Bertahan di Harbert dianggap tidak tahu malu. Kembali ke Haliden dipandang sebagai luka yang harus dihilangkan. Jalan keluarnya adalah kematian.
Namun Elia tidak ada satu keinginan pun untuk mati. Dia memilih untuk tidak bertahan juga tidak kembali. Elia akan hidup mandiri. Semalaman Elia tidak tidur. Dia terus membuat rencana untuk misi menyelamatkan hidupnya.
Seseorang harus berkorban.
Dia sibuk menghitung jumlah uang yang dia punya. Tidak banyak. Hanya beberapa perhiasan tua peninggalan ibunya. Tapi itu cukup untuk melintasi perbatasan Delian.
Elia pernah membaca buku tentang Benua Timur. Orang disana hidup dalam keterbukaan. Mereka menerima para pendatang dengan lapang bahkan ada suaka bagi para pendatang termasuk perempuan dan anak-anak.
Jarak antara Benua Barat dan Benua Timur satu malam perjalanan menggunakan kapal. Elia harus melintasi samudra untuk sampai di negara paling barat dari Benua Timur, Inoa. Sebuah negara pantai dengan multikultiralisme budaya. Pendatang dianggap sebagai penyumbang keragaman budaya di Inoa. Karena itulah orang-orang baru selalu disambut hangat.
Mereka hidup penuh toleransi. Kemudian Inoa adalah negara paling aman bagi perempuan.
Elia akan kesana. Uang simpanan cukup untuk menumpang kapal dan bertahan di Inoa beberapa bulan. Dalam kurun waktu ini Elia akan mencari pekerjaan apapun. Dia akan memulai hidup baru di negara yang tidak ada yang mengenalnya. Jauh dari Delian, jauh dari Haliden dan Harbert.
Alasan khusus kenapa Elia memilih Inoa adalah, ciri fisik orang Inoa berambut hitam. Tidak seperti orang di Benua Barat, rambut hitam adalah hal yang dianggap tidak sesuai.
Tujuan sudah ditentukan. Perbekalan sudah disiapkan. Sekarang waktunya Elia menjalankan misinya. Saat inilah waktu yag tepat. Mansion Harbert disibukkan oleh Julius yang terluka. Dengan Julius yang tidak sadarkan diri, Elia tidak perlu repot untuk bertemu dengannya.
Jadi begini, Elia bertekad untuk mati. Mati palsu. Dia akan menukar identitasnya dengan orang lain. Kemudian naik kapal dan hidup di Inoa. Masalahnya siapa yang bisa dia jadikan mangsa. Harus ada alasan yang bagus untuk bisa keluar dari mansion. Selama beberapa hari ini Elia terus mengamati pergerakan para pelayan. Menjadi kandidat potensial. Memindai fisik dan kecocokan dengan tubuhnya.
Jika minum racun atau kecelakaan biasa tidak menjadi usahanya berhasil. Karena jasadnya pasti bisa dikenali. Elia gigih mencari banyak kemungkinan faktor penyebab seseorang mati.
Pada hari ketiga Elia memberanikan diri untuk menemui Nyonya Mary, kepala pelayan Harbert. Seorang wanita tua yang tentu saja membencinya. Saking terkejutnya Nyonya Mary dan beberapa pelayannya tertegun melihat Elia yang seperti hantu di matanya.
"Ah nona, apa yang anda inginkan?"
Lancang sekali bukan. Dia adalah istri sah Julius, memanggil Elia Nyonya Harbert atau Duchess Harbert adalah keharusannya. Namun hal itu diabaikan oleh Nyonya Mary yang sangat beretiket.
"Saya tidak tahu harus menyampaikannya pada siapa." Ucap Elia polos.
"Katakan saja."
Sikap lancang kedua kepada seorang Duchess.
"Ajudan Duke mengatakan jika saya adalah alasan Duke tidak bisa kembali ke istana kerajaan. Saya cukup tahu diri, jadi saya akan pulang ke rumah orang tua saya. Seharusnya ini sudah cukup untuk membatalkan pernikahan kami."
Beberapa pasang mata itu memandang Elia lekat-lekat. Seperti melihat kemustahilan. Istri tuannya yang selama ini bersembunyi seperti tikus tidak disangka muncul dan membicarakan perceraian.
Sesuai dengan prediksi, respon mereka tidak mengecewakan. Wajah mereka berseri merah. Kebahagiaan seolah menetes seperti madu.
"Ah begitu rupanya. Kami bisa apa jika anda menginginkan hal ini."
"Bisakah saya meminta satu bantuan."
"Tentu saja."
"Saya butuh kereta dan satu pelayan untuk menemani saya kembali ke Haliden."
Nyonya Mary sontak mengangguk. Permintaan itu tidak sulit mengingat keinginan Harbert selama ini akhirnya akan terwujud.
"Pelayan yang dibelakang itu. Bisakah dia yang membantuku kembali ke rumah?" Elia menunjuk seorang pelayan dengan rambut coklat gelap kulit bersih di barisan paling belakang.
"Tentu saja." Nyonya Mary hampir saja tertawa saking senangnya. "Aster pastikan kau membantu Nona Haliden kembali ke rumahnya dengan selamat."
Wajah kecut dan senyum hambar menjadi jawaban dari pelayan bernama Aster itu. Tapi Elia tidak peduli. Dia hanyalah korbannya.
"Saya akan berangkat besok. Dan Nyonya Mary." Jeda sejenak. "Anda tidak perlu buru-buru memberitahu Yang Mulia Duke, sampaikan saja bahwa aku kembali ke rumah orang tuaku saat kondisinya sudah lebih baik." Elia ingin menghindari hal-hal yang tidak perlu.
"Tentu." Jawab Nyonya Mary seraya mengibaskan roknya sambil berbalik diikuti oleh para bawahannya termasuk Aster.
Tatapan mereka sempat bertemu namun Elia segera memalingkan wajahnya. Hari ini dia sengaja memakai pakaian mencolok dan perhiasan yang berkilau. Terutama kalung warna zamrud milik mendian ibunya. Kalung kesayangan ibunya. Saat berbincang dengan Nyonya Mary beberapa pelayan melirik kalungnya.
Kalung ini akan dia gunakan sebagai konfirmasi identitasnya. Jika Harbert meragukannya, Haliden akan mengonfirmasinya. Karena kalung ini adalah benda kesayangan Elia. Seluruh Haliden mengetahuinya.
Malam semakin larut. Angin berhembus kencang ke arah jendela yang terbuka. Elia tidak bisa tidur. Ada rasa takut. Takut jika rencananya gagal. Dia segera menepis rasa tidak enak hati itu. Dia hanya ingin hidup. Tidak bolehkah sekali saja dia hidup bahagia. Hanya ini keinginannya.
Saat matahari terbit Elia sudah selesai berkemas. Berganti pakaian yang nyaman, gaun usang sederhana. Gaun yang dia punya bukanlah gaun baru. Kebanyakan dari mereka adalah peninggalan ibunya atau milik kakaknya yang sudah tidak dia sukai. Karena kualitasnya yang bagus, meskipun usang gaun itu tetap bertahan dengan baik.
"Seorang kusir dan Aster sudah menunggu anda." Celetuk Nyonya Mary acuh tak acuh saat berpapasan dengan Elia di depan pintu.
"Terima kasih." Tidak ada kata perpisahan lebih lanjut. Tidak ada alasan mereka saling bertukar kata.
Elia mengedarkan pandangannya sebentar ke dalam mansion yang dia tinggali selama tiga tahun ini. Tempat yang dia kenal namun asing. Matanya tertuju lama ke lantai satu, tempat Julius berada. Ah untuk apalagi dia memikirkannya. Kepergiannya adalah keinginannya.
"Seperti apa yang kamu inginkan Duke. Selamat tinggal." Gumam Elia pelan.
Tak ada lagi yang tersisa disana. Rumah yang tidak menerimanya tidak perlu lagi diingatnya.
Perjalanan dari Harbert menuju Haliden tidak begitu sulit. Jarak perjalanan hanyalah setengah hari saja. Namun medan yang harus dilewati adalah hutan dan tebing curam. Karena mansion Harbert berada di daerah tinggi. Berbeda dengan Haliden yang ada di tengah kota, Habert berada di tebing dengam hutan di tenganya.
Elia milirik Aster yang tidur di sudut kereta. Inilah saatnya.
Dia membuka jendela menuju kusir kemudian mengambil batu dari tasnya dan segera menghantam kepala kusir itu kuat-kuat. Kendali lepas dan kuda menjadi panik akhirnya kereta terguling.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Hana
teruslah berjuang Elia
2025-01-21
0
vio~~~~
Inoa = Indonesia.. 😂😂
2024-04-26
2
Esti Afitri88
wahh keren ..
2024-04-24
1