…Waktu tersisa lima belas menit lagi…
“Mon! Simon ! Coba deh lo naek, jalan di sini…” Leo menunjuk pada beberapa batang bambu yang diikat dan disusun sedemikian rupa sehingga terlihat seperti jembatan gantung.
Simon mengikuti arahan Leo, dan tada ! Bahkan dengan tubuhnya yang lebih bongsor dari rekan-rekannya itu, Simon sukses berjalan di ‘replika jembatan’ itu tanpa oleng sedikitpun. Sebuah angin segar bagi Regu C Putra, khususnya Leo.
Peserta lomba yang berada di sana nampak sedikit tercengang melihat hal itu. Pasalnya, replika jembatan yang mereka bangun tidak sampai sekokoh karya Leo dan timnya. Agak ajaib memang Leo ini.
Akhirnya. Setelah beberapa perlombaan selesai, tibalah waktu istirahat yang ditunggu-tunggu. Waktu istirahat sesuai jadwal maksudnya. Sebab, peserta yang sudah selesai atau tidak mengikuti lomba, sejatinya hanya beristirahat tanpa disibukkan kegiatan perkemahan lagi.
“Gue laper mmm…” celetuk Vivi
“Tuh, ada mie instan. Makan aje” jawab Rayya
“Kalo dimakan mentah aja boleh gak, sih ? Mager banget nyeduhnya” Vivianne memanyunkan bibirnya
“Gak ‘pa ‘pa. Lambung lo juga kan masih ada cairannya. Entar juga ngembang, mateng sendiri…” balas Rayya. Ia lalu melengos ke arah dapur yang berada di bagian belakang tenda karena Windy terdengar memanggil dirinya.
“Yeee… Kirain mau bikinin!” timpal Vivianne
“Emang lo gak bawa bekel ?” tanya Lia
“Masih lapeerrr…” Vivianne memegangi perutnya
“Lo kuat banget makan” timpal Hanna, “nih, mao ?” imbuhnya. Tawarannya itu dibarengi dengan aksinya menyodorkan satu wadah berisi buah naga pada Vivianne.
“Makasih, Han. Jadi enak”
“Udah. Muka lo... Biasa aja, deh. Ga usah digituin. Serem” ucap Hanna dengan wajah datar
Ah, Vivi ini. Kadang dirinya menampilkan ekspresi memelas yang tidak biasa. Ekspresi itu kerap membuat yang melihatnya malah bergidik ngeri. Seperti Hanna barusan.
Sementara itu, cukup jauh dari area belakang tenda sana, ada Rayya dan Windy yang mengobrol dengan raut wajah yang terlihat serius.
“Ya, lo inget gak kata pak Miko tadi pagi ?” bisik Windy pada Rayya di sampingnya.
“Apaan ?”
“Itu… Yang pak Miko bilang... Kalo nemu yang aneh-aneh, harus lapor ke dia…” Windy nampak begitu tegang
“Kenapa ? Lo nemu apa ? Hantu ?” Rayya asal bicara
“Hus! Bukan...! Tapi, jangan bilang-bilang ke yang lain dulu” Windy mengorek ponselnya dengan cepat, “gue nemu ini…” ucapnya sambil menunjukkan sebuah foto di ponselnya.
“Anjrit…” Rayya tercengang, “lo nyasar ke mana, Win ? Ini lo gak macem-macemin, kan ?” bisik Rayya
“Itu…” Windy menggantung kalimatnya
“Apaan, Win ? Kenapa ?” tanya Rayya penasaran
“Gue… Kan gue pengen banget pipis, Ya. Cuma gue sempet iseng, jalan-jalan dulu…” ungkap Windy
Rayya lalu mengambil nafas dalam. Sepertinya Ia batal mengucapkan rangkaian kalimat yang Ia susun dalam otaknya.
“Win… Mending lo bilang ke Hanna, gih. Biar dia bantu bilang ke pak Miko…” ujar Rayya
“Tapi, Ya. Yang penting kan gue gak ngapa-ngapain…” Windy mengantongi kembali ponselnya
“Lo sendirian ke tempat itu ?” Rayya menyilangkan tangan di dada
“Eh ?” Windy tersentak, “Eng-itu… Heem. Sendirian…” jawaban Windy terdengar agak mencurigakan, Ia seperti tidak yakin dengan ucapannya sendiri.
“Hmmm…Beneran ? Lo… Gak lagi boong, kan ?” Rayya jelas sekali tidak mempercayai ucapan Windy.
“Sumpah, beneran. Serius! Gue gak boong!” bantah Windy
Rayya hanya menatap tajam Windy. Raut wajah Rayya jelas menunjukkan rasa tak percayanya pada ucapan Windy.
Meninggalkan permasalahan Rayya dan Windy, di tenda Regu C Putra terjadi sebuah keriuhan.
“Mon… Idung lo, Mon!” teriak Leo
“Iya, anjir! Idung gue!” Simon panik
“Nih! Sumpel dulu. Sumpel!” Syafiq dengan sigap menyodorkan sebungkus besar tisu pada Simon. Ia kemudian berlalu meninggalkan tenda.
“Anjir! Le, Le. Darah gua merah banget…” rintih Simon
“Mon. Woy! Heh! Lo ituh masih manusia” ucap Leo
Dari arah luar tenda, Riza datang bersama sekotak peralatan medis. Yap. Karena Riza adalah panitia perkemahan divisi kesehatan, sudah menjadi tanggung jawabnya untuk memastikan kesehatan dan keselamatan para peserta perkemahan.
“Woi! Lu jangan dongak gitu!” teriak Riza pada Simon
“Entar darah gue netes, bang!” sahut Simon
“Udah. Lo dengerin aje si Riza...” timpal Leo
“Mending netes ke luar apa masuk ke tenggorokan ?” cetus Riza.
Kain kasa di kotak P3K lalu Riza sobek dan dibentuknya menjadi gulungan yang lebih kecil.
“I-iya deh maap, bang…” jawab Simon sambil mendekatkan wajahnya ke arah Riza
Maksud hati Riza ingin menyerahkan gulungan kain kasa guna menahan pendarahan pada mimisan Simon. Namun, Riza kaget setengah mati saat mendapati wajah Simon hanya beberapa senti saja dari wajahnya.
“Woi woi woi... Hampir ajah! ” pekik Simon
“Anjir lah, Mon! Kaget gue liat muka lo!” balas Riza
Leo terkekeh keras menyaksikan kelakuan Riza dan Simon.
“Eh tapi lo bisa sakit juga, Mon ?” ujar Leo setelah selesai tertawa
“Yaelah… Keknya ini gegara gue tadi bersin-bersin mulu…"
“Lo bersinnya kenceng banget, ya ?” tanya Riza
“Yoi. Abis kesel. Lagi enak makan basreng, bumbunya pake masuk ke idung” jawab Simon
“Lagian, idung pake segala dibumbuin” sahut Leo.
“Anjir… Hahahah…” Riza terkekeh, “betewe, ini gue kasih buat sumpel sama kompresannya juga nih. Nyumpelnya jangan tebel-tebel. Tipis-tipis aja, segini juga cukup…” jelas Riza
Beberapa gulung kecil kain kasa dan sebuah kompres kemudian Riza serahkan pada Simon.
“Sip. Makasih bang” balas Simon
“Eh, si Syafiq kemana dah ?” tanya Leo
“Dia mah paling lagi ngisep kayu putih. Katanya dia sensitif banget kalo liat darah” jelas Riza sambil merapikan peralatannya, “tuh, kayu putih gua kagak ada. Dipinjem si Syafiq”
“Oiye. Dia pernah bilang kalo dia tuh kayak takut gitu sama darah” timpal Simon
“Gue cabut yak!” Riza melengos pergi dari tenda Regu C Putra.
“Hooh. Tengkyu, bang!” balas Simon
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments