Operasi Transplantasi Jantung

Tepat jam 7 malam, Sara kembali duduk di kursi meja makan yang bundar di ruang tamu.

Semuanya sudah ia siapkan dengan sempurna, nuasa romantis yang mengelilingi ruangan itu begitu hangat juga tentu indah.

Sambil menunggu kedatangan suaminya, Sara bermain dengan handphonenya dulu agar tak merasa bosan.

" Sudah setengah 8, tapi dia janji akan datang." Sara tetap berpikir positif dan melanjutkan permainannya.

Namun lama ia bermain, Leo tak kunjung datang juga. Melihat crim kue yang meleleh, Sara dengan cepat kembali memasukkannya dalam kulkas.

Semua makanan juga menjadi dingin karena jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun Sara tetap kembali memanaskannya semua lagi.

Meski harus bekerja dengan 1 tangannya, ia tak mengeluh sama sekali bahkan tak memanggil par pelayan untuk membantunya karena sudah larut malam.

" Jam setengah 12, di mana dia?" Sara terus memerhatikan pesan yang ia kirim pada Leo. " Apa ku telpon saja?"

Karena tak ada pilihan lain, Sara pun akhirnya menelpon Leo untuk bertanya.

Namun sekali ia menelpon Leo tak menjawab panggilannya, ia pun kembali mencobanya, hingga 8 kali ia menelpon Leo baru menjawabnya.

" Iya? Ada apa?" Tanya Leo.

" Kamu jadi pulang nggak?"

" Iya, aku pulang kok. Bentar lagi ya, aku lagi di jalan ini."

" Aku tunggu kamu di rumah ya."

" Iya baby."

Sara lalu menutup teleponnya dan kembali bersemangat menyidangkan makanan itu kembali di meja seperti semula.

Tak lupa ia juga mengeluarkan kue tadi dan menaruhnya di tengah-tengah makanannya.

" Fuuf, panas panas, mungkin perbannya udah bisa di lepas. Sebaiknya aku lepas dulu."

" Nyonya, biar saya bantu." Ucap pelayan bernama Siti yang datang entah dari mana.

" Lo kamu nggak tidur?"

" Saya kau mengecek dapur nyonya, dan melihat anda masih di sini. Saya belum mendengar suara mobil tuan Leo, jadi saya kemari dulu untuk memeriksa dapur apa sudah bersih."

" Ah begitu ya."

" Tangan nyonya Sara kenapa merah gini?"

" Tadi aku nggak sengaja tersiram air sup, tapi udah nggak sakit kok..."

" Ini merah banget loh nyonya, waktu nyonya perban tadi, nggak di olesin salep dulu?"

" Astaga aku lupa, aku tadi langsung perban aja..."

" Ada apa dengan nyonya? Nyonya bisa saja terinfeksi kalau begini, saya akan olesi salep dulu dan perban lagi ya nyonya."

Sara hanya mengangguk kecil dan segera pelayan itu mengobati tangannya dengan begitu pelan hingga Sara tak merasa kesakitan.

" Tangan nyonya sudah melepuh sedikit, nyonya yakin ini nggak sakit?"

" Nggak kok."

" Bagaimana bisa?" Tanya Siti menatap sendu Sara.

" Udah terbiasa juga sih, pekerjaan ku lebih berbahaya di luar sana."

" Pantas tuan Leo sangat khawatir jika anda pergi dan belum pulang jika sudah larut malam."

" Dia memang begitu..."

" Tuan Leo tak membiarkan kami tenang jika nyonya Sara belum kembali ke rumah, Tuan Leo tak hentinya menyusahkan kami dan para pengawalnya jika pengawal yang ia suruh kehilangan jejak anda."

" Benner dia seperti itu?" Sara mengerutkan keningnya.

" Tapi kami tidak apa-apa, kami mencoba mengerti."

" Wah aku harus bilangin Leo nih, kok dia gitu sih."

" Nggak usah nyonya, kami baik-baik saja. Takutnya anda nanti malah bertengkar dengan tuan Leo, barang-barang berserakan di mana-mana jika anda mulai bertengkar." Terdengar tawa kecil dari bibir Siti.

" Kamu ngapain ketawa?"

" Kalo nyonya bertengkar sama tuan Leo, kami diam- diam menertawakan kalian. Karena hal itu lucu."

" Lucu ya? Lucu sih, Leo benar-benar mukulin aku."

" Udah jam 1 nyonya, apa nyonya nggak kembali aja ke kamar dan tidur? Biar saya bereskan ini..."

" Tidak usah, Leo akan segera datang. Kamu saja yang kembali tidur."

" Tapi nyonya..."

" Kamu dengerin aku atau turun gaji?"

" Nyonya bilang tuan Leo akan kembali secepatnya sejam yang lalu, itu sebabnya saya temenin nyonya di sini."

" Kamu nggak usah khawatir dan balik aja, Leo akan segera datang. Sebaiknya kamu kembali gih."

Karena kekangan Sara, Siti pun kembali ke belakang dengan hati yang berat karena mengkhawatirkan majikannya itu.

Sara juga lalu kembali duduk di kursi dan menatap kue yang ia bikin dari tadi pagi tadi.

Sesekali ia memeriksa makanannya apa masih panas atau sudah dingin, niatnya jika dingin lagi ia mau memanaskannya.

Waktu semakin berjalan menghabiskan setiap jam perdetik, namun Sara masih setia menunggu di sana sendirian.

Ia sudah mengirim pesan teks pada Leo bahkan menelponnya berkali-kali, Leo sama sekali tak menjawabnya.

" Kamu di mana sih?" Ucapnya bersandar di lengannya sambil menatap pesan teks yang ia kirim.

Karena semakin merasa bosan, Sara membuka galeri di handphonenya dan melihat foto-foto pernikahan mereka.

" Leo ganteng banget di sini, sekarang juga masih ganteng." Sara tersenyum. " Baju pernikahan yang ibu Bian sediakan untuk ku sangat cantik, astaga aku sangat rindu Ayah mama."

Masih sibuk melihat galerinya yang di penuhi fotonya bersama suaminya, Sara tak sadar ia perlahan menutup matanya karena rasa kantuk yang mulai menyerangnya.

Tepat jam 4 pagi, ia tertidur di meja makan dengan handphonenya yang masih menunjukkan foto mereka waktu masih pacaran.

Tak lama setelah ia tertidur, barulah Leo datang dan langsung melihat Sara yang tertidur di meja saat membuka pintu.

" Sara? Ngapain di tidur di sana... Ckkk aku nggak tepatin janji aku lagi." Leo berjalan mendekati Sara.

Leo lalu duduk di sampingnya dan mengelus-elus kepala istrinya lembut.

" Aku minta maaf, aku nggak tepatin janji aku lagi. Ada pekerjaan penting yang harus aku kerjakan, aku minta maaf baby."

Merasa belaian itu, Sara segera tersadar dengan paniknya dan menatap Leo yang ada di sampingnya.

" Kamu udah datang? Kapan kamu datang..." Sara menguap.

" Maaf baby."

" Kenapa minta maaf?" Tiba-tiba handphone sara berdering dan segera ia menjawabnya. " Iya? Ada apa? Ah itu, baiklah, aku akan segera mengirimnya jam 12 nanti, aku belum selesai mengerjakannya. Iya, terimakasih pak." Sara lalu berdiri.

Dengan rasa kantuk yang masih mengelilinginya, Sara berjalan naik ke tangga dengan oleng.

" Sara." Leo menahan tangan Sara.

" Apa?"

" Kamu marah?"

" Nggak..." Sara menepis tangan Leo.

" Kamu marah kan?"

" Nggak Leo."

" Aku minta maaf."

" Bisa diam nggak?!" Germa Sara. " Aku harus bekerja, kemarin aku menundanya. Ckkk seharusnya aku nggak berhenti." Sara dengan kesal naik menuju kamarnya.

" Tentu dia marah, aku juga ngapain pake nanyak sih." Leo mengajak-ngajak rambutnya prustasi. " Ckkk nyebelin banget sih! Capek banget tau."

Leo juga lalu naik mengikiti istrinya yang tengah marah padanya.

Sesampainya ia di kamar, Sara langsung mengambil laptopnya dan mengerjakan dokumen pengumpulan biodata korban.

" Mandilah, gunakan baju itu." Ucap Sara. " Aku akan buatkan jus alpukat nanti."

" Baby..."

" Aku nggak mau dengerin apapun itu, kamu mandi aja." Ucapnya begitu fokus menekan keyboard laptopnya.

Leo menghela napas pasrah dan mengambil handuk di ranjang lalu masuk ke kamar mandi.

xxxxxxxxxxx

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Sara langsung bergegas ke kantor polisi untuk menyerahkan dokumen itu pada Sam.

Sesampainya ia di sana, dia langsung di panggil oleh kepala polisi detektif yang ada di sana.

" Detektif Sara, saya lihat keadaan mu sangat buruk. Kau baik-baik saja?" Tanya Hendra.

" Saya baik-baik saja pak." Tunduk Sara.

" Kamu punya mata panda, apa kamu nggak tidur semalaman hanya karena mengerjakan dokumen itu?"

" Tidak pak, tadi malam saya merayakan ulang tahun pernikahan bersama suami saya. Tapi saya tidur jam 12 tadi malam..."

" Jika kamu punya pekerjaan lain, kamu bisa minta izin dan memberikan tugas mu itu pada tim mu yang lain."

" Saya bisa mengerjakannya pak, tadi saya sudah memberikan dokumennya pada Detektif Sam."

" Kamu yakin baik-baik saja?"

" Iya pak..." Sara mengedip-edipkan matanya. " Saya baik-baik saja..." Suaranya berserak seperti sudah menangis.

" Saya lihat kamu kurang bersemangat hari ini, kamu bisa pulang saja. Jangan paksakan diri."

" Terimakasih pak." Sara menyeka air matanya.

Saat ia keluar dari ruangan, Reva dan Bian langsung menghampirinya dan bertanya tentang kondisinya.

" Lo baik-baik aja kan?" Tanya Bian. " Lo nangis?"

" Nggak."

" Bawah mata Lo hitam tu, Lo nggak tidur? Lo ngapain aja sih?"

" Gue nggak apa-apa Bian sayang."

" Ra, Lo yakin Lo baik-baik aja? Lo nggak di marahin kan?" Tanya Reva khawatir.

" Nggak kok, gue mau pulang aja. Gue di beri libur seminggu sama pak kepala, gue juga punya urusan lain..."

" Operasi itu kan?" Tanya Bian yang dijawab Sara dengan anggukannya. " Btw hari apa? Gue mau lihat Lo juga."

" Nggak tahu juga, gue lupa. Gue bakal hubungi Lo jika waktunya udah dekat. Omong-omong, besok kita harus ke makam ayah mama dulu, gue rindu ama mereka."

" Oke deh." Setuju Bian.

" Kalo gitu gue balik dulu."

" Hati-hati di jalan."

" Lo mau gue antarin?" Tawar Reva.

" Ah nggak usah, Lo punya kerjaan lain kan?"

" Ya nggak apa-apa gue tinggalin dulu buat nganterin Lo dulu."

" Nggak usah, gue baik-baik aja."

" Bener nih?"

" Iya Reva, gue baik-baik aja." Sara tersenyum.

Sara lalu pergi dari sana, ia menuju ke halte persinggahan bis yang cukup jauh dari kantor polisi.

Ia lalu duduk di sana dan tak sengaja ia melihat pasangan yang tengah berduaan yang datang mendekatinya lalu duduk di sampingnya.

Mendengar percakapan mereka, Sara merasa iri dan menatap lama cincin pernikahannya begitu lama.

" Leo nggak berubah sama sekali, tapi gue nggak bisa tanpa dia. Ckkk nyebelin banget njir." Ia menghela napas pasrah. " Kok bisa-bisanya dulu suka ama dia sih? Tapi dia duluan yang nembak gue. Iii nyebelin nyebelin!" Sara mengacak-acak rambutnya frustasi.

Sara juga bahkan membenturkan kepalanya sendiri ke tiang halte bis itu.

Orang-orang yang melihatnya langsung menganggap sedang stres.

" Lo baik-baik aja? Lo ngapain?" Tanya seorang wanita menahan kepalanya. " Nggak sakit apa?"

" Ha?"

" Lo baik-baik aja akan? Bis udah datang, Lo nggak mau naik?"

" Ah, maaf." Sara lalu naik ke bis.

" Dia kenapa sih?" Heran wanita itu.

xxxxxxxxxxx

" Kamu habis dari mana?" Tanya Leo yang berdiri di depan pagar. " Kamu ngapain jalan kaki?"

" Aku habis dari kantor polisi, aku nggak bisa bawa mobil. Takut sesak napas lagi dan pingsan."

" Kamu kok nggak bilang."

" Operasinya kapan di lakukan?"

" 3 hari lagi, kamu juga harus konsultasi dulu sebelum operasi."

" Aku akan ke makam ayah mama besok sama kak Bian." Sara lalu masuk.

" Kamu masih marah sama aku?" Tanya Leo mengikutinya.

Namun Sara tak menjawab dan terus melangkah maju mengabaikannya.

" Kamu mau aku ngapain? Ya udah maafin aku ya, atau aku harus berlutut dulu sama kamu. Coba kamu minta sesuatu pasti aku kabulin... Sara maafin aku, kamu makan malam bersama kan? Ayo ke kafe bersama nanti malam. Baby ku mohon, ah atau kamu mau..."

Sara menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Leo dengan matanya yang sudah berair karena air matanya.

" Kamu kenapa nangis... Aku minta maaf..."

Namun Sara memukul dada Leo. " Kamu nyebelin banget sih!" Isaknya.

" Itu sakit baby..."

" Udah berapa kali kamu janji bakalan datang... Tapi kamu nggak pernah datang!!" Ucapnya semakin menangis keras. " Aku membenci mu..."

" Maafkan aku.." Leo memeluk istrinya. " Maaf baby."

" Lepasin nggak!"

" Kamu boleh pukul aku sepuasnya jika itu bisa bikin kamu tenang."

" Kamu..."

" Maafkan aku."

" Lepasin Leo..."

Namun Leo tetap masih memeluknya meski harus kena pukulan Sara yang cukup kuat.

Demi menyenangkan sang istri, Leo menerima semua makian Sara bahkan pukulannya juga.

Setelah beberapa menit ia puas melakukan hal itu, Sara kembali tentang dan memeluk erat Leo. Hal itu tentu membuat Leo langsung bernapas begitu lega.

" Udah mendingan sekarang?" Tanya Leo dibalas anggukan Sara. " Ya udah jangan nangis lagi ya."

" Aku mengantuk."

" Ya udah, kita naik dan kamu tidur ya."

Mereka berdua lalu naik, sesampainya mereka di kamar. Leo tak hentinya terus menepuk-nepuk pundak sang istri untuk menidurkannya.

Setelah memastikan Sara benar-benar tidur, Leo hanya bisa mengambil handphonenya dan menelponnya bawahannya.

" Gue nggak bisa pergi sekarang, Lo urus sisanya. Gara-gara tu anak kemarin gue nggak bisa pulang."

" Baik tuan."

" Hmm..." Eluh Sara mengeratkan pelukannya.

" Nggak apa-apa baby." Leo dengan pelan menaruh handphonenya di meja.

xxxxxxxxxxx

3 hari berlalu, operasi transplantasi jantung untuk Sara akan segera di lakukan.

Kini Sara dan Leo tengah duduk di kursi tunggu di depan ruang operasi.

" Leo, aku tegang banget. Sakit nggak ya?" Tangan Sara gemetar mengengam tangan Leo.

" Nggak usah lebay, itu nggak bakalan sakit."

" iiih, kamu kok gitu sih. Kamu nggak khawatirin aku gitu? Bagaimana jika operasinya nanti gagal?"

" Emangnya aku harus khawatir gitu? Ya kalo gagal, ya udah." Leo nampak biasa saja.

" Leo!" Sara memukul lengan Leo. " Kamu beneran nggak peduli sama aku?" Kesal Eza. " Omong-omong, kamu bayar berapa untuk operasinya?"

" Kamu ngapain nanyak? Apa kamu mau ganti uang aku?"

" Aku serius Leo. Jawab yang benar dong, jangan main-main."

" Itu nggak penting banget, aku bakal keluarin banyak uang untuk kamu selagi kamu bahagia. Jadi nggak usah nanyak aneh-aneh."

" Omong-omong, si pendonor aneh. Kenapa dia tidak ingin kita tahu, padahal aku sangat penasaran tentangnya."

" Aku juga penasaran, tapi aku nggak mau peduli."

" Kamu nggak peduli banget ya? Lalu yang kamu peduliin apa?"

" Hanya kamu."

" Kamu nggak peduli sama keluarga kamu?"

" Nggak, mereka nyebelin. Lagian papa mama aku juga udah mati. Jadi aku cuma sayang kamu."

" Ii apasih."

" Kamu kan nanyak jadi aku jawab."

" Terlalu blak-blakan." Sara tersenyum remeh.

" Nyonya silahkan masuk." Ucap salah suster. " Operasinya akan di lakukan 10 menit lagi."

" Ah baiklah." Sara lalu berdiri.

" Baby." Leo menahan tangan Sara. " Aku harap kamu baik-baik aja nantinya."

" Iya dong, aku bakalan baik-baik aja."

Beberapa saat kemudian...

" Kita akan melakukannya 5 menit lagi, kau sudah siap?" Tanya salah satu dokter pria.

" Iya." Sara tersenyum. " Omong-omong, apa kamu udah nyampein ucapan terimakasih ku padanya?"

" Iya, dia bilang sama-sama." Ketus pria itu. " Kamu beruntung mendapatkan jantung yang baru dari orang yang baik."

" Apa dia sangat baik?"

" Iya, aku merasa sedih namun merasa bahagia karena kamu bakalan hidup lebih lama lagi."

" Ah?" Heran Sara.

" Aku akan menyuntikkan obat biusnya."

Tak lama setelah di suntik, Sara pun langsung tak sadarkan diri.

Operasi lalu di jalankan, operasi itu cukup berjalan lama karena penuh dengan ekstrak kehati-hatian.

TO BE CONTINUED...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!