Episode 5

Hanya butuh dua hari aku berada di rumah sakit dan sudah di perbolehkan pulang. And, guess what? Si geblek Rega ternyata mempunyai sesuatu untukku. Tapi sialnya, dia tidak mau memberti tahunya sekarang.

“Bawel ah ntar aja di rumah,” katanya sambil menyeretku untuk masuk ke dalam mobil.

Kedua orangtuaku masih sibuk menyelesaikan urursan administrasi. Jadi, kami berdua memilih lebih dulu untuk pulang.

“Sok asik banget si pake surprise-surprise otok otok segala macem,” aku hendak ingin memukul Rega seperti biasa, tapi baru kusadari sesuatu. “ADUH TAI TANGAN GUAAA,”

Disampingku Rega hanya melirik sekilas dan tertawa kecil, “Bego si udah tau tangan masih keseleo dikit sok-sok an pengen mukul-mukul gue,”

“Liat ntar pas tangan gua udah ga di perban lagi,” kataku sambil mengelus tangan kananku yang masih di perban pada bagian pergelangan tangan hingga telapak tangan.

Tak berapa lama kemudian mobil Rega telah memasuki halaman rumahku. Ia menghentikan mobilnya tepat di depan pintu rumah. Aku turun dari mobilnya lalu berjalan lebih dulu daripada Rega. Tiba-tiba dua buah benda persegi panjang dan sebuah vip card muncul dari atas kepalaku.

Benda itu ternyata di pegang oleh Rega dari belakang, ia menggerak-gerakkan benda itu ke kiri dan kanan.

“Kalo surprise nya ternyata ini seneng ga?” ujar Rega tepat di belakangku.

Sambil menahan nafas aku berbalik arah menghadapnya, “I-itu – UPIL DAJJAAAALLL! KO BISA SIH?! KO LO BISA DAPET TIKET KONSER AVRIL?! KO LO JUGA DAPET MEET AND GREET NYA??? JAWAB REGAAAA JAWAAAABBB!”

Seperti orang kesurupan sekaligus sinting seperti orang gila aku berkata tepat di depannya. Rega hanya menutup kupingnya dan memasang raut wajah aneh.

“Terus jadi ini buat gue? Ini tiket konser plus meet and greet nya buat gue? Beneran, Ga? Ah boong lu jangan php in gua napa, basi. Serius, beneran? Coba bilang, demi Tuhan arya wiguna coba – coba ih nges—“

Belum sempat aku melanjutkan perkataanku, mulutku telah di bekap oleh Rega dan ia menyeretku masuk ke dalam rumah, “Kalo lo itu robot ga bakalan lu gue cas seumur hidup,”

Aku berusaha melepaskan bekapannya. Namun, tenaganya begitu kuat hingga aku terpaksa mengambil langkah ke-seratus. Menggigit tangannya.

“DEMI TUHAN YA VANILLA INI TIKET GUE BALIKIN LAGI NIH KE TUKANG JUALNYA!”

Refleks aku memukulnya, “Buat gue!” dengan cepat aku merebut tiket dan card dari tangan Rega.

“Konsernya dua bulan lagi juga udah jejingkrakan aja sih,” komentar Rega yang melihatku lompat-lompat kesenengan.

“Suka-suka orang kale,”

“Ga bilang makasih lagi ke gua,”

Oh iya. Ah, tapi gengsi ah.

“Y mksh,”

“Maksa,”

“Yang penting udah bilang,”

“Ga iklas,”

“Is,”

“Bibirnya maju kaya combro,”

“Ga combro juga kali bau badak lu ah!”

“Ga bau badak juga kali!”

****

Sabtu sore menjelang malam seperti ini enaknya untuk movie maraton. Berbekal segala cemilan yang barusan di beli di supermarket serta minumannya. Aku, Ifa, Rega, dan Bagas menonton di rumah Ifa karena hanya Ifa yang mempunya home theater seperti bioskop sesungguhnya.

Setelah beberapa menit berebut film pertama yang di putar. Akhirnya aku dan Ifa memenangkan perebutan itu. Film pertama bergenre romance, padahal Rega dan Bagas sudah nyolot ingin action.

“Ladies first dong!”

Kalimat itu lah yang akhirnya membuat mereka berdua mengalah.

“I’m totally pregnant – tai, itu so sweet abis.”

“Gila gila mangap,”

“HOT JIR,”

Aku dan Ifa sibuk berkomentar tentang beberapa adegan yang romantis serta tiap detik mengomentari pemeran utama yang gantengnya melebihi langit dan bumi. Sementara Rega dan Bagas sudah sejak awal film di mulai terkantuk-kantuk.

“Bangun woy! Film nya udah abis kali,” kataku dan Ifa membangunkan Rega dan Bagas. Seperti baru mendengar sebuah sentakan mereka berdua langsung duduk sigap dengan mata yang masih tertutup.

“HAH? MALING?”

Rasanya saat itu juga aku ingin bejek-bejek wajah Rega dan Bagas.

****

Lima hari kemudian perbanku sudah di perbolehkan untuk di buka. Rasanya juga tidak ngilu lagi dan sakit. Aku sedang duduk di kantin bersama Ifa sembari menunggu Rega yang sedang latihan basket untuk pertandingan lusa. Sekolah kami masuk babak semi final dan sebagai kapten tim basket SMA Pelita Harapan ia harus mengatur tim nya.

Suapan terkahir semangkuk baksoku tepat sekali saat Rega masuk ke kantin dan berjalan menghampiriku.

“Udah selesai belom makannya? Balik cepet,” perintah Rega.

“Iya iya sabar,” aku menyeruput es teh ku dan berdiri dari kursi kantin. “Lo pulang sama siapa Fa?” tanyaku pada Ifa.

“Di jemput Pak Tono gue biasa,”

“Terus mana Pak Tono nya?”

“Otw katanya,”

Aku menoleh ke arah Rega, “yaudah di parkiran aja nunggunya.”

Aku turun dari motor Rega dan melepas helm miliknya. Dulu ia membelikanku helm karena aku sering lupa menenteng helm jika ingin pergi dan malas masuk ke dalam rumah lagi untuk mengambilnya.

“Lusa ya jangan lupa di SMA 45,” Rega mengingatkan.

Aku mengangguk kalem, “Woles.”

“Jangan ga dateng kaya waktu itu,”

“Iya,”

“Pasang alarm biar ga kebablasan kalo tidur,”

“Iya Rega bawel lu ah, sana pulang! Daahh,” sebelum sempat Rega menoyor kepalaku seperti biasa, aku terlanjur lari masuk ke dalam rumah.

Di luar Rega hanya tersenyum kecil lalu memakai helmnya kembali dan keluar dari halaman rumahku.

****

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!