Episode 2

"Serius? Kamu tidak bercanda, kan?"

Setelah 3 hari berturut-turut, akhirnya aku mengetahui nama abang itu. Aku meminta bantuan Kezia untuk mencari informasi tentang abang itu. Untungnya Kezia mau (walaupun kemarin dia sedikit kesal karena aku selalu menyuruhnya mencari hal yang susah diketahui). Kezia memiliki banyak kenalan di sekolah itu, tentu saja permintaanku kemarin merupakan hal yang gampang. Tapi sayangnya aku belum mengetahui kelas berapa abang itu. Aku selalu berharap kalau dia masih kelas XI.

"Lihat nih wajah aku, bercanda dari mana?" Kezia menunjuk wajahnya yang be-raut serius itu. Aku menghela napas dan mencoba percaya.

"Baiklah aku percaya kepadamu."

Lembaran putih di depanku mencoba menutup kedua mataku yang sedang terbuka lebar. Rasa lapar menghantami perutku dan menimbulkan sebuah suara yang membuat aku malu. Cuaca sangat panas, membuat aku teringat kalau aku belum menjemur pakaian olahragaku. Detik-detik di jam dinding rasanya sangat lama berputar. Pulang, di benak ku sekarang hanya ingin pulang. Aku tidak sanggup lagi mengerjakan soal kimia dengan perut yang kosong dan mataku sedikit tertarik untuk terlelap. Aneh sekali, aku lapar tapi masih bisa mengantuk.

Aku menyandarkan kepalaku ke atas meja, aku melirik kawan sebangkuku yang sedang mengerjakan tugas kimia. Dia sangat bersemangat, tidak ada rasa ngantuk, tidak ada rasa lelah, dan dia sepertinya tidak kelaparan. Dia terlihat tampan ketika sedang belajar. Bulu matanya yang lentik membuat aku iri, jika dia adalah seorang perempuan, mungkin dia akan menjadi perempuan yang cantik.

"Ada apa, Tar?"

Pertanyaan dari lelaki itu membuat aku membuka mataku sedikit demi sedikit. Kevin ternyata menyadari kalau aku tadi melirik dirinya. Aku pikir dia tidak akan tahu atau tidak peduli ketika aku meliriknya, apalagi dia sedang belajar. Biasanya dia tidak mempedulikan orang yang mengganggu dia ketika dia sedang belajar. Bisa dibilang Kevin seperti cowo dingin.

"Tidak, aku hanya merasa dirimu sangat tampan." Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku lanjut menutup kedua mataku tanpa mengganti arah posisi tidurku (aku bisa melihat Kevin dengan sebelah mata).

"Oh." Jelas sekali terpapar di wajah Kevin kalau wajahnya memerah. Aku pikir itu karena efek cuaca, jadi aku tidak mempedulikannya. Aku sedikit tertawa ketika wajah Kevin memerah, sangat lucu. Terkadang aku ingin menyentuh pipi Kevin juga, memegang tangannya, bersandar di pundaknya, dan masih banyak lagi. Dia sangat cocok dijadikan kriteria cowo yang aku suka.

...***...

"Tar, udah bel, susun buku kamu." Kevin membangunkan aku yang hampir tertidur lelap. Dia masih sama seperti dulu. Ketika aku tidur, dia hanya akan memanggil namaku untuk membanguniku, dia tidak pernah menyentuhku, bahkan berkata kasar pun tidak. Ketika aku marah, dia tidak pernah membalas dengan rasa marah, dia selalu sabar. Ketika aku membentak, dia tidak pernah membentak aku kembali. Mungkin dia lelaki penyabar.

Aku memasukkan buku-buku ke dalam tasku dengan rasa malas. Kevin sudah selesai memasukkan peralatannya, dia mengambil pulpen, pensil, penghapus, stipo, yang berserakan di atas meja kami lalu memasukkannya kedalam tempat pensilku. Sebelum aku berbalik untuk menyusun barang-barangku yang telah disusun oleh Kevin, dia terlebih dahulu memberikannya kepadaku. "Terima kasih," ucapku dengan senang.

Aku dan Kezia keluar dari kelas secara bersamaan. Kami menuruni anak tangga satu-persatu. Kami mengobrol tentang pelajaran di kelas tadi, lalu ada hal-hal lucu yang dilakukan teman sebangku Kezia, cerita horor, ada yang patah hati, dan sebagainya. Sedangkan aku, aku hanya menceritakan Kevin yang membantuku merapikan barang-barangku.

Kezia sedikit terkejut mendengar apa yang aku katakan kepadanya. Di mata Kezia dan teman-teman yang lain, Kevin adalah anak laki-laki yang dingin. Dia sangat jarang berinteraksi dengan orang lain, bukan di dunia nyata saja, di dunia maya pun Kevin sangat slow respon. Kata Kezia dia pernah bertanya kepada Kevin melalui chat, lalu Kevin sangat lama membalas chat Kezia, dan balasannya pun hanya "?". Besoknya Kezia bercerita kepadaku di sekolah tentang anak laki-laki yang dianggapnya dingin itu. Aku tertawa, aku tidak mempercayai Kezia, soalnya Kevin selalu mengechat aku untuk menanyai tugas ataupun pr, dan balasannya selalu bagus, tidak ada hanya simbol tanda tanya.

"Jangan-jangan Kevin suka sama kamu, Tar? Dari perlakuannya kepada kamu aja udah beda. Dia selalu baik sama kamu, sementara sama kami dia selalu menunjukkan sikap dinginnya. Atau kalian punya hubungan spesial? Lalu kamu sembunyikan dari aku?"

Aku memutar kedua bola mataku. Jelas-jelas aku sama Kevin teman sebangku, tidak mungkin kami tidak dekat. "Suka dari mana coba? Aku setiap hari cerita sama dia tentang crushku. Dia tidak pernah marah, bahkan dia selalu mendengarkan dan memberi saran. Memangnya ada cowo yang bersedia mendengarkan cewe yang disukainya menceritakan cowo lain?"

"Tar, kamu ngerti ngga sih? Dia bersedia mendengarkan cerita kamu karena dia suka sama kamu, Tar. Dia ingin kamu bahagia walaupun kamu menyakiti dia. Jelas-jelas cuma dia teman kamu untuk bercerita. Kamu kan lebih milih Kevin sebagai teman cerita daripada aku."

"Kamu gila ya Kezia? Maksud kamu kalau cowo bersedia mendengarkan cerita cewe yang gitu-gitu aja, terus dia memberi saran, disimpulkan kalau cowo itu suka sama si cewe? Engga juga kan. Mana tahu si cowo hanya mau menjadi pendengar yang baik. Walaupun Kevin selalu baik kepadaku, bukan berarti dia suka sama aku Kezia. Aku juga baik kepada anak laki-laki lain, tapi aku tidak suka mereka."

Kezia menghela napasnya. Dia sepertinya sudah kehabisan kata-kata untuk menjawab setiap kalimatku. "Terserah kamu deh Tar, pokoknya Kevin itu suka sama kamu! Kamu mau percaya atau tidak, terserah kamu."

Akhirnya aku dan Kezia naik ke dalam angkutan umum. Kami sudah menghentikan percakapan gila itu. Bagiku hal tersebut benar-benar tidak masuk logika. Tapi ya terserah saja. Aku tidak akan percaya kalau bukan Kevin sendiri yang mengatakan langsung kepadaku.

Kezia lagi-lagi menepuk pundakku. Aku hendak mencubit tangannya, tetapi tidak jadi. Sosok pria yang telah aku tahu namanya duduk di samping kananku. Jantungku langsung berdetak dengan kencang. Jiwa feminim dalam diriku tiba-tiba keluar begitu saja. Beberapa orang naik lagi kedalam angkutan umum yang aku naiki. Mau tidak mau aku harus bergeser ke sebelah kanan. Akibat banyak orang yang masuk, kini kaki kananku dan kaki kiri abang itu saling bersentuhan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!