Jika teringat lagi yang dilakukan oleh mertuaku. Rasanya keputusanku sudah bulat kali ini.
"Dek, umi dan mamiq memanggil kita." Mas Reza dengan senyum dibibirnya menemuiku yang tengah terdiam diri di dalam kamar kala itu. "Ada apalagi kali ini?" Perasaanku mulai tak enak.
"Iya mas." Akupun mengikuti suamiku dari belakang.
"Eh ananda. Ini umi sama mami cuma mau ngomong nak. Kalian kan masih muda ya. Ada baiknya ananda pakai KB dulu supaya aman. Kalian nikmati dulu masa muda kalian. Jangan terlalu terburu-buru punya momongan. Ya nak ya." Ucap ibu mertuaku tetap dengan kata-kata halusnya yang menyakitkan. Kami bahkan belum melaksanakan resepsi pernikahan kala itu. Aku hanya tertunduk lesu dan menatap mas Reza nanar.
Tak hanya sampai di sana, belum puas menyakiti hatiku ibu dan suamiku kembali melakukan hal yang tak terduga pada resepsi pernikahanku.
Rasanya perasaan tak enak menyelimutiku ketika seseorang yang ku kenal mendekati kami ke atas pelaminan.
"Wah Iin sayang. Kamu datang nak" Ibu mertuaku begitu antusias melihat kedatangan mantan calon menantunya itu.
"Ayo kita berfoto bersama." Pinta beliau lagi sembali memeluk pinggang Iin dan mas Reza.
"Silahkan dilanjutkan ya, saya turun dulu." Ucapku dengan senyum lebar sambil mempersilakan mereka berfoto bertiga.
"Kamu kenapa nak?" Tanya ibu yang melihatku ingin turun dari panggung.
Tindakanku menarik perhatian para tamu dan keluarga yang hadir saat itu terutama mereka yang ingin memberikan selamat pada kami.
"Memalukan" ujar ibu mertuaku lirih dengan rahang mengeras. Ia terus melirikku dengan tatapan sinis.
"Iin pamit dulu ya umi." Wanita itu mencium telapak tangan ibu mertuaku dan bercipika cipiki dengan tatapan sedih.
"Semoga bahagia ya kak." Ucapnya pada suamiku. Kali ini tangannya menyentuk punggung tangan mas Reza lembut.
"Hati-hati ya nak. Semoga kamu bahagia." Ibu mertuaku tak hentinya menatap wajah cantik Iin yang berlalu.
"Kamu kenapa sih harus begitu?" Ucap mas Reza dengan mata menyalak padaku.
"Apa kali ini kamu mau menalakku mas?" Bisikku pada mas Reza dengan senyum kecut. Terlihat urat lengannya yang kekar terkepal menahan amarah.
"Nak, kamu kenapa?" Tatapan Ibu yang sayu membuatku sedih.
"Nggak apa-apa bu. Maaf ya" ucapku merasa bersalah pada ibu.
"Nggak apa-apa sayang. Kamu harus bahagia nak. Anak ibu harus bahagia." Ucap ibu meyakinkan diri. Bapak hanya menatap kami tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Kalau masih cinta susul aja sana. Kenapa masih di sini sih. Tadi kan udah aku kasih kesempatan." bisikku pada mas Reza.
Mas Reza hanya menatapku dengan wajah merah padam.
"Cukup ya kamu. Jangan pancing-pancing masalah." Jawabnya tertahan. Mas Reza sepertinya tak ingin ibu sampai mendengar.
"Aku sudah rela mas kamu kembali sama dia." Bisikku lagi tepat di telinga suamiku.
"Sial." Jawabnya kesal. Kali ini matanya semakin menyalak tajam.
Hal seperti itu ternyata sudah terjadi sejak lama. Mengapa mas Reza masih mau mempertahankanku?
"Kamu harus tahu aku sudah pertaruhkan Iin demi kamu. Wanita tidak tahu terima kasih." Mas Reza kehilangan kesabarannya.
"Kenapa mas? Kenapa harus mengorbankan wanita lain demi aku. Kenapa mas tidak bersama wanita yang sempurna itu saja? Mas sejak dulu selalu menemui dia kan. Aku ikhlas mas. Silahkan! Biarkan dia yang merawat mas." Lega rasnya sudahku katakan meski dengan gemuruh hebat di dadaku.
"Coba saja dulu kamu tidak mau saat aku mau nikahi ini tidak akan terjadi." Mas Reza menunjuk tepat di depan mukaku dengan jari telunjuknya yang besar.
"Bilang saja kamu tidak mau merawat suamimu yang sekarat." Mas Reza masih saja berusaha bertahan dengan ego dan pikirannya. Ia mondar mandir tak karuan.
"Ceraikan saja mas aku!" Aku masih bertahan dengan keinginan itu. Meski di balas dengan kemurkaan suamiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments