Bab. 4

Hari berganti.

"Kalau sudah gagal begini, apa tandanya rencana kita akan berakhir? Kita nggak jadi melenyapkan nyawa Evan?"

Gisel berdiri di ruang keluarga, menatap seluruh anggota keluarganya yang terdiri dari Papa, Mama, Opa, dan adiknya.

Mereka semua berkumpul di sana untuk membahas masalah kegagalan rencana semalam. Pertanyaan pun muncul, apakah benar Evan ini kebal terhadap racun?

"Tentu saja enggak dong, Sel," sahut Ganjar—Opa Gisel. "Kita nggak boleh menyerah sebelum Evan berhasil mati. Aku nggak sudi, mempunyai cucu menantu yang miskin dan nggak punya masa depan seperti Evan!"

Evan, pria tampan yang memiliki karisma itu memang terlahir dari keluarga sederhana. Dia juga sudah tidak memiliki Ayah.

Selain menikah karena dipaksa, keluarga Gisel yang kaya raya itu begitu anti pada orang miskin. Mereka tidak mau menjalin hubungan, karena itu sama sekali tidak menguntungkan.

Itulah sebabnya, mereka semua mendukung Gisel untuk melepaskan Evan. Apalagi setelah diketahui bahwa pekerjaan Evan hanyalah seorang asisten dukun, yang menurut mereka pasti gajinya tidak seberapa.

Masa depan Gisel akan suram jika terus bersama Evan, jadi sebisa mungkin, mereka akan membantunya untuk terlepas dari Evan.

"Terus, rencana kita selanjutnya apa?" tanya Gisel. "Enggak mungkin kita racuni lagi, kan? Karena Evan 'kan kebal terhadap racun."

"Kita akan tetap mencoba meracuni Evan, kita mencoba sekali lagi karena Papa masih penasaran."

Berbeda dengan Gisel, yang menduga bahwa suaminya itu kebal terhadap racun. Arga sendiri tidak. Malah, dia berpikir bahwa mungkin racun yang digunakan tidak cocok untuk tubuh Evan, sehingga perlu mencari racun lain.

"Tapi Evan sekarang dirawat di ruang sakit, ada keluarganya juga pastinya. Susah buat aku meracuni Evan, Pa," kata Gisel yang tampak ragu.

"Menurut Opa sih, selagi si Evan ada di rumah sakit ... mending kita suntik mati saja dia sekalian," usul Ganjar, memberikan ide brilian.

"Bener juga tuh usulan Papa, aku sih setuju," sahut Ayya—Mama dari Gisel.

"Terus, siapa yang akan menyuntiknya? Jangan bilang aku." Baru rencana, belum menjalankan. Tapi Gisel sudah ketakutan duluan. Jantungnya juga ikut berdebar.

"Iyalah kamu. Masa iya kami?" sahut Ganjar terkekeh. "Kamu 'kan istrinya, Sel."

"Kan aku udah bilang tadi, kalau di rumah sakit pasti ada keluarga Evan juga. Mana bisa aku melakukan hal itu, bisa-bisa aku ketahuan dong."

"Lakukan saat semuanya sudah tertidur, atau saat kamu sedang berduaan dengan Evan. Tapi tunggu dia tidur, karena takutnya dia akan tanya," sahut Ganjar memberikan instruksi.

"Kenapa kita nggak nyuruh orang aja sih, Opa? Kan lebih enak nyuruh orang, jadi kita nggak mudah ketahuan." Gisel sepertinya ingin mencari jalan aman, tidak ingin melibatkan dirinya secara langsung.

"Justru kalau menyuruh orang, kita akan cepat ketahuan. Karena orang jujur itu jarang ada, Gisel."

"Benar apa kata Opa. Udah turuti saja, Sel. Papa juga setuju kok," sahut Arga mengungkapkan pendapatnya.

"Ya udah deh, terserah kalian aja." Gisel mengangguk lemah.

***

Sementara itu di rumah sakit, Evan perlahan membuka matanya. Matanya terasa berat, dan dia merasakan kebingungan saat melihat sekeliling ruangan yang terasa asing baginya. Dia mencoba mengerjapkan mata dan menatap sosok yang tak jauh darinya.

"Alhamdulillah ... kamu udah bangun, Nak," gumam Umi Mae dengan suara lembut, penuh rasa syukur. Dia yang semula duduk di sofa, kini berdiri dan mendekati Evan yang masih terbaring.

"Umi ... Umi kok ada di sini? Dan di mana kita sekarang?" tanya Evan dengan wajah penuh kebingungan, matanya terus memandang Umi Mae, ibu kandungnya, dengan rasa heran.

"Kamu ada di rumah sakit. Malam-malam Umi ditelepon Gisel, dia mengatakan kalau kamu muntah-muntah terus pingsan, Van," jawab Umi Mae dengan lembut, mencoba menjelaskan keadaan kepada Evan.

"Ohh, begitu. Terus, di mana istriku sekarang, Umi? Dan apakah dia yang membawaku ke rumah sakit?" Evan mencoba mencari keberadaan Gisel, dalam pandangannya yang masih kabur.

Dia juga berharap, jika tebakannya tentang Gisel yang membawanya ke rumah sakit adalah benar. Sebab terakhir saat dia mengingat peristiwa yang terjadi, perempuan itu diam saja saat dia mintai tolong.

"Iya, Gisel yang membawamu ke sini bersama bosmu, Van," Umi Mae menjawab dengan lembut. Melihat ekspresi lega di wajah Evan, Umi Mae merasa lega juga. "Tapi mereka semua nggak ada di sini sekarang, bahkan Umi juga sejak tadi nunggu Gisel datang."

"Memangnya Giselnya ke mana, Umi? Dan Pak Yahya pasti udah pulang ke rumahnya, kan?"

"Iya, Pak Yahya udah pulang." Umi Mae mengangguk. "Dan Gisel juga sebenarnya pulang, Van. Bahkan dari semalam, pas Umi dan Yunus datang."

"Lho, jadi semalam dia nggak menungguku di rumah sakit, Umi? Hanya Umi dan Bang Yunus doang?" Wajah Evan terlihat kecewa, meskipun awalnya dia senang karena Gisel-lah yang membawanya ke rumah sakit.

"Iya. Awalnya sih Gisel bilang ... kalau dia mau ngambil baju ganti untuk kalian. Umi sempat melarang, karena tadinya biar Umi yang nyuruh Yunus untuk ngambil. Eh dianya tetep kekeh nggak mau, dia mau pulang sama Papanya."

"Papanya Gisel jemput dia berarti??"

"Papanya Gisel memang udah ada di sini, sebelum Umi datang, Nak."

"Oohh mungkin dikabari sama Gisel ya, Umi."

"Iya." jawab Umi Mae sambil mengangguk. Dia duduk di kursi kecil di dekat ranjang Evan dan memegang tangan putranya dengan lembut. "Oh ya, setelah kamu sembuh dan keluar dari rumah sakit ... boleh nggak, untuk sementara waktu Umi tinggal bareng kamu sama Gisel?"

"Tinggal bareng??" Evan mengerutkan keningnya. Merasa heran dan sedikit terkejut. "Kok tumben sih, Umi, memangnya kenapa?"

"Ya Umi lagi kepengen aja. Memangnya nggak boleh ya, Van?"

Entah mendapatkan sebuah firasat atau tentang naluri seorang Ibu. Setelah mendengar kabar Evan yang masuk rumah sakit, dia sekarang tiba-tiba merasa takut kehilangan yang berlebihan. Umi Mae juga merasa khawatir tentang keadaan Evan. Dia tidak ingin berjauhan darinya.

"Bukan nggak boleh, tentu boleh lah, Umi," jawab Evan dengan senyuman lembut. "Tapi aku perlu ngomong dulu sama Gisel, ya, Umi. Biar sama-sama enak nantinya."

"Iya, Nak." Umi Mae mengangguk setuju.

Ceklek~

Tiba-tiba, pintu kamar rawat itu dibuka secara perlahan oleh Gisel yang baru saja masuk dengan Arga yang membawa koper. Evan tampak senang, wajahnya langsung sumringah menyambut kedatangan mereka.

"Assalamualaikum Bang, Umi," ucap Gisel memasang wajah ramah dan senyuman manis. Dia melangkah cepat menghampiri Evan, kemudian langsung memeluknya.

"Walaikum salam, Sayang."

"Walaikum salam," jawab Mae.

"Maafin aku ya, Bang, karena baru datang. Abang sama Umi pasti nungguin aku, kan?" Gisel perlahan merelai pelukan.

"Iya, nggak apa-apa, Sayang. Tapi kenapa kamu semalam pulang, nggak mau nungguin aku di rumah sakit? Umi bilang ... yang nungguin aku cuma Umi dan Bang Yunus doang."

"Si Gisel kena mencret, mangkanya dia pulang bareng Papa," sahut Arga asal memberikan alasan. Dia lantas melangkahkan kakinya mendorong koper ke arah lemari, lalu menaruhnya di sana.

"Kok bisa kamu kena mencret, Yang? Makan apa tadinya??" Evan tampak terkejut, langsung menangkup wajah Gisel dengan khawatir, lalu mengelus perut istrinya. "Terus sekarang, masih mencret nggak? Pasti perutmu masih sakit. Kita periksa ke Dokter, yuk," ajak Evan penuh perhatian, bahkan dia ingin turun dari ranjang, tapi Umi Mae langsung mencegahnya.

...Tolong kasih vote sama hadiahnya, ya, Guys... 🙏 Biar makin banyak yang baca dan Authornya semangat 😊...

Terpopuler

Comments

Anik Trisubekti

Anik Trisubekti

Vote dan hadiah sudah meluncur kak Ros 🥰

2024-04-29

1

Ana

Ana

umi mae pasti bisa merasakan sesuatu yang terjadi pada anaknya

2024-04-29

1

Yesi Marsela

Yesi Marsela

firasat seorang ibu emang sangat kuat, aq setuju umi nginap di rumah Evan awasi menantu mu mi 🤭

2024-04-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!