BAB 4 - Kita ini Miskin

1 Bulan berlalu

Elena masih tidak menemukan keberadaan Liam, setelah pergi dari rumah sakit 1 bulan lalu. Jangan ditanya seperti apa kekesalannya. Dia menghabiskan hampir seluruh tabungannya untuk membayar biaya rumah sakit. Beruntung Nova dan kedua orang tuanya belum mengetahui tentang tabungan yang dia kumpulkan itu.

Setelah kejadian itu, Elena juga mencoba lagi dengan melakukan cara yang sama untuk mendapatkan uang tetapi entah kenapa, seluruh akunnya tidak bisa digunakan dan akhirnya membuat dia semakin merugi. Alhasil Elena tidak bisa lagi menggunakan aplikasi di ponselnya, aplikasi yang memungkinkan Elena untuk bisa bertaruh dan mendapatkan keuntungan yang besar.

Setelah kelulusannya Elena dipaksa ibunya untuk membantu berjualan roti di toko bakery milik keluarganya, setelah usaha keluarga Elena bangkrut. Kedua orang tua Elena pindah ke kota kecil untuk membuka sebuah toko kue, untung saja toko kue itu cepat menjadi populer hal ini karena Nova dan Elena cukup mahir mempromosikan cake dan kue buatan ayah dan ibunya.

"Jangan lupa untuk membantu papa dan mama di toko kue mereka. Hari ini hari libur, pasti banyak pembeli yang datang" kata Nova sambil memperhatikan penampilannya di cermin.

"Iya aku tahu, tenang saja. Mama juga bilang aku bisa datang agak siang setelah menyelesaikan aplikasi pendaftaran kuliahku" kata Elena.

Nova menghampiri Elena dan ikut melihat hasil aplikasi pendaftaran adiknya, tiba  - tiba saja Nova berbisik, "Elena... Apa kau sudah menemukan orang yang membawa kabur uangmu?" tanyanya.

Jemari Elena seketika berhenti bergerak, tiba - tiba dia merasakan udara sekitarnya seolah habis. Sejenak Elena melirik ke arah kakaknya, mungkin jika dia bisa melihat wajah hantu yang sedang marah, dia akan memutuskan raut wajah kakaknya saat ini sangat tepat untuk menggambarkan hal itu.

"Glek.." Elena menelan ludahnya, mencoba mencari alasan untuk tidak membuatnya merasakan kepalan tangan Nova mendarat di kepalanya.

"Kakak bicara apa sih? U-uang apa? Ha-ha-ha" jawaban Elena semakin membuat Nova yakin jika adiknya sedang menyembunyikan sesuatu.

"Baiklah kalau kau tidak mau bilang, aku hanya tinggal mengatakan ini pada papa dan mama"

"Jangan---"

"Kenapa? Bukannya kau tidak tahu dengan maksudku?" tanya Nova

"Bukan begitu, ta-tapi"

"Berapa??"

"Huh?"

"Berapa uang yang kau keluarkan?" tanya Nova

"75.000 do-dollar" jawab Elena takut

Wajah Nova membeliak kaget, kepalan tangannya pun sukses mendarat di kepala Elena dan membuat adiknya itu mengaduh kesakitan. "KAU GILA YA....!!! Darimana kau dapat uang itu? Apa kau menjual nar*koba atau semacamnya? Atau kau menang lotere? Kau tidak melakukan kejahatan apapun kan?" tanya Nova dengan wajah khawatir.

"TIDAK--- Tenang saja, aku tidak mendapatkan uang itu dari cara buruk kok. Ya walaupun tidak 100 persen baik juga sih"

"Pokoknya kau tenang saja, aku mengumpulkan uang itu supaya papa dan mama tidak perlu repot memikirkan biaya kuliah dan asrama nanti dan juga uang itu bisa digunakan untuk merenovasi rumah ini. Tapi aku malah kehilangan uang itu gara - gara paman tua sialan bau kentut seperti dia"

"Ughhhh akan kuhajar begitu aku menemukannya" ungkap Elena kembali kesal.

Nova mendesah, "Yang penting kau tidak melakukan kejahatan. Itu sudah cukup, lupakan saja uang itu dan belajar yang baik selama kuliah. Kau tidak perlu repot - repot memikirkan biaya kuliah dan semacamnya. Kau hanya bertugas untuk belajar dengan rajin supaya kau bisa lulus tepat waktu dan dapat pekerjaan"

"Bagaimana bisa aku lupakan...." Elena terdiam saat kakaknya mulai melotot gahar. Bukan apa - apa, Nova tidak mau adiknya terlibat hal berbahaya lagi. 1 bulan lalu dia diberitahu oleh temannya yang bekerja di rumah sakit tempat pria itu dirawat, dan Nova tahu jika pria itu dirawat akibat luka tembak.

Nova segera berpendapat bahwa orang itu berbahaya, orang normal tidak akan mendapat luka tembak tanpa sebab kan? Pikirnya. Dirinya sengaja diam untuk melihat apakah Elena akan bercerita padanya, tapi setelah 1 bulan berlalu adiknya masih tetap saja bungkam.

"Baiklah - baiklah.... Aku akan belajar dengan rajin dan dapat pekerjaan. Supaya kau tidak sombong karena sudah menghasilkan uangmu sendiri" cemooh Elena.

"Masih terlalu cepat 10 tahun untuk mengalahkanku, kids" goda Nova dan segera menyambar tas selempang miliknya lalu pergi bekerja.

"Ingat... Lupakan uang itu. Jangan pernah sekalipun kau memikirkan untuk mendapatkan kembali uang itu, atau aku akan memberitahu papa dan mama supaya kau dikirim ke biara menjadi biarawati" ancam Nova.

"Kenapa aku punya kakak menakutkan seperti dia sih? Berbeda sekali dengan Kyra yang memiliki kakak yang lembut dan baik hati" batin Elena.

****

"Apa kau sudah menemukan anak itu?" tanya Liam pada Alice.

"Anak kecil yang kau bilang menolongmu itu dan membayar biaya rumah sakitmu?" tanya Alice.

"Siapa lagi? Aku berhutang nyawa dengannya" ucap Liam seraya memandang pistol suar yang dijatuhkan Elena saat menolongnya. Entah sejak kapan pistol itu terbawa olehnya di saku jasnya.

"Lebih baik kau diam dan jangan cari dia. Anggap saja kalian tidak penah bertemu, kau tahu kan hal berbahaya apa yang mengikutimu. Bisa - bisa anak kecil itu juga akan terseret bahaya" kata Alice.

"Apa kau sudah membayar kembali biaya rumah sakit yang dibayarkan anak itu?" tanya Liam.

"Belum.." Jawab Alice santai.

"Kenapa belum? Harusnya kan kau membayarnya?" pekik Liam.

"Kau lupa kalau aku kabur dari rumah? Aku mana punya uang sebanyak itu. Selain itu, kau juga tidak punya uang kan setelah ayah membekukan semua rekeningmu. Akui saja, kita sekarang miskin" jawab Alice lagi.

Liam menghela nafasnya, seperti dirinya yang meninggalkan rumah karena ayahnya, Alice pun melakukan hal yang sama dengannya. Kini hanya ada Noah si bungsu yang masih bertahan di rumah mereka bersama dengan ayah mereka.

"Aku kabur dari rumah, tapi kenapa kau juga ikut kabur? Kasihan sekali Noah disana sendirian" ucap Liam.

Alice merenung, tak bisa di pungkiri dia juga ingin adiknya ikut bersamanya, tapi adiknya masih terlalu kecil. Sementara dia sekarang adalah seorang pengangguran yang untuk menghidupi dirinya sendiri saja cukup kesulitan. Kemudian Liam sendiri entah kenapa selalu terlibat hal - hal yang membahayakan nyawanya sendiri.

"Kenapa kau mengomeliku sih? Memangnya kau pikir aku akan tahan berada di rumah itu bersama dengannya" bantah Alice.

Liam lalu beranjak pergi, "Mau kemana lagi kau? Kau baru saja sembuh, sekarang kau mau kemana lagi?" tanya Alice.

"Aku ada pekerjaan yang harus aku lakukan, ada hutang yang harus kubayar. Sebelum kau pergi, bersihkan sisa makananmu dan buang sampah didapur. Kalau kau ingin menumpang disini, setidaknya kau harus menjaga kebersihan tempat ini" sahut Liam.

"Dasar menyebalkan --- Aku tidak mau melakukannya. Aku tidak pernah melakukan itu selama dirumah"

"Kalau begitu kau pulang saja, atau cari pekerjaan sebagai tenaga keamanan. Bukankah kau lulusan terbaik akademi, seharusnya mudah bagimu untuk mencari pekerjaan seperti itu" kata Liam.

Alice menjawab jika dia tidak menyukai pekerjaan yang merepotkan itu, lagipula dia juga sudah melamar ke beberapa agensi tapi tidak ada hasil satupun. Sepertinya ayahnya benar - benar menggunakan pengaruhnya agar dia tidak memperoleh pekerjaan dan pulang kerumah.

***

Liam sedang berjalan - jalan di jalanan ibukota untuk membeli sebuah roti, sejak toko roti langganannya bangkrut dia harus berjalan lebih jauh untuk mendapatkan roti. "Roti di Thomson Bakery memang yang terbaik" ucap Liam sambil mengunyah rotinya di pinggir jalan.

"Akhirnya aku menemukanmu...." teriak seorang gadis dibelakangnya.

Liam menoleh dan mendapati Elena menatapnya garang, "Paman... Bagaimana kau bisa kabur tanpa membayarku kembali??"

"Cepat berikan uangku, kau sudah mengambil milikku yang berharga dan kau kabur begitu saja. Kau benar - benar pria tua tidak tahu malu" teriak Elena lagi.

Orang- orang yang ada disekitar tempat itu melihat Liam dengan tatapan aneh, apalagi perkataan Elena yang dapat menimbulkan salah paham.

"Siapa kau? Apa kita saling mengenal?" tanya Liam yang masih tidak mengenali Elena.

"Wah...wah... sekarang kau pura-pura hilang ingatan. Kau lupa dengan apa yang sudah kau lakukan padaku di gunung waktu itu?" ucap Elena

Mendengar kata gunung, Liam mengerti siapa gadis dihadapannya itu.

"Pria itu benar - benar breng*sek, dia menipu gadis kecil di gunung?" bisik orang - orang disekitarnya.

"Tu-tunggu, ini salah paham. Kau!!! ayo kita bicara ditempat lain" ajak Liam.

"Untuk apa??? Kalau mau bicara, bicara saja disini. Bayar saja hutangmu padaku dan urusan kita selesai" jawab Elena sambil menengadahkan tangannya.

Liam mengurut kepalanya dan tanpa pikir panjang langsung menggendong Alice pergi menjauh, "Paman... Apa yang kau lakukan. Turunkan aku!!!!" Teriakan Elena tidak dihiraukan Liam.

"Tolong pria tua ini menculikku....." Teriakan Elena yang semakin kencang membuat Liam terpaksa membungkam mulutnya.

"Kau bisa diam tidak?!" bisik Liam yang terlihat menakutkan di mata Elena.

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!