Episode 4

“Aku timpuk saja kepalanya dengan batu apa pa? Biar tahu rasa dia,” ujar Irene sangat mangkel dengan perempuan yang sok cantik itu. Makanya sebisa mungkin dia ingin membantuku. Termasuk akan hal ini. Menimpuknya dengan batu. Pada bagian kepala. Tentu akan langsung merasakan. Baik Cuma kliyengan atau bahkan lebih parah lagi. Yang terang, inginnya dia, akan langsung membuatnya kapok. Serta tak mengusik sesuatu yang sangat merisaukan ini.

“E jangan! Kalau ada masalah papa yang kena. Bagaimana cilok ini akan laku kalau sudah terlanjur ada masalah.”

Aku sangat khawatir. Karena yang mereka tahu hanya aku. Itu bias menjadi suatu masalah. Dengan keseharian ini, dan banyak waktu yang terbuang akibat pemulihan yang aku lakukan. Sendiri di sini. Dalam rumah ini.

Biar dia begitu. Biar dia demikian. Itu semua karena inginnya kan. Aku hanya memberitahu demikian. Supaya tidak terlampau jauh berbuat sehingga merepotkan diri sendiri, bahkan nanti kena tuntutan sehingga akan kesulitan nantinya dalam perjalanan kehidupan di dunia lain itu. Bisa saja nanti di sewakan orang buat yang tahu begitu begituan kan repot. Bakalan banyak kemenyan. Atau hio atau apalah alat yang mengerikan serta tidak biasa terjadi dalam rumah dan kehidupan ini. Atau bisa saja terlontar mantra mantra mengerikan yang berdengung di telinga.

Walau terkadang mantera dalam hati juga tak biasa, akan tetapi kalau di bawakan orang-orang begituan, bukannya bakalan menjadi sebuah ciri khas tersendiri yang nantinya membuat kita bingung juga kala menangkap arti yang mereka ucapkan tersebut. Dalam Bahasa rumit yang tak kita ketahui. Sebab Bahasa mereka memang mengambil dari jitapsara kuno yang semakin rumit bahasanya, maka dianggap akan semakin afdol saja. Sehingga tak jarang memakai Bahasa yang sudah punah. Semisal itu masih tertera dalam prasasti, akan tetapi sudah tidak dipergunakan dalam kosa kata sehari-hari. Jadi begitu, apa yang sudah tak di pergunakan lambat laun bakalan hilang. Tak juga Bahasa kuno, beberapa Bahasa asli juga sudah taka da yang menuturkan.

Makanya terkadang kalau ada yang kesurupan, maka akan diidentikan dengan pengucapan hal demikian. Sebab dalam kesehariannya tak melakukan itu, tapi satu Ketika mampu berbicara dengan Bahasa yang punah. Maka akan di kira kalau dia kemasukan roh leluhur yang memang mengenalnya dahulu kata-kata itu serta belum biasa dengan Bahasa nasional atau inter nasional.

Tapi yang jelas jika menggunakannya dalam sebuah konteks tertentu untuk kemudian di dengungkan dengan frekuensi yang lumayan mengganggu telinga, maka kita yang mendengarnya juga bakalan kacau. Terkadang dengan lebih tinggi resonansinya, sebab mulut manusia juga mampu berbuat demikian, akan semakin tak nyaman juga dalam diri kita.

Maka tak boleh pergi lagi, sekedar menghindar supaya tak mendengarkan, tapi mesti menemaninya. Jadi terdapat banyak hal yang mengindikasikan itu. Ada yang menduga supaya tahu jika dalam itu ada sesuatu. Juga bisa untuk menemani, kalau yang Tengah di usir tadi memiliki kekuatan yang demikian dahsyat. Karena pada Sebagian pihak, ada kalanya sangat kuat energi itu untuk sekedar di bersihkan. Dan mesti melakukan daya yang lebih besar lagi dengan tidak banyak orang yang mampu melakukannya.

Maka tak jarang untuk suatu lokasi pengusiran akan sulit di lakukan, dan bisa jadi akan gagal karena sang dukun tak kuat menghadapi si penghuni yang sudah kesohor memiliki daya kekuatan yang sangat hebat.