Mengganti pakaian adalah hal yang paling aku benci. Aku tidak peduli jika seragam sekolah ini akan dikenakan lagi besok. Aku meletakkan tasku dengan baik, lalu aku meraih handphoneku yang aku letakkan di atas meja belajar. Aku membuka Instagram dan hendak mencari akun instagram abang itu.
Mama sudah meneriakiku untuk segera makan siang, aku sangat malas untuk turun kebawah, jadi aku hanya menjawab "iya ma, bentar."
Sekitar 15 menit berada di instagram, aku menemukan akun abang itu. Akunnya privat, membuat aku tidak bisa melihat isi akunnya. Dengan memberanikan diri, aku meminta izin untuk mengikuti instagramnya. Di dalam hati aku meminta semoga dia mem-followback aku.
Aku meletakkan handphoneku di atas kasur, lalu aku membuka seragamku. Aku mengambil celana pendek dan kaos tipis dari dalam lemari, kemudian aku mengenakannya.
Terdengar lagi teriakan Mama dari bawah sana. Mama selalu saja khawatir kalau aku telat makan. "Iya ma, sebentar." Aku menggantungkan seragam sekolahku sebelum turun kebawah.
"Ngapain aja sih kak? Keburu dingin nasi sama lauknya nanti. Kamu makan dulu, mama mau menjemur."
"Iya Mama."
Aku tidak perlu lagi menyendok nasiku ke piring, Mama sudah melakukan itu untukku. Aku tidak menyangka Mama memasak sayur berbagai macam, aku sangat senang, aku mengambil sayur yang berbagai macam itu dan menuangkan mereka ke piringku. Aku sangat suka sayur, apalagi sayurnya buatan mama. Aku hampir menghabiskan sayur yang ada di mangkok, aku hanya menyisakan sedikit. Mama tidak akan marah jika aku menghabiskan sayur itu, tapi kupikir mama belum memakan sayurnya, soalnya mereka masih panas.
Tidak ada piring kotor di wastafel, aku terpaksa mencuci piring yang barusan aku gunakan untuk makan. Aku tidak suka mencuci piring, segala jenis pekerjaan yang menyentuh air aku benar-benar tidak suka. "Kenapa ya aku tidak punya adik? Padahal dia kan bisa aku suruh untuk mencuci piring. Kesal banget deh."
"Bilang apa tadi, hayo? Kakak bilang apa tadi, hm?"
Aku menoleh kearah suara yang bertanya kepadaku. Alis kiriku kuangkat serasa memberi kode. Mama tidak akan marah jika aku bicara sendiri dan mengeluh seperti tadi. "Tarasya tidak suka cuci piring ma."
"Tar, mama tidak memaksa kamu untuk mencuci piring, tapi setidaknya kamu tahu cara mencuci piring dengan bersih. Lihat, walaupun yang kamu cuci hanya sedikit, tanpa kamu sadari kamu sudah mempelajari mencuci piring dengan baik. Lihat piring yang kamu cuci, mereka bersih tanpa noda. Sama seperti sebelumnya, mama juga membiarkan kamu mencuci pakaian kamu sendiri, dan mama puas dengan kamu, kamu bisa membuat mereka bersih. Kamu tidak suka pekerjaan yang bersangkutan dengan air, tapi di balik itu hasil pekerjaan kamu yang bersangkutan dengan air selalu bagus."
"Iya Ma, tapi Tarasya tetap tidak suka dan pekerjaan yang bersangkutan dengan air adalah tugas Mama."
Mama hanya menggeleng mendengar jawabanku. Aku menyusun piring yang sudah selesai aku cuci ke rak piring. Aku membersihkan wastafel, kemudian mencuci tanganku hingga bersih. Mama menyuruhku tidur siang, katanya anak-anak seperti aku harus tidur siang, setidaknya 30 menit. Aku mendengarkan perintah Mama, aku pergi ke kamarku, dan menguncinya. Kuletakkan badanku di atas kasur yang empuk dan sesaat kemudian aku tertidur nyenyak.
"Tar." Suara berat yang memanggilku terasa bergema. Ketika membuka mata, aku berada di.atas rerumputan yang hijau. Semua tanah penuh dengan rumput. Aku melihat sekelilingku, oh betapa indahnya.
"Halo, Tar." Suara berat itu memanggilku lagi. Aku berdiri dan melihat sekeliling dari mana asal suara itu. "Tarasya." Aku berjalan lurus menuju pohon yang sangat besar di depanku. Aku terhenti di depan pohon itu sambil kebingungan.
"Akhirnya kamu menemukanku. Ayo kesini." Aku terkejut, suara berat itu berasal dari seorang pria yang aku kenal. Dia, dia, pria yang membuat detak jantungku tidak stabil. Ray! Dia menyuruhku duduk di sampingnya.
Dengan santai, aku mendekat kearahnya, lalu aku duduk di sampingnya. Dia sedang menggambar sesuatu, aku tidak begitu jelas melihat gambarannya. Kami berdua diam, tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut ini. Aku ingin mengobrol, tapi detak jantungku sangat tidak stabil. Mungkin wajahku sudah merah sekarang. Aku tidak tahu cara menghadapi situasi seperti ini.
"Eh, anu," ucapku sedikit gugup.
"Iya?" Ray menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari gambaran yang sedang dia buat. Sebelum aku melanjutkan perkataanku, aku merasakan kalau tanganku hangat. Seperti ada sesuatu yang menindih tanganku, tetapi tidak berat.
"Tangan kamu kecil sekali Tar." Apa? Aku menoleh ke arah Ray. Aku melihat wajahnya dengan bingung, aku melihat ke bawah, ternyata dia yang memegang tanganku. Jantungku semakin tidak stabil, wajahku panas, kemungkinan besar sudah memerah.
"Eh? Apa yang kamu lakukan?"
"Hanya memegang tangan orang yang aku cintai Tar," ucapnya dengan santai dan penuh perasaan. Aku bingung, benar-benar bingung. Apa Bang Ray memang menyukaiku?
"Lihat ini, aku tadi menggambar kita. Bagus, bukan? Kamu suka Tar?" Gambaran itu akhirnya selesai. Aku tidak menyangka Bang Ray bisa menggambar sebagus itu. Dia menggambar aku dan dirinya. Kami sedang duduk di tepi pantai menikmati indahnya sunset dan satu hal yang membuatku sangat baper, dia merangkulku. Dia merangkulku! Meskipun hanya gambar, aku merasa kalau fenomena itu nyata. "Aku suka, sangat suka!"
"Aku senang kalau kamu suka Tar. Padahal dulu kamu tidak suka kalau aku menggambar kamu. Kamu selalu marah-marah mengatakan kalau aku itu pria jahat yang suka menguntit wanita. Aku tertawa mendengar perkataan kamu waktu itu. Sampai sekarang ketika aku mengingat kejadian itu, aku selalu tertawa sendiri. Ucapan mu tidak bisa hilang dari benakku. Aku pria baik, bagaimana mungkin aku menguntit wanita." Ray tertawa terbahak-bahak setelah mengatakan perkataannya tersebut.
Sementara aku di sini hanya terdiam. Aku tidak mengerti apa maksud perkataannya. Kami baru saja saling mengenal atau bisa dikatakan mungkin hanya aku yang mengenalnya, mungkin dia tidak mengenalku. Lalu, mengapa dia berkata seperti itu? Apa aku yang salah? Atau dunia ini sedang terbalik?
"Bang, ini nyata?" Pertanyaan itu keluar dari mulutku tanpa sengaja. Aku menatap matanya tanpa berkedip sedikit pun. Aku menunggu jawaban dari mulutnya yang tertutup rapat.
Tangannya memegang kepalaku dengan penuh rasa kelembutan. Dia tersenyum, mulutnya mulai terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu.
Apa? Dia mengatakan apa? Sosoknya mulai menghilang. Mataku perlahan tertutup. Apa dia membenci ku? Apa dia menyuruhku untuk pergi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments