BAB 3

Tanpa sadar hari berganti menjadi besok. Saat Ansela hendak pergi ke sekolah, dia dikejutkan dengan kehadiran Romeo di basemen Apartemen.

Meskipun sudah hampir menikah, Romeo memilih untuk kembali ke hotel kemarin sore. Dia sebenarnya sempat berpikir akan berbicara banyak hal, tapi Ansela memang terlihat cukup pemalas. Malas bicara panjang, malas bergerak lebih, malas berdebat, dan beberapa kemalasan lainnya. Yang alih-alih menjadi kekurangan, itu semua justru semakin baik, mengimbangi wajah cantiknya.

"Selamat pagi," sapa Romeo. Dia sedikit salah fokus dengan seragam Ansela hari ini.

Gadis itu nampak cantik dan sangat fresh, dengan kaos kaki diatas lutut. Lalu ada rok kotak-kotak coklat, dengan model payung dengan ukuran di atas betis. Dilengkapi kemeja putih dan dasi warna senada.

Pasti dia salah satu idola di sekolah! pikir Romeo.

"Sudah siap? Bisa Kakak akan mengantarmu!"

Ansela mau tidak mau, menyimpan kembali kunci mobilnya. Padahal ini adalah hari Jumat, jadi dia berencana membawa mobil. Jaga-jaga, kalau akan keluar dengan temannya, mengingat hari terahkir sekolah.

Melihat kepatuhan Ansela yang langsung datang meski tanpa sepatah kata, Romeo langsung membukakan pintu.

Saat masuk Romeo berusaha mengangkat percakapan ringan. "Sekolah sekarang punya banyak seragam yah. Dulu jamannya Kakak mah, hampir tidak."

"Ya begitulah."

Jawab Ansela acuh, sambil berkaca. Mencoba dan memperbaiki riasan tipisnya.

"Sudah cantik."

Mendengar ini, Ansela langsung tersenyum dengan cara yang aneh. "Ya, semua orang bisa melihatnya."

Tawa Romeo langsung pecah, melihat eksperesi iblis kecil milik Ansela. Menilai bahwa gadis di sampingnya, benar-benar tahu, kelebihannya sendiri.

"Sela, Sela, ckck ... kau lucu juga."

Ansela hanya menyungging senyum, benar-benar tidak mengerti dimana letak lucunya. Bagi Ansela, kecantikannya adalah kepastian.

Romeo lalu melajukan mobilnya, keluar Apartemen. Tapi baru saja keluar ke jalan, dia sudah menepi lagi. “Hampir lupa.”

Dia kemudian mengambil sebuah kantong tak jauh di belakang kursi kemudi. Kantong yang berisikan sekotak makanan, susu kocok, dan beberapa snack.

"Kau pasti belum sarapan, karena saat di telepon tadi kau baru bangun."

Ansela yang menerima pelayanan ini tentu saja langsung senang, "Kakak baik sekali, terimakasih banyak." Ansela menerima itu dengan sumringah, dan Romeo refleks memperlambat laju mobilnya, agar gadis itu bisa makan dengan nyaman.

Untuk sesaat waktu benar-benar berjalan baik bagi mereka. Ketika akhirnya Ansela sampai, dan tiba waktunya untuk turun, Romeo tiba-tiba memanggilnya lagi. "Ansela.”

Ansela berbalik, dan mendapati tangan Romeo yang memegang uang. Belum juga Romeo membuka mulutnya untuk menjelaskan, Ansela tanpa rasa bersalah menyambar uang itu.

“Terimakasih Kak, sekarang, sudah aku harus masuk, byee!" Katanya sambil melambaikan tangan.

Romeo masih terkejut, tapi juga melambaikan tangannya. "Wow, anak-anak sekarang lebih cepat tanggap, daripada yang kupikirkan!"

Romeo masih mengagumi Ansela, yang mengambil uang tanpa bertanya sedikitpun.

•••

Di dalam kelas, Ansela menghitung jumlah uang tunai di tangannya. "Enam ratus ribu untuk jajan, lumayan juga. Rupanya benar kata Kakek, dia punya beberapa penghasilan sampingan."

Ansela mengingat kata Kakeknya mengenai sosok Romeo. Yang selain sebagai seorang kapten militer, pria itu juga memiliki usaha peternakan dan perkebunannya sendiri.

"Wih, apa nih? masih pagi udah hitung uang? mau berbagi berkat kah?" Kata tiba-tiba, dari seorang perempuan, yang mendudukan dirinya disamping Ansela.

Melihat sahabatnya, Ansela memutar bola mata jengah. Tapi begitu sikap tubuh tindakannya berbeda. "Ya, kenapa tidak. Ini, ...."

Mata Eva membulat tidak percaya, manakala dua lembar uang disodorkan padanya. Tidak mau tahu, itu sungguhan atau bercanda, Eva langsung menyambar tanpa peduli.

Tapi melihat Ansela yang tetap acuh, meski uang itu sudah Eva masukan di kantong, Eva merasa heran dan tak enak. "Sel, kenapa si? aneh banget hari ini? nih uangnya!"

Eva menyodorkan kembali uang itu, dalam keterdiaman Ansela. Dia tahu, biasanya Ansela juga banyak diam, hanya saja kali ini lebih aneh.

Ansela menatap uang yang dikembalikan itu dengan sebelah mata, "Kenapa? ambil saja!"

Sedang dulu hidup hanya dengan Kakeknya sebagai penyokong, Ansela sudah cukup royal. Apalagi memikirkan sekarang sudah punya penyokong, tentu saja dia lebih murah hati lagi.

Toh, sesuai perkataan Romeo sendiri. Kalau ini hanya pernikahan sebentar. “Ya masa, sudah sebentar terus nggak dimanfaatkan. Iyakan?” Pikir Ansela, yang tak sadar, lolos dari mulutnya.

"Apanya yang dimanfaatkan?" Eva menodongkan pertanyaan serius, membuat Ansela juga tak keberatan mengatakan hal itu. Lagipula, dia dan Eva adalah sahabat sejak SD.

Eva menutup mulutnya dengan kedua tangan, setelah mendengar panjang lebar cerita Ansela. "Kau serius? gilak! kayak di film-film."

Ansela tersenyum. Memang tidak berlebihan untuk mengatakan hal seperti itu, apalagi dengan paras rupawan Romeo.

"Wihhh, bagi Om-omnya satu dong! Calon husband-mu pasti punya teman gitu kan!"

"I call him brother! Suruhnya."

Eva mencebikkan bibirnya. "Helah, gayanya mau dipanggil Kakak, padahal speknya om-om berduit. Panggil gadun, lebih cocok."

Ekspresi Eva mengundang gelak tawa Ansela. Setidaknya dia merasa lebih baik, memiliki seseorang untuk berbagi mengenai masa depan yang menurutnya aneh.

Yah, sayang sekali dengan fakta, Romeo sudah membuat batasan bahkan sebelum memulai.

"Pria itu pasti memiliki kekasih yang masih tidak bisa dilupakannya!"

Entah bagaimana pikiran Ansela dan ucapan Eva bisa menyambung, tapi memang begitulah adanya.

Bel pulang sekolah berbunyi. Romeo sudah siap sedia menjemput Ansela. Dia menunggu di kafe, tempat mereka bicara sebelumnya. Tapi mempertimbangkan yang terjadi, ini bisa dikatakan lebih dari menunggu. Karena sebenarnya, dia sudah disana semenjak tadi pagi dan tidak beranjak sedikitpun. Menghabiskan waktu, hanya untuk menunggu Ansela.

Melihat Ansela yang keluar bersama dengan beberapa temannya, membuat Romeo yang tadinya bersemangat, menjadi sedikit urung. Ini karena jarak usia di antara mereka, tiba-tiba terasa. Saat dia sedang kaku-kakunya saat ini, Ansela sedang ceria-cerianya, bersama teman-temannya.

Tapi tunggu. Romeo memicingkan matanya, untuk melihat lebih jelas dari jendela. Dia mencoba memperhatikan gadis itu dengan seksama. Ansela tidak tampak seperti teman-temanya yang lain. Sesekali dia tertawa dan berbicara, tapi lebih terlihat ... malas?

Ya, malas. Romeo sangat yakin, dia tidak salah. Dia adalah seorang Kapten, dan terbiasa mendisiplinkan para bawahan. Jadi dia mengenali hal seperti kemalasan, dalam sekali lihat. Bahkan lebih dari itu, aura kemalasan Ansela, semakin kentara, saat semakin dekat.

Hal ini membuat sudut bibir Romeo terangkat.

“Ternyata dia memang tidak bersemangat hampir pada semua orang, bukan hanya padaku.” Pikirnya lega. Ini karena Romeo masih terbayang betapa tidak bersemangatnya Ansela waktu mereka bersama.

•••

"Sampai jumpa hari senen guys!"

Mereka pun sambil berlambai tangan dan pergi ke arah masing-masing. Sementara Ansela, dia langsung berbalik di Kafe yang sempat dilewatinya tadi.

Tidak ingin diketahui teman-temannya yang lain, Ansela memilih melewati tempat Romeo menunggu, dan berpisah dengan teman-temannya di pertigaan jalan raya.

Dia juga sudah memastikan Romeo mendapatkan kabar terlebih dahulu, dan bersyukur karena pria itu tidak keberatan sama sekali.

"Kak, sudah lama ya? maaf soal tadi."

Romeo menggeleng, "Tidak apa-apa, lagipula aku belum terlalu lama." Bohongnya tentu saja. Tapi kebohongan itu tidak berlangsung lama, manakala bill tagihan datang.

"Totalnya, 1,1 juta Pak."

Ya, selain sudah duduk terlalu lama. Romeo sudah beberapa kali makan, minum, bahkan tidur, untuk menunggu kepulangan Ansela di sore hari.

“1,1 Juta? yang benar saja!” Heran Ansela.

Hal ini tidak mendapatkan jawaban, namun sang pelayan langsung memperlihatkan total pesanan Romeo pada Ansela.

“Ehem! Ini.” Ujar Romeo, yang langsung memberi kartu. Dia sebenarnya sangat malu karena sudah ketahuan. Tapi agar tidak lebih malu, dia memasang wajah tembok. Merasa menyesal harus berbohong, dan terbongkar saat itu juga.

Dengan mata memicing, Ansela berkata, "Kakak sudah lama ya ternyata." Hal ini membuat Romeo hanya bisa menarik sudut bibir kikuk.

“Ketahuan.”

Tapi begitu, Ansela tidak berkata lebih. Tidak ingin membuat Romeo tambah malu.

Dia hanya terkekeh kecil, sebelum mengajak Romeo untuk pulang ke Apartemen-nya. Saat ini, mereka akan pergi mengambil barang miliknya, dan bersiap ke tempat Romeo untuk dua hari kedepan. Dua hari, yang mungkin salah satunya akan menjadi hari pernikahan mereka.

Terpopuler

Comments

Sweet_Fobia (ᴗ_ ᴗ  )

Sweet_Fobia (ᴗ_ ᴗ )

Ngga kecewa sama sekali.

2024-04-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!