TBB 14

“Ki..Ki, mau kemana?” tanya Shella, manakala teman sekamarnya tergesa-gesa meletakkan tas dan kembali berlari keluar kamar tanpa menjawab pertanyaannya.

Gadis itu pun segera mengikuti langkah temannya, melihat Kia berlari ke arah kamar mandi, Shella pun berkata, “alah Ki, panggilan alam ternyata. Tapi kok, hey mau kemana? kamar mandi kita disini Kia!” Shella urung kembali ke kamar, ia berjalan pelan mengikuti Kia yang kini mendekati kamar mandi nomor tiga. 

“Ngapain kamu kesini?” 

Kia tampak terkejut, matanya membola sedang mulutnya terbuka sempurna. 

“Ada apa sih Ki, kamu bikin merinding deh. Mana ini tumben kamar mandi sepi banget, nggak ada yang mandi atau apa gitu ya jam segini?” gumam Shella melirik sekitar kamar mandi yang memang tampak lengang, “Ki, ayo pulang ah,” ucapnya lagi. 

“Shel, sejak kapan kamar mandi ini kosong?” 

“Menurutmu sejak kapan? ya sejak lama lah. Coba lihat atapnya aja udah dimakan rayap, nggak ada air kering kerontang gini, udah ah Ki, ngapain sih. Ayo pulang!” Shella menarik-narik tangan teman sekamarnya. 

“Tapi beberapa hari yang lalu, aku kesini malam-malam. Dan kamar mandi ini masih berfungsi, memang sih sedikit kotor dan bau anyir. Aku bahkan mengira itu bau sampah bekas pembalut, tapi kok sekarang kayak kamar mandi kosong sudah bertahun-tahun ya?” 

“Ya Allah Ki, aku nangis nih bentar lagi. Kamu mau lihat aku ngompol? Udah, ayo aku ceritain di tempat lain. Ayo Ki buruan!” Shella berhasil membawa tubuh temannya menjauh dari kamar mandi, berjalan meninggalkan asrama mereka jauh di belakang. Kia tampak linglung, membiarkan Shella menarik tangannya menuju masjid. 

“Masuk Ki,” perintah Shella tatkala keduanya telah sampai di pelataran masjid, Kia yang kebetulan sudah selesai masa haid bisa mengikuti Shella ke dalam masjid, mereka berdua duduk di samping lemari Al-Quran. 

“Kia, coba cerita. Apa yang terjadi? pulang ngaji sikapnya aneh. Kamar mandi bau anyir ada airnya, kamu mimpi? itu udah kosong dari sebelum aku datang ke sekolah ini, please deh Tazkia.” 

Seolah tak percaya, Kia terus menatap wajah temannya. Entah kenapa jawaban Nia tentang tak mengetahui siapa Cahya membuatnya curiga, seolah Nia sedang menutupi sesuatu. Dan setelah melihat kamar mandi itu, Kia seolah mendapat gambaran baru. 

“Shel, aku tanya kamu ya. Tapi kamu harus jujur,” ucapnya. 

“Aduh, apalagi ini Ki? ya udah cepet apaan?” 

“Kamu tahu sesuatu kan tentang kamar mandi itu? aku tahu loh ada yang nggak beres disana, bahkan dari raut wajahmu aku sudah bisa menebaknya. Ceritakan Shel, please.” 

Shella memejamkan mata sejenak, menarik nafas panjang lantas menghembuskannya keras, begitu berulang-ulang. Hingga ia berhasil mendapatkan ketenangan yang dicarinya. 

“Baiklah, dengarkan baik-baik. Ada syarat yang harus kamu penuhi untuk mendapatkan cerita ini.” 

“Apa itu?” 

“Cukup tau, jangan ungkit, jangan kepo, dan lupakan. Kamu ngerti Ki? Shella mulai serius, kedua netranya fokus menatap mata bulat Kia, membuat Kia mau tak mau mengangguk setuju.

“Sebenarnya, dulu. Dulu sekali, aku bahkan tak tahu persis kejadiannya. Ada yang melahirkan disana, dan bayinya meninggal. Ruh bayi itu, menjelma menjadi arwah penasaran. Sejak kejadian itu, tak ada yang mau menempati kamar kita, karena memang letaknya yang berdekatan dengan kamar mandi, akupun korban, terpaksa tinggal disana karena tak ada lagi tempat kosong. Dulu, setahun sebelum kedatanganmu, semua yan pernah menjadi teman sekamarku ujung-ujungnya pindah sekolah. Sebab mereka tak mampu bertahan, kalau kamu tanya kenapa aku bisa bertahan, itu karena aku orangnya masa bodoh. Jadi Ki, please tutup mata, tutup telinga. Akupun dengar suara tangisan bayi itu, hanya saja aku belajar tuli.” 

“J-jadi, kamu juga dengar?” 

“Bukan cuma kita, aku yakin tetangga sebelah kamar pasti juga dengar.” 

Kia kini mengerti, kenapa banyak yang bertanya bagaimana tinggal di kamar pojok, bahkan Zaina sekalipun. 

“Apa kamu juga pernah melihat sosok bayi itu?” 

Shella menggeleng. “Kamu pernah lihat Kia?” 

Kia kembali mengangguk, Shella menutup muka dengan kedua tangan, seluruh badan terasa merinding juga akhirnya. Shella bahkan tak mampu berkata-kata lagi, ia memilih diam kali ini. 

“Kenapa kamu bawa aku ke masjid Shel?” 

“Sssttt, konon katanya bayi bajang itu ganas, dia punya dendam yang besar. Ia bisa mendengar saat ada yang membicarakannya, tapi itu tak berlaku jika kita di dalam masjid. Semua siswi SMAHI meyakini hal itu Kia, makanya kami tak pernah sekalipun membahas mereka, walaupun di masjid juga, kami benar-benar menjaga diri.”

“Siapa pelakunya Shel?” 

“Mana kutahu Kia, aku aja baru setahun disini. Katanya sih, sampai detik ini pelaku belum terungkap, makanya si bayi bajang terus gentayangan. Matinya tak tenang, kasihan sebenarnya, tapi kita bisa apa? dengar suara tangisannya aja kita sudah lari tunggang langgang.” 

Kia mulai mengerti, asal usul bayi yang terus mengganggunya. Dan sepertinya bayi itu ada hubungannya dengan Nia, mengingat bagaimana Nia bisa mengatakan bahwa bayinya terbunuh dalam gambaran yang dilihat Kia saat kulit tangannya bersentuhan dengan kulit tangan Nia.

.

Sementara itu di tempat berbeda, Nia berjalan cepat menemui adik madunya yang tengah bersantai di ruang tengah, mereka hanya berdua, Dewa belum pulang dari sekolah. Sepertinya masih banyak yang harus dilakukan lelaki itu di sekolah. 

“Boleh kita bicara?” tanya Nia disamping Nur. Nur mengangguk dengan sangat santai, mulutnya masih fokus mengunyah jajanan yang dibelinya sejak pagi dari swalayan. 

“Bisa nggak kalau keluar rumah jangan sampai ada yang tahu?” 

“Maksud mbak Nia?”

“Kamu tadi ke swalayan kan? ada yang melihatmu masuk ke rumah ini, dia bahkan bertanya nama aslimu. Kamu sudah paham kan bagaimana peraturan dari mas Dewa?” 

Raut wajah Nur berubah, ia tampak lebih kesal dari sebelumnya. 

“Mbak Nia nggak usah ikut campur deh, apa hak mbak? mas Dewa aja nggak komplain kok,” jawabnya. 

“Itu karena mas Dewa nggak tahu, kalau saja dia tau aku nggak yakin mas Dewa akan diam, aku sudah menerima kamu ya Nur, jadi harusnya kamu bisa lebih hati-hati lain kali.” 

Nur reflek menoleh, awalnya ia santai menanggapi omelan Nia tapi kini tidak lagi, “apa mbak? mbak nggak salah nih bilang begitu? mbak yang rebut mas Dewa dariku dulu, mas Dewa dan aku sudah saling cinta jauh sebelum mbak dengannya. Dan mbak tahu itu, tapi mbak datang menggoda mas Dewa dan merebutnya dari tanganku, mbak sudah lupa semua itu? kalian menghianatiku!”

“Itu semua tak seperti yang kamu pikirkan,” jawab Nia berurai air mata. 

“Lantas bagaimana mbak?” 

“Mas Dewa punya alasan meninggalkan kamu!” 

“Hah! alasan mbak bilang. Alasan karena mbak telah memikatnya dengan jampi-jampi, begitukah!?” bentak Nur geram, tak menunggu jawaban Nia, Nur segera masuk kamar dan membanting pintu keras. 

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

uwaah.. jadi ini cerita cinta lama belom kelar 🙄 cinta segitu gitu nya 😳 cinta ditolak Adam bertindak 🙀

2024-03-26

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!