puspa

Puspa

rahim nya itu yang pas kejadian di pinggir danau ya yang mau selamat kan anak itik nya itu 🤔🤔

2024-05-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!