Kau sedang merayuku ku?!

Adeline, meskipun terlihat cantik dan memesona seperti biasanya, tampaknya sedikit lelah karena tiada hentinya para bangsawan datang untuk memberikan selamat. Wajahnya yang biasanya bercahaya kini terlihat sedikit pucat, dan matanya memancarkan kelelahan yang halus. Namun, dia tetap berusaha tersenyum ramah kepada setiap tamu yang datang, tidak ingin menunjukkan rasa lelahnya.

Duke Emeric, yang memperhatikan perubahan itu dengan cermat, merasa khawatir pada Adeline. Dia merasakan bahwa kelelahan itu mungkin telah mencapai batasnya, dan dia tidak ingin Adeline terlalu berlebihan.

Dengan penuh perhatian, Duke Emeric menghampiri Adeline, melangkah dengan langkah-langkah hati-hati agar tidak menimbulkan keributan. Dia menyapa Adeline dengan lembut,

"Putri. Apakah kau baik-baik saja?"

Adeline, yang sedang berdiri di depan para wanita bangsawan, menoleh ke arah Duke Emeric dengan senyum lemah. "Ya, aku baik-baik saja," jawabnya, meskipun terdengar sedikit terengah-engah.

"Hanya sedikit lelah, itu saja." bisiknya pada Duke Emeric.

Duke Emeric mengangguk memahami, tetapi dia tidak bisa menahan rasa khawatirnya.

"Ayo, ikut denganku," ajaknya lembut. Kemudian Duke Emeric membawa Adeline pergi dengan memohon ijin dengan sopan pada para tamu yang sedang berbicara dengan Adeline,

"Aku akan membawamu ke ruang istirahat sebentar. Kita bisa beristirahat sejenak dari keramaian ini." seru Duke Emeric setelah mereka agak menjauh dari keramaian.

Adeline memandang Duke Emeric dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Duke," ucapnya, suara lembutnya dipenuhi dengan penghargaan. "Aku menghargainya."

Mereka tiba di ruang istirahat yang tenang, dan Adeline segera duduk di kursi yang nyaman dengan perasaan lega karena akhirnya bisa merasa terlepas dari rasa lelah yang menyelimuti. Dia merentangkan tubuhnya dengan rasa lega, menghela nafas panjang sebagai tanda rasa syukur atas kesempatan untuk beristirahat sejenak.

Duke Emeric, duduk di sampingnya dengan sikap yang kaku, merasa sedikit canggung dengan situasi ini. Namun, dia memutuskan untuk bertindak, menyodorkan gelas air minum pada Adeline yang terlihat haus.

"Tolong, minumlah," ucapnya dengan lembut, menawarkan gelas tersebut.

"Terima kasih, Duke," Adeline mengambil gelas tersebut dari tangan Duke Emeric, lalu meneguk air minum dengan penuh kenikmatan.

"Air ini sangat menyegarkan," ucapnya, memberikan senyuman lembut kepada Duke Emeric.

Keheningan menyebar di antara mereka setelah kata-kata terakhir terucap. Suasana ruang istirahat terasa hening, hanya terdengar degup jantung mereka masing-masing yang berdebar dengan kencang.

Bunyi itu seakan menjadi satu-satunya suara yang mengisi ruangan, memenuhi ruang antara mereka dengan ketegangan yang tak terucapkan.

Adeline duduk dengan posisi yang sedikit tegang, merasakan getaran yang mengalir melalui tubuhnya seiring dengan setiap denyut jantungnya yang kuat.

Sementara itu, Duke Emeric duduk dengan sikap yang tegang, memikirkan betapa rapatnya jarak di antara mereka di ruangan yang tenang ini.

Keduanya saling bertatapan dengan pandangan yang penuh makna, mencoba mencerna semua perasaan yang tersembunyi di balik kata-kata yang tidak terucapkan.

Adeline memutuskan untuk memecahkan keheningan yang menggelayuti mereka. Dengan gugup, dia menatap Duke Emeric dengan matanya yang penuh keraguan, sebelum akhirnya berbicara dengan suara yang agak terbata-bata,

"Duke Emeric, malam ini... kamu terlihat sungguh tampan dan... seksi."

Duke Emeric cukup terkejut mendengar perkataan Adeline. Wajahnya bersemu, menunjukkan kebingungan.

Matanya memandang Adeline dengan tatapan yang mencari-cari, mencoba untuk mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan oleh wanita di hadapannya.

Adeline, yang merasa gugup menunggu reaksi Duke Emeric, melihat dengan hati-hati setiap ekspresi yang terpancar dari wajahnya.

Dia merasakan kekhawatiran dan kebingungan yang ada di balik tatapan Duke Emeric, dan dia berharap bahwa kata-kata yang baru saja dia ucapkan telah mencapai hati pria itu dengan baik.

"Apa kah... perkataan ku barusan, menanggumu?!"

Matanya memandang pria itu dengan tatapan penuh harap, menunggu jawaban yang akan datang dari bibir Duke Emeric.

"Tidak, tidak sama sekali," jawabnya dengan suara yang tenang namun penuh dengan kehangatan. "Sebaliknya, aku... agak bingung dengan kata-katamu."

"Aku hanya ingin... mengungkapkan apa yang ada di dalam hatiku," ucapnya dengan suara yang lembut, penuh dengan ketulusan.

Duke Emeric, yang tidak tahan dengan debaran jantungnya yang semakin cepat, serta melihat kecantikan yang mempesona dari Adeline di depannya, memutuskan untuk mendekatinya.

Dengan langkah yang perlahan, dia menapaki jarak di antara mereka, hingga akhirnya duduk cukup dekat dengan Adeline.

Dengan suara yang hampir bergetar, Duke Emeric mulai berbicara setengah berbisik kepada Adeline.

"Putri," katanya dengan lembut, "aku... sedikit bingung dengan kata 'seksi' yang kamu ucapkan tadi."

"Maafkan aku, Duke. Aku hanya berusaha menyampaikan betapa kagumnya aku pada penampilanmu malam ini."

Wajah Adeline terlihat memerah mendengar kata-kata Duke Emeric.

"Aku hanya mengatakan yang aku rasakan, Duke. Kamu benar-benar tampan malam ini."

wajah Adeline terlihat gugup dengan rona merah di wajah nya. Dia terlihat begitu menggemaskan di mata Duke Emeric.

Duke Emeric mengatakan pada Adeline, "Jika saja aku bisa mengartikan itu lebih dari sebuah pujian."

Adeline merasa sedikit bingung dengan maksud yang terkandung dalam ucapan Duke Emeric. Matanya memandang pria itu dengan tatapan penasaran, mencoba mencerna setiap kata yang baru saja diucapkan.

"Apa yang kamu maksud, Duke?" tanyanya dengan suara yang penuh kebingungan.

Duke Emeric, yang menyadari bahwa kata-katanya mungkin bisa disalahartikan, mencoba menjelaskan dengan lebih jelas.

"Maafkan aku jika aku tidak cukup jelas," ucapnya dengan lembut.

"Yang aku maksud adalah... mungkin ada perasaan yang lebih dalam di balik kata-kata itu."

Adeline merasa hatinya berdebar lebih cepat mendengar penjelasan Duke Emeric. Dia merasa campur aduk dengan perasaannya sendiri, tidak yakin bagaimana seharusnya merespons kata-kata itu.

Namun, dalam kebimbangan itu, dia merasa juga sebuah kelegaan yang tak terduga.

"Maksudmu..." gumam Adeline, mencoba memproses kata-kata itu di dalam pikirannya.

Duke Emeric meraih tangan Adeline dengan lembut dan penuh keperkasaan, menyentuhnya dengan kehangatan yang mengalir dari sentuhan itu.

Pesona Duke Emeric yang begitu kuat membuat Adeline merasa luluh di hadapannya, seakan tersihir oleh kehadiran dan kelembutan pria itu.

Duke Emeric menyandarkan pandangannya pada Adeline dengan penuh pesona, dan dengan senyuman yang seksi dia berbisik pada adeline,

"Jika saja itu memiliki makna bahwa... kamu sedang merayuku..."

Adeline merasakan wajahnya memanas dan merah ketika mendengar kata-kata Duke Emeric.

Dia merasa sedikit tercengang dengan keberanian pria itu, namun juga merasakan kegembiraan yang tak terungkap di dalam hatinya.

Meskipun sedikit gugup, dia tidak bisa menahan senyuman malu yang melintas di bibirnya.

Adeline mengisyaratkan dengan senyum malu namun berusaha memberanikan diri,

"Kamu tahu, Duke, mungkin saja aku sedang merayumu."

Duke Emeric terkejut, namun tidak bisa menahan senyumnya "Putri..."

Adeline melanjutkan dengan mata berbinar-binar

"Ya, aku sadar bahwa kata-kataku bisa saja memicu sesuatu dalam dirimu. Tapi, entah mengapa, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengatakan apa yang ada di dalam hatiku."

Duke Emeric menatap Adeline dengan tatapan campuran antara kekaguman dan kebingungan

"Putri, kamu... kamu tahu betapa sulitnya bagi ku untuk menahan diri di depanmu?"

"Duke, aku ingin kamu tahu bahwa kamu tidak perlu menahan diri di depanku."

Duke Emeric terkejut dengan permintaan tersebut, "Putri...?"

"Aku ingin kita berdua bisa merasakan setiap momen tanpa batasan. Biarkan gairah kita bebas mengalir, tanpa perlu khawatir akan konsekuensinya."

Duke Emeric mendengarkan dengan perasaan campur aduk.

"Adeline, aku... aku tidak yakin..."

Adeline mendekatinya dengan penuh keberanian "Apa kau tidah percaya padaku, Duke?"

"Aku tidak ingin kau menyesalinya, Putri."

"Apa yang akan aku sesali?"

"Aku tidak ingin momen ini hanya sementara saja."

"Duke, aku pun tidak ingin momen ini sementara. Aku ingin ini selamanya."

"Adeline... Kau yakin?"

"Aku tidak akan menarik kata-kataku."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!