Ranting Dan Daun

Waktu terasa berlalu begitu cepat. Hanna sebagai pemimpin sangga kembali mempersiapkan timnya untuk perlombaan baris berbaris. Kerapian berpakaian, kelengkapan atribut, semua itu Hanna cek dengan teliti.

“Oiya, yang gak ikut lomba sekarang, baiknya bantu prepare buat lomba hasta karya entar” ujar Hanna pada kedua rekannya yang berada di dalam tenda.

Di sana ada Lia dan Windy yang masih duduk santai, tidak seheboh teman-temannya yang akan mengikuti lomba.

“Apaan si yang kudu disiapin ? Gak ngerti gue…” ujar Lia

“Vi, jelasin!” perintah Hanna

“Eh ?”Vivi sempat tersentak, “Okay. Jadi yang dibutuhin buat hasta karya itu… Daun kering, ranting, lem…” dan beberapa kebutuhan lainnya Vivianne jelaskan pada Lia dan Windy.

“Mmm…Okay…” Windy sepertinya mulai memahami penjelasan Vivianne

“Sip. Paham-paham…” tambah Lia

“Okay. Aman, ya ?” tanya Hanna

Lia dan Windy secara bersamaan menganggukkan kepala mereka tanda memahami pertanyaan Hanna.

Ketika rekan setimnya sedang berlatih di sisi lain lapangan, Windy teringat akan pesan Hanna beberapa saat lalu sebelum meninggalkan tenda.

“Lia…” panggil Windy

“Lia. Ayook…” Lia masih belum merespon panggilan Windy

“Cecillia! Buruan…” ajak Windy lagi

“Bawel, ih. Berisik!” gerutu Lia

“Hasta karya tuh abis lomba ini, tau !” seru Windy

“Tapi lo aja yang nyari. Gue nganter doang” kata Lia

“Dih. Ayok, barengan aja si” cetus Windy

“Ya udah, iya. Bentar, gue pengen pipis dulu”

“Sendirian ? Berani lu ?” tanya Windy tak yakin

“Iyalah. Bentaran doang. Lu di sini aja. Gua cabut dulu” pamit Lia.

Setelah itu Lia berlalu begitu saja meninggalkan Windy sendirian di dalam tenda.

Karena tak ada kesibukan lain selain menunggu Lia, Windy akhirnya merebahkan tubuhnya dan meraih ponselnya dari kantong bajunya. Pada momen itu, Windy samar-samar mendengar seseorang memanggil namanya.

“Windy…” suaranya sangat halus.

“Lia ?” Windy merasa ragu.

Si Lia kok cepet amat… batin Windy

“Windy… Ayo...”

“Tunggu dulu, bentar!” teriak Windy sambil merapikan ikatan sepatunya. Ia kemudian mengambil langkah cepat dan menyusul panggilan yang terdengar seperti suara Lia itu.

Di lain tempat, tenda demi tenda Lia lewati menuju area luar perkemahan.

“Lia!”panggil Hanna dari kejauhan, “ke mana, lo?”

“Kamar mandi” jawab Lia singkat

Rute yang dipilih Lia ketika itu memang melewati area sekitar lomba baris-berbaris. Jadi, sangat wajar jika Lia dan Hanna masih bisa berbalas sahutan.

Lia merasa sedikit bingung ketika berada di luar area perkemahan. Dirinya memang sempat berpapasan dengan beberapa peserta perkemahan yang lain. Namun, karena merasa kurang akrab, Ia memutuskan pergi sendirian.

“Numpang ke rumah mana nih gue…” gumam Lia sambil mengedarkan pandangannya.

“Lia!” suara itu untuk sesaat membuat jantung Lia berhenti berdetak

Lelaki ganteng berseragam lengkap dengan name tag Julius Nathan itu menghampiri Lia.

“Eh, Kak Nathan!” jawab Lia

“Mau ke mana ? Kok gak sama temen kamu ?” Nathan menghampiri Lia

“Emm… Mereka lagi lomba PBB, Kak. Kebetulan Lia gak ikut lomba, jadi Lia di tenda, deh” tutur Lia

“Oalah… Terus sekarang Kamu mau ke mana ?” tanya Nathan

“Lia lagi pengen ke kamar mandi, Kak. Tapi kok sepi banget ya rumah-rumah di sini…” Lia tampak celingukan

“Ayo. Aku anter, mau ?” ajak Nathan

“Boleh, Kak! Boleh banget. Untung banget ada Kak Nathan!” Lia semangat

Lia yang memang belum jelas tujuannya itu hanya mengiyakan kalimat Nathan. Hingga akhirnya mereka sampai di depan sebuah rumah yang Nathan maksud.

Rumah itu nampak agak berbeda dari rumah di sekelilingnya. Jika rumah lain sudah berjenis rumah permanen yang kekinian, rumah yang Nathan tunjukan adalah rumah kayu semi permanen dan bergaya ala tahun 80’an.

Halamannya masih berupa tanah kosong tanpa dipasangi paving block seperti rumah lain di sekitarnya.

“Misi, Bu… Pak…” ucap Nathan

“Misi… Bu… Pak…” Lia mengikuti ucapan Nathan dengan tempo lebih lambat

Tak lama menunggu, sesosok wanita paruh baya akhirnya datang membukakan pintu rumah.

“Ada apa ?“ wanita itu terdengar ketus

Lia dan Nathan sempat saling melempar tatapan.

“S-saya…” Lia gelagapan, “ boleh numpang ke kamar mandinya, Bu ?”

“Hem…” wanita itu hanya berdehem dengan gestur seperti mempersilakan Lia memasuki rumahnya.

“Si Bapak ke mana, Bu ?” tanya Nathan mengakrabkan diri

“Ke hutan” wanita paruh baya itu menjawabnya singkat

“Ooo… Ibu sendirian ?” Nathan kembali bertanya

“Ada temanmu” jawab wanita nyaris tanpa ekspresi

Bulu kuduk Nathan mendadak berdiri semua. Merinding.

Tanpa lama menunggu, Lia akhirnya selesai dengan urusannya dan kamar mandi. Mereka pun berpamitan dan bergegas kembali menuju area perkemahan.

“Kak. Yang tadi itu serem amat…” kata Lia

“Tau! Tadi pagi mah mereka baek banget” Nathan pun sama merasa ngeri

“Hiy. Udah gitu di rumahnya kayak bau banget dupa. Eh, dupa apa apaan sih yang suka dibakar itu… Kemenyan apa yak ?” Lia mengerlingkan matanya

“Masa sih ?” Nathan keheranan

“Beneran! Liat, nih. Aku aja masih merinding banget” Lia mengulurkan tangannya dan nampaklah bulu-bulu kulitnya berdiri kengerian.

“Ututu… Sini peluk…” ucap Nathan sambil berusaha merangkul Lia

“Emang gak ada toilet umum apa di sini ?” tanya Lia

“Katanya sih ada di deket sungai sama di mesjid. Tapi sumur di mesjid katanya lagi kering. Gak tau juga, sih” balas Nathan tak yakin

Lia dan Nathan dengan tenang kembali menuju area perkemahan.

Mereka melewati jalur yang berbeda dari yang Lia pilih ketika berangkat tadi. Hingga akhirnya mereka tiba di tenda Regu C Putri. Tenda berwarna hijau lumut itu terkunci rapi dengan resleting.

“Windy…” teriak Lia sambil membuka resleting tenda bagian belakang. Nathan pun masih ada di sebelahnya.

“Lho ? Gak ada orang?” Lia dan Nathan sama-sama terkejut

#

Sementara itu, sepanjang perjalanannya Windy merasa ada yang tidak biasa dengan tingkah Lia. Ketika itu Lia mendadak jadi sangat pendiam.

Jika biasanya Lia akan selalu menyerocos tentang hal-hal baru, atau tentang hal sepele yang membuatnya sebal, kali ini Lia diam seribu bahasa.

Ya. Lia hanya terus berjalan dengan langkah yang agak aneh bagi Windy. Lia terlihat sangat lesu. Bahkan terlihat seperti seseorang yang tidak memiliki semangat hidup.

Setelah beberapa lama mencari kebutuhan perlombaan, Windy mendadak mematung dan mengedarkan pandangannya.

Pepohonan tinggi yang daunnya begitu rimbun, rumput-rumput liar yang tumbuh di setiap jengkal tanah, semua terlihat asing dan sangat berbeda dengan pemandangan yang selalu terlihat dari perkemahan. Windy tak sadar bahwa dirinya dan Lia telah terlalu jauh memasuki area hutan.

“Alah siah! Gue di mana ini ? Udah jauh banget dari tenda…” ujar Windy

Dirinya termangu dan berusaha keras mengingat jalan pulang menuju perkemahan. Hingga Windy menjumpai sesuatu hal yang membuatnya merinding.

Diantara semak dan tumbuhan di hutan, Windy mencium bau aneh yang benar-benar tak biasa. Seperti bau sesuatu yang terbakar. Gawatnya, Windy malah semakin mendekati sumber aroma aneh yang cukup kuat menusuk hidungnya.

Pelan tapi pasti Windy semakin masuk ke area hutan.

“Dih. Busuk banget…” gumam Windy

Satu langkah…

Dua langkah…

Aroma aneh yang tercium oleh Windy semakin kuat.

Diantara semak dan tumbuhan di kejauhan sana, Windy melihat seseorang yang gerak-geriknya cukup mengherankan bagi Windy.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!