“Mau jualan cilok lu?“ ujar Josephine yang melihat ada gerobak di dekat rumah.
“E Eh…“
Aku hanya mengangguk. Memang Cuma itu yang ada. Dengan modal yang tak begitu besar. Membuat semuanya berjalan lancar. Dengan gerobak bekas, yang ditinggalkan oleh penjual terdahulu. Aku juga lupa itu punya siapa. Sehingga mangkrak di rumah. Yang jelas dulu memang pernah untuk berjualan oleh orang sebelum aku. Mungkin karena memang sedikit rusak jadi ditinggalkan begitu saja. Makanya aku pakai. Dengan sedikit perbaikan di sana sini, membuat segalanya bisa berjalan lancar dan kali ini bisa aku pergunakan untuk berjualan.
“Nah gitu, jadi ada kegiatan. Tidak Cuma ongkang-ongkang kaki di rumah. Mau dapat makan dari mana lu!” ujarnya memberi petuah.
‘Kan ada anakku.’
Aku hanya mengguman.
“Sini aku dorong,“ ujarnya seraya meraih gerobak tersebut.
Aku hanya mengangguk.
Kami pergi. Meninggalkan rumah untuk mencari lokasi yang bagus buat menjajakan dagangan yang bagus ini. Dia berteriak teriak.
Cilok! Cilok!
Sementara aku membunyikan sejenis bunyi-bunyian, supaya para orang yang sengaja menunggu mendengar suara kami yang ingin merasakan nikmatnya makanan murah meriah itu.
“Wah, kemana yang banyak pembeli ini.“
“Biasanya sih kebanyakan anak-anak yang menyukai itu. “
Hanya dengan menambah kecap sudah senang. Kalau yang suka pedas sih menambah saos tomat juga sudah beres. Jadi Nampak merah tapi tak terlampau pedas. Kecuali yang tua mesti menambah bon cabe atau saos pedas. Hanya begitu saja sudah bisa menarik untung. Tapi tentu saja tak banyak. Yang jelas kalau habis, maka cukup untuk di masukkan ke celengan celeng yang sengaja di letakkan di rumah pada suatu almari bufet yang tak seberapa tua.
Banyak anak-anak yang membeli. Aku senang. Jadi ramai. Rasanya bisa untuk pengganti anakku yang kini di dunia lain. aNak-anak itu dengan segala keluguannya mampu merubah dunia ini menjadi sedikit ceria. Memang tak selamanya mereka baik-baik dan lucu. Terkadang ada yang suka main hakim sendiri, main jaksa sendiri, juga mainan lain yang sendiri-sendiri. Tapi setidaknya kebanyakan diantara mereka nanti akan berubah seiring usia yang berkembang. Sebab sudah mampu berpikir jika menjadi semakin besar maka akan mampu mengusahakan apa-apa sendiri, serta berjalan dengan otak yang sudah begitu matang. Hingga tidak melulu menggantungkan pada orang lain, terutama orang tuanya sendiri yang selama ini memang menyayangi dengan sepenuh jiwa. Mulai semenjak dari zigot hingga tumbuh dewasa, di sunat hingga perkawinan yang sangat mewah. Semua itu dilakukan untuk membahagiakan sang anak, sehingga tugas menjadi orang tua seakan sudah berjalan dengan baik. Oleh sebab juga bahwa kemudian akan membuat mereka lebih bermakna dengan jalan mendidik dengan baik serta keteraturan kala membagi waktu menjadikannya semakin pintar dan disiplin.
“Hei… beli tidak!“ ujarnya memaksa anak-anak itu untuk mau dengan cilok ku. Dia Nampak sebel dengan anak-anak di depan itu yang melihat mereka Cuma sekedar melongo dan menatap dengan tatapan tak berkedip. Macam serigala melihat anak domba saja. Makanya dia mendekati anak-anak tadi untuk mempertanyakan ada apa dan mengapa berbuat demikian.
Sembari meraih leher anak tersebut tentunya.
“Mama tolong ada setan!“ ujar anak itu sembari teriak-teriak dan ketakutan layaknya orang melihat penampakan.
“Hehe….“ Josephine hanya mengekeh.
Aku hanya tertawa saja melihat semua itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments