Hingga ketika mereka telah tiba, dan Ansela sedang berkemas, Romeo mengingatkan,
"Tidak usah membawa banyak pakaian. Kita bisa berbelanja nanti."
“Benarkah? apa kita akan belanja pakaian juga?”
“Tentu. Apapun itu.” Angguk Romeo mantap.
Ansela yang ditawari kegiatan berbelanja, jelas tidak mau menolak. Dia langsung mengeluarkan kembali pakaian-pakaiannya yang lain, hanya menyisakan dua set pakaian dan berapa kebutuhan lain. Dengan cepat, koper langsung berganti tas.
“Baiklah, aku siap.”
"Mari, biar Kakak bawakan!"
Tanpa sungkan Ansela langsung melepas tasnya, dan diberikan pada Romeo. Suatu perasaan yang menyenangkan, karena tidak membawa apa-apa. Namun perasaan itu, tampaknya tidak membuat dia puas. Karena kini, dia yang memegang ponsel, tiba-tiba merasa ponsel itu juga berat.
Romeo menatap tidak mengerti, pada ponsel yang disodori padanya. "Ada apa?"
"Tanggung. Tolong sekalian Kakak bawa saja."
Mulut Romeo terbuka membentuk huruf O, disaat Ansela sudah berjalan lebih dahulu memasuki mobil. Meninggalkannya begitu saja.
Romeo kini mulai merasakan keanehan dari Ansela. Tapi begitu, dia kembali teringat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Kelebihan gadis itu yang santai dan cuek, dibarengi dengan kelemahannya yang ternyata lambat bereaksi. Atau tepatnya, … cukup malas dan sangat senang di layani.
Itu semakin dirasakannya, ketika mereka dalam perjalanan ke Bandara, hingga kini mereka ada di pesawat.
"Mm, tolong aku air putih saja sekarang."
Kata sekarang harus digunakan, karena tidak terhitung ini sudah keberapa kali, Ansela meminta pramugari membuatkan pesanannya.
“Baiklah Nona." Kata pramugari itu dengan senyuman terbaiknya. Selain daripada profesionalitas, dia juga senang karena bisa melihat pria setampan Romeo dari dekat. Ya, walaupun dia harus membayar dengan kelelahan.
Sementara Romeo sendiri, dia sudah menahan malu sejak tadi. Tapi begitu, tidak ada yang bisa dia lakukan. Karena dia juga merasa berat, untuk menegur Ansela secara langsung. Takut-takut wanita muda itu tersinggung.
Hingga satu-satunya yang bisa Romeo lakukan, yakni meminta maaf di setiap kerepotan yang Ansela lakukan.
"Ah, Kakiku sakit." Keluh Ansela tiba-tiba.
“Kenapa? kenapa?” Kaget Romeo cepat.
Dia menatap Ansela, yang juga sedang menatapnya dengan mata berair. “Kak, menurutmu, apa Pramugari akan---"
"Tidak!" Romeo langsung memotong ucapan Ansela. Dia tidak tahu apa yang gadis itu pikirkan, atau coba katakan. Tapi mendengar keluhan sakit kaki dan kata Pramugari, dia takut kalau Ansela akan meminta sesuatu yang tidak masuk akal.
Perubahan ekspresi Ansela yang tiba-tiba cemberut, memperkuat dugaan Romeo. Jadi dia mengetes jika benar.
"Apa kakimu ingin dipijat? jika ya, biar kakak pijat."
Mendengar pijatan gratis ini, raut wajah Ansela berubah lagi. Dengan senyum tertahan dia berujar, "baiklah, jika Kakak memaksa."
Bahu Romeo berguncang kecil, menahan tawa yang hampir membuatnya tersedak. Tidak menyangka, Ansela begitu pandai sekali membalikkan situasi, dalam perkataan.
Untung saja mereka ada dalam penerbangan Bussines Class, dan kursi mereka yang tersudut tidak terlalu mengekspos, kala Romeo harus memijat kaki calon Istrinya itu.
Baru juga memijat tidak lama, Ansela sudah jatuh dalam tidur yang menyenangkan, dengan bando peng-curly rambut. Melihat gadis cantik itu tidur, Sebastian tanpa sadar gemas. Dia mulai meremas-remas kaki Ansela yang kecil, seperti kaki di iklan sepatu.
"Astaga, … siapa bilang, kau tidak akan membuatku sakit kepala di masa depan."
Melihat Ansela hari ini, Romeo mulai mengerti. Gadis itu tidak akan membuat drama yang tidak perlu. Tapi dia juga jenis orang, yang akan melimpahkan semua beban keperluannya pada orang lain, kapanpun dia bisa. Membuat Romeo hanya bisa menggeleng lagi.
Setengah dari perjalanan, Ansela hanya tertidur lelap, dengan Romeo yang membaca buku. Dalam situasi seperti ini, nalurinya penjagaan-nya sangat aktif, walau mungkin tidak akan terjadi apa-apa. Jadi dia tidak tidur sama sekali.
Hingga akhirnya, … pengumuman akan segera mendarat terdengar. Romeo segera membangunkan Ansela secara perlahan.
"Sela, bangunlah ... kita akan segera sampai."
Ansela membuka matanya perlahan, mendengar hal itu. Dengan nyawa yang tidak terkumpul penuh, dia tiba-tiba mulai panik sendiri.
"Ada apa?"
"Tasku? Tas tanganku?"
Romeo menggeleng heran sebentar, sebelum memberikan tas tangan Ansela yang disimpan di sebelahnya. Inilah maksud Romeo dengan cukup malas, Ansela bahkan tidak ingin memangku tas kecilnya sendiri.
“Oh astaga, thank you brother. hihiii ...." Dia terkekeh kecil, sebelum mengeluarkan isi tas tangannya, yang hanya terdapat kosmetik dan alat kecantikan lain.
Dalam prinsip Ansela, tidak peduli pernikahan sementara atau bukan, adalah wajib tampil cantik di depan calon mertua.
Meskipun memiliki kemalasan terhadap banyak hal, tapi tidak berlaku dalam penampilan. Ansela sangat suka sekali tampil cantik. Entah dari pakaian, atau dandanannya. Dia suka menampilkan yang terbaik, sebagai penghargaan untuk dirinya sendiri.
Sementara itu, Romeo hanya bisa mengikuti mata, manakala Ansela membuka bando-nya dan membuat rambut gadis itu bergelombang indah.
Ansela lalu menyisir sedikit saja, sebelum mulai fokus pada merias wajahnya.
"Sudah cantik!" Romeo tanpa sadar berkomentar. Karena menurutnya, Ansela sudah mulai terlihat kerepotan sekarang.
Ansela yang sedang mengoleskan maskara, menatap Romeo dengan bombastic side eye. Ini membuat Romeo bingung, tentang apa yang salah dengan mengatakan gadis itu sudah cantik? karena menurutnya, itu adalah kenyataan.
Tapi beruntung Ansela sangat lugas. Dia tidak membiarkan Romeo menerka-nerka, tapi langsung menyatakan ketidaksenangan-nya. Apalagi ini bukan pertama kali, Romeo mengomentari dirinya saat berdandan.
"Kak, jangan mengatakan hal seperti itu saat perempuan berdandan. Hal-hal seperti sudah cantik, atau lebih cantik tanpa make-up, atau sejenis kalimat yang seolah-olah mengatakan tidak usah berdandan."
Mendengar ini, alis Romeo menyatu.
Tuhan, dimana letak kesalahan mengatakan itu? Bingungnya di dalam hati. Tapi beruntung Ansela langsung melanjutkan.
"... Kami berdandan karena ingin. Benar bahwa kami menyukai pujian, dengan atau tanpa make-up. Tapi itu masih tidak berarti kalian bisa berkomentar. Jadi jangan mengatakan hal seperti itu lagi."
Romeo bersumpah, dia tidak mengerti jelas.
Namun mendapati Ansela menatapnya melalui kaca bedak di tangan, entah kenapa Romeo langsung mengangguk cepat.
Rasanya, dia baru mendapatkan kursus khusus, meski tidak benar-benar paham. Hanya bisa sadar, kenapa para mantan-mantannya suka mengeluh dan gampang marah padanya dahulu.
Rupanya, karena dia bicara terlalu apa adanya.
•••
Kini keduanya tiba di negara tempat Romeo. Karena baru pertama kali datang, Ansela sedikit bersemangat. Dia bahkan sempat mengganti pakaian sebelum turun. Dari yang tadinya celana jeans dan kaos, digantinya dengan dress selutut bermotif bunga.
Sementara disatu sisi, penampilan Romeo cukup kontras. Dia mengenakan pakaian serba hitam, tapi menenteng tas tangan warna pink barbie, dan tas pakaian motif bunga, di sebelah kiri. Tapi masih di tangan yang sama, dia menjepit bantal leher warna ungu. Tak lupa, di lehernya mengalung tali ponsel warna kuning.
Sementara tangan kanannya yang bebas, digunakan untuk mengawasi Ansela.
Siapa yang akan tahu ada situasi seperti apa, atau gadis yang nampak bersemangat itu akan menabrak siapa, melihat caranya berjalan.
Tapi masih juga dalam pikiran, hal itu tiba-tiba terjadi. Ansela yang entah sedang menatap apa, tidak melihat ketika ada seseorang di depannya.
"Sela?" Panggilan Romeo tertahan di udara. Dia refleks menarik tangan Ansela, tapi malah membuat gadis itu salah pergerakan. Tubuh Ansela akan jatuh, ketika sebuah tangan melingkari pinggangnya untuk menopang.
Untuk beberapa detik Ansela terdiam, melihat pria asing yang menatapnya dengan tawa. Wajah tampan, senyum manis dengan lesung pipi, sekilas sangat memesona. Tapi untungnya Ansela cepat tersadar dan segera melepas diri, dari orang asing itu.
"Kenapa kau disini?" ketus Romeo.
"Hey! aku baru saja mengantar Pak Jelos. Tidak sengaja melihat wajah yang sangat familiar tapi dengan gaya yang asing. Tapi setelah dilihat lebih dekat, … Ah, ternyata sahabatku."
Mendengar ini Ansela diperjelas tentang siapa pria di depannya. Dia tiba-tiba tidak enak hati dengan Romeo, yang harus tampak konyol dengan barang-barang miliknya.
"Kak, berikan ...." Ansela mencoba mengambil barangnya dari Romeo, tapi hanya dijauhkan Romeo dengan menganggap tangannya. Tubuh pria itu yang besar dan tinggi, membatasi pergerakan Ansela yang tingginya tidak seberapa, karena masih dalam masa pertumbuhan.
Mengerti kecanggungan yang dia ciptakan, Jordan segera mengulurkan tangannya,
"Hai Nona, maaf belum memperkenalkan diri. Aku Jordan, sahabat calon suamimu."
Mendengar itu, Ansela sontak menatap Romeo. Kini dia mengerti satu hal. Pria di depannya, pasti benar-benar dekat, sehingga Romeo menceritakan semua tentang mereka.
Melihat anggukan Romeo, barulah Ansela menyambut uluran tangan Jordan. “Aku Ansela.”
Melihat Ansela yang masih muda dan sangat cantik, Jordan tidak bisa menahan diri, menggoda Romeo. "Ah, sahabatku sangat beruntung. Tapi Ansela kecil, tampaknya tidak seberuntung itu."
Mendengar itu, Romeo menggertakan gigi. "Sela, ayo. Jangan dengarkan dia." Jordan kembali terkekeh, tapi dia tetap mengikuti kemana kedua calon pengantin itu pergi.
"Mau kemana kau?"
"Ke rumahmu tentu saja."
“Tidak boleh! Kau itu orang—”
Perkataan Romeo terhenti dengan colekan kecil Ansela. Melihat hal ini, Jordan kembali tidak bisa menahan senyum. Siapa sangka, … Kapten yang keras dan kejam seperti Romeo, yang tak suka ucapannya dipotong, akan diam dalam satu colekan seorang gadis.
Romeo yang tak merasa punya pilihan, hanya bisa diam, ketika Jordan benar-benar mengekori mereka sampai di rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Umie Irbie
ngg suka sama sifat malas sela😩😫 ngg suka wanita pemalas,. bisa di rubah ngg yaaaaa jadi mandiri dan punya martabat 🤭
2024-04-16
0