05

Dalam kanal Youtube-nya, Ade Rai pernah berkata;

'Mulut kita adalah sumber kesehatan dan kesakitan kita.'

Berkat perawatan intens di rumah sakit, konsumsi yang selalu diatur nutrisinya setiap hari, akhirnya aku dinyatakan pulih dan kembali ke rumah. Selama tiga hari aku telah terjebak di rumah sakit.

Padahal, tidak ada penyakit padaku. Tubuhku juga tidak terasa sakit dan aku merasa sehat-sehat saja, begitu juga pendapat para dokter. Tapi, ayahku bersikeras untuk tetap menjalani perawatan di sana. Agar mendapat hasil yang terbaik, katanya.

Walaupun perkataan Ade Rai itu bermaksud pada konsumsi makanan, aku memang harus menjaga mulutku ini. Keputusanku untuk menceritakan tentang wanita 'sistem' ini pada Ayah yang sudah membawaku ke rumah sakit.

Keesokan harinya, aku sudah kembali bersekolah. Tapi, sesuatu hal tidak terduga ketika aku hendak berangkat.

Aku dan Rita terbelalak melihat pria bertubuh besar, tegap dan sangat jangkung, berdiri dengan tangan terlipat di depan mobil sedan kami.

Dengan rahang tegas dan kacamata hitam pada kedua mata di kepala plontosnya itu, menatap kami tajam.

Tubuhnya sangat kekar seolah aku bisa melihat kedut ototnya akan terbebas dari balik kaus hitam ketatnya. Ditambah penuh dengan tato di permukaan kulit tubuh putihnya semakin memberikan aura mencekam.

"Ini supir baru kalian." Ayahku mendekati kami yang berdiri terdiam di depan pintu rumah.

Supir baru? Yang benar saja, dia sama sekali tidak terlihat seperti supir. Aku bahkan ragu dia bisa berbahasa Indonesia.

"Namanya Ivan. Perkenalkan diri kalian berdua padanya," lanjut Ayah.

Sudah kuduga dia bule. Tampilannya saja sudah seperti anggota mafia Rusia, seperti di film. Dari mana ayahku memungu—menemukan dia?

"Perkenalkan saya Ethan," ucapku sembari sedikit menurunkan wajah.

"Aku Rita." Kakakku juga melakukan hal yang sama.

Pria itu kemudian melangkah dengan kaki beratnya mendekati kami. Tak kuasa aku menahan napas, aku merasakan hawa jahat keluar dari tubuhnya.

Sekilas aku melirik pada Rita, wajahnya sudah memucat, bibirnya pun bergetar.

Ia kemudian mencondongkan tubuhnya pada kami, melepas kacamatanya hingga kedua mata birunya mulai berpendar.

"Meuni barageur kieu si kasep jeung si geulis, Kang," jawab pria itu.

(Arti dalam bahasa sunda: Begitu keliatan baik gini si ganteng dan si cantik, Kang.)

"Muhun kang, pangestu," timpal Ayah.

Sontak aku mengerutkan dahi. Entah mana yang lebih membuatku heran, kedua orang yang tak kusangka bisa berbahasa sunda, atau wajah pria mafia Rusia itu yang mendadak menjadi ceria.

"Ini gak salah yah? Gak keliatan kayak supir," ucapku spontan.

Jaga mulutmu wahai diriku! Tubuh bocilku ini bisa dimakan olehnya!

"Gak boleh ngomong gitu, Ethan." Ayahku menegur.

Tanpa menjawabnya, pandanganku sontak beralih pada pria bernama Ivan ini.

Dia tersenyum lebar dan sedikit menundukkan kepala. Aku tidak boleh tertipu sama sikap sok baiknya ini.

"Kang Ivan ini bukan cuman supir aja, tapi juga bodyguard, tukang kebun, dan pelatih bela dirimu nanti," jelas Ayah dengan lengannya diangkat ke depan.

Banyak sekali kerjaannya. Aku jadi penasaran berapa banyak Ayah membayar pria itu. Dia juga pelatih bela diriku? Ini berlebihan.

Aku pun tertegun. "Eh, kayaknya gak usah jadi deh les bela dirinya."

Aku tidak mau. Kalau dia tidak bisa menahan dirinya saat berlatih, aku akan remuk.

DING!

[Misi baru: Belajar bela diri dengan Ivan.

Hadiah: Level up.

Batas waktu: Tidak ada.]

Hah? Ini hal baru. Aku tidak pernah melihat hadiah level up sebelumnya. Aku penasaran seperti apa hadiahnya, walaupun hadiah uang juga belum pernah aku rasakan.

[Penjelasan: Hadiah uang—]

Nanti aja jelasinnya, aku lagi di tengah percakapan!

[Baik.]

"Oh yaudah, kalau gitu Ayah cari yang—"

"Eh, engga usah Ayah, gapapa sama Om Botak ini juga," tukasku. Semoga saja aku tidak remuk nanti, walau keputusan ini hanya demi rasa penasaranku.

Rita memekik secara tiba-tiba setelah berdiam diri seribu bahasa. "Engga! Aku gamau Ayah! Cari supir yang lain aja!"

Kakakku terus menarik-narik celana Ayah tanpa henti. Dia semakin menjerit ketika Ivan mendekatkan wajah padanya.

"Jangan gitu atuh teh, Kang Ivan mah orang baik kok," ucap Ivan.

Aku tidak percaya. Sama sekali dia tidak bisa dipercaya. Tidak ada orang mengaku baik.

"Rita..." Ayahku berlutut seraya berkata lembut padanya. "Kang Ivan ini teman dekat Ayah dulu. Tampilannya kayak gitu karena dulunya dia preman pasar, pernah dipenjara juga. Tapi, dia orang baik kok."

Apanya yang orang baik!? Lu dulu kerja apa anj*r sampe kenal orang ini?

Aku jadi meragukan kemampuan ayahku sebagai orang tua. Yah, aku juga tidak bisa menilai juga karena dulu aku tidak punya ayah dan ibu seperti sekarang.

Rita hanya mengangguk dengan berlinang air mata. Kami berdua hanya bisa menurut ayah kami yang selalu bersikeras.

Lalu, dengan berat hati dan masih dipenuhi rasa ngeri pada pria itu, kami pun masuk ke mobil sedan, BMW 5 Series hitam, yang akan disupiri oleh Ivan untuk berangkat sekolah.

Ketika mobil perlahan meninggalkan rumah, kami berdua masih menaruh kedua tangan pada kaca jendela seolah sedang diculik.

Sementara, Ayah hanya melambai-lambaikan tangannya, melepas kepergian kami.

Ayah jangan jual kami.

...****************...

"Ini semua salah kamu, Ethan," bisik Rita menggerutu. "Kalau aja Pak Kirman gak dipecat, kita gak harus sama Om Botak ini."

"Iya maaf." Aku hanya menundukkan kepala, membalas protes kakakku itu.

Nasi sudah menjadi bubur. Tapi, buburnya encer banget.

Selama perjalanan, kami berdua hanya berdiam dalam ketegangan di kursi belakang. Beberapa kali Ivan mengajak ngobrol tapi tidak kami hiraukan.

"Kenapa atuh pada diem-diem gini," ucap Ivan. Aku tidak akan tertipu walau dia berkata halus, bernada tenor.

Dia jelas penjahat.

DING!

[Misi baru: Marahi Ivan.

Hadiah: 100.000.000 rupiah.

Batas waktu: 30 menit.]

Udah gila! Marahin pria itu akan membawaku pada kematian, Nona!

Batas waktu cuma 30 menit, dan hadiah uangnya cukup besar dibanding misi biasanya. Benar-benar disesuaikan dengan resiko, sepertinya.

Perjalanan ke sekolah juga sekitar 30 menit. Aku harus melakukannya di mobil dan sekarang.

Pria itu terus berbicara tanpa henti, entah dia bahas apa. Pikiranku masih kusut, merencanakan apa yang harus kulakukan, apa akibatnya nanti.

Aku tersadar, Rita menatapku dengan heran, tapi dia tetap berdiam saja. Seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi enggan.

Tidak. Mungkin aku terlalu berlebihan. Overthinking.

Dia pasti segan ke ayahku, tidak mungkin bersikap kasar jika aku tidak sopan padanya.

Ya, itu dia. Tidak sopan.

"Biasanya pulang sekolah suka mampir-mampir dulu gak?" tanya Ivan basa basi. Dari pantulan spion dalam, ia tersenyum lebar.

"Engga. Gausah aneh-aneh! Langsung pulang aja ke rumah!" sentakku. Rasa takut semakin menyelimutiku.

Aku juga tidak terbiasa menyentak orang yang lebih tua. Bahkan, di kehidupanku yang dulu aku sama sekali tidak berani.

"Ya udah. Tapi, masa sih teu bobogohan dulu gitu," timpalnya dengan candaan dan tawa kecil.

(teu bobogohan \= tidak pacaran)

"Yang sopan kamu! Kerja yang bener. Jangan belagu cuma karena pernah deket sama Ayah!" pekikku.

Tidaaak. Itu gak banget.

Degup jantungku semakin kencang, mengkhawatirkan apa respon dia. Aku sudah melewati garis etika.

Rita terbelalak melihat sikapku tadi, hingga ternganga. Matanya seolah tak percaya melihat sikapku.

"Kamu nyari mati sama Om Botak?" bisiknya.

Aku tidak menjawabnya. Aku harus menahan ekspresi marahku, menatap tajam si kepala plontos dari pantulan spion dalam.

Misi masih belum selesai dan aku semakin tidak tenang, pria itu masih terdiam setelah mendengar ucapanku.

Aku sangat tidak tahan dengan situasi yang sudah tidak jelas bercampur aduk ini. Mencekam, canggung, dan sunyi.

Aku rasanya ingin meminta maaf. Tapi, itu pasti menggagalkan misi ini.

Aku merasa lebih baik kena bogem pria itu daripada harus merasakan kejut lagi dari gagalnya misi.

Setelah terdiam beberapa detik dengan ekspresi terkejutnya, dia mulai membuka suara.

"Muhun, aduh punten pisan. Sanes kukumaha kasep, hampura nya," ucapnya meminta maaf.

[Misi selesai. Mendapatkan: 100.000.000 rupiah.]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!