Mengagumkan, Melemahkan Aku Melihat Tatap Matanya

Empat bulan telah berlalu sejak malam itu, namun Magika tak pernah lagi bertemu dengan Azzrafiq.

Anehnya, justru sejak kejadian itu, setiap malam lelaki itu selalu datang menghantuinya dalam mimpi. Seolah-olah malam itu tidak pernah benar-benar berakhir, terus terulang kembali setiap kali Magika terlelap.

Mimpi itu membuat Magika merasa seakan masih berada di pelukan kenangan yang sama. Membuatnya sulit melupakan sosok lelaki yang telah meninggalkan jejak begitu dalam di hatinya.

Dia bahkan masih bisa merasakan jelas ciuman lembut Azzrafiq di bibirnya, seolah baru saja terjadi. Namun, yang membuat Magika semakin gelisah, wajah lelaki itu selalu kabur dalam ingatannya. Setiap kali dia mencoba mengingatnya, bayangan itu menghilang, samar, tak pernah jelas.

Berulang kali Magika berusaha mengingat detail wajah Azzrafiq, tapi yang tersisa hanyalah kekaburan yang membuat hatinya frustrasi.

Magika menghela napas dalam, menahan kekesalan yang terus mengendap. Namun, di balik itu semua, dia merasa salut pada lelaki itu — pada Azzrafiq — yang meski dalam keadaan tak sadarkan diri, tetap menjunjung tinggi kehormatannya.

Dia kagum. Di masa seperti ini, jarang sekali ada lelaki yang begitu menghormati wanita seperti yang dilakukan Azzrafiq malam itu. Padahal, begitu banyak kesempatan untuk berbuat sebaliknya, tapi dia memilih jalan terhormat.

Hal itu yang membuat Magika semakin terpikat, semakin penasaran pada sosok lelaki yang malam itu memperkenalkan diri sebagai Edward.

“Andai saja HP aku nggak hilang, aku pasti udah cari kamu, Edward... sampai ketemu, meski cuma dalam mimpi,” gumam Magika lirih, seraya memejamkan mata, bersiap menghadapi malam yang nyaris selalu membawanya kembali pada lelaki itu.

Dia tahu, mimpi itu akan datang lagi. Seperti biasanya.

...****************...

Azzrafiq terbangun dari tidurnya dengan napas memburu, tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin. Mimpi itu lagi — dia baru saja bertemu Magika dalam mimpi, dan kali ini, dia merasakan seolah-olah berhasil menaklukkannya sepenuhnya.

Namun, sama seperti malam-malam sebelumnya, wajah Magika tetap saja buram. Seolah semesta sengaja merahasiakan rupa wanita itu darinya.

"Mimpi yang sempurna... cuma kenapa muka Bella masih belum jelas?" gumam Azzrafiq, frustasi. Sejak malam itu, dia selalu memanggil wanita dalam mimpinya dengan nama Bella — nama yang dia yakini palsu, tapi tetap menjadi satu-satunya petunjuk samar tentang Magika.

Sudah berbulan-bulan dia berusaha mencari jejak wanita misterius itu, namun semua usahanya selalu berujung buntu. Tidak ada informasi yang bisa membawanya mendekat, seolah wanita itu lenyap ditelan bumi.

Pikiran tentang Magika terus menghantui hari-harinya. Kenangan di hotel malam itu, saat segalanya terasa nyata namun juga samar seperti mimpi, tak pernah benar-benar hilang dari benaknya. Lebih dari sekadar keinginan, Azzrafiq merindukan Magika dengan cara yang bahkan tidak pernah dia rasakan untuk Bianca.

Azzrafiq melirik ponselnya yang tergeletak di bawah bantal. Tidak ada notifikasi. Tidak ada pesan dari Bianca, kekasihnya selama hampir dua tahun ini. Hubungan mereka kini terasa hambar, nyaris tanpa percikan.

Semakin hari, hatinya justru semakin berpaling. Bukan pada wanita yang selama ini berada di sisinya, tapi pada sosok asing yang hanya hadir lewat mimpi — Magika.

"Apa sebenarnya yang terjadi dengan aku..." desah Azzrafiq lirih, menatap langit-langit kamar yang gelap, seolah berharap jawabannya tersembunyi di sana.

"Kemana sih tuh anak? Ngilang terus, giliran diputusin langsung muncul beserta khodamnya." Gerutu Azzrafiq.

Lagi-lagi Bianca mengabaikannya, perasaan tidak karuan menemaninya pagi ini, bukan karena Bianca tetapi karena dia baru saja memimpikan Bella, dengan malas Azzrafiq turun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju kamar mandi.

Azzrafiq berkaca melihat wajahnya yang tampak berantakan, dia membasuh wajahnya dengan facial wash yang diberikan oleh Bianca. Azzrafiq selalu menuruti perkataan Bianca mengenai perawatan wajahnya.

Selesai mandi, dia berpakaian seadanya, dia memakai kaus oblong yang dibalut dengan jaket dan celana jeans yang sobek di lututnya, peraturan kampus mengharuskan untuk memakai pakaian rapi, jika ingin menggunakan kaos pun harus yang berkerah, tapi Azzrafiq tak memedulikan aturan yang satu itu.

"Yakin lo, ke Kampus pake baju gituan?" Tanya Yudhistira seraya memperhatikan pakaian Azzrafiq.

"Palingan juga kalo Dosen ngeliat gue, langsung diusir." Jawab Azzrafiq pasrah.

"Niat gak sih lo kuliah?"

"Kagak, oh ya si Maul udah pergi?"

"Udah dari tadi, lo kan tahu dia ambis banget jadi tentara, jadinya pagi buta dia udah berangkat, disiplin nomor satu soal Dosen belum datang nomor dua." Sahut Yudhistira.

"Oh, gue berangkat dulu." Azzrafiq berpamitan dengan wajah yang muram.

Azzrafiq keluar dari kost nya, dan berjalan menuju kampus, beberapa orang yang mengenalnya menyapanya sepanjang jalan. Begitu juga para wanita yang mengagumi ketampanannya tak terlewat menyapanya.

"Azzrafiq." Sapa seorang wanita ketika Azzrafiq berjalan menuju Gedung perkuliahan.

Azzrafiq mendongakkan kepalanya barangkali saja dia mengenali orang yang menyapanya. Ternyata dia tak kenal, wanita itu mendekatinya dan memberikan sebuah papper bag padanya.

Azzrafiq bingung, apakah dia harus menerimanya? Rasanya seperti ditodong, bahkan dia saja lupa siapa wanita yang ada di hadapannya ini, tak mungkin juga dapat menolaknya.

"Itu makanan buat sarapan kamu dan bikinan aku sendiri loh, dimakan ya." Ucap wanita itu dengan nada sedikit menekan.

Dengan sungkan dan dicampur bingung Azzrafiq menerimanya. "Kamu jualan?"

Wanita itu terkekeh. "Bukan, ini untuk kamu."

"Oh.. makasih, tapi lain kali gak usah repot-repot begini, saya duluan ya." Ucap Azzrafiq seraya akan meninggalkan wanita itu.

"Oh ya Azzrafiq..." Tahan wanita itu.

Terpaksa Azzrafiq menolehkan kepalanya lagi pada wanita itu. "Ya kenapa?"

"Boleh minta nomor handphone nya?"

Azzrafiq menaikkan sebelah alisnya, dia menggaruk rambutnya sambil mencari alasan untuk tidak memberikannya.

"Saya gak hafal nomor saya, hp nya ada di tas, Saya lagi buru-buru, maaf ya." Ucap Azzrafiq seraya melanjutkan langkahnya menuju gedung perkuliahan.

Keadaan kelas masih belum terlalu ramai, hanya ada beberapa teman-temannya yang baru datang, Azzrafiq duduk paling depan, dia membuka papper bag yang diberikan oleh wanita tadi, dan mengeluarkan wadah yang ada di dalamnya, isinya onigiri terlihat sangat menarik, kebetulan juga dia belum sarapan.

"Tumben bawa bekal." Seru Maulana yang baru datang.

Azzrafiq menawarkannya pada Maulana sambil melahap onigiri. "Lumayan nih rasanya."

"Jangan bilang ada yang ngasih lagi, enak banget jadi lo." Seru Maulana seraya mengambil onigiri yang diberikan Azzrafiq.

"Biasalah, namanya juga rezeki anak sholeh."

"Lagak lo, kayak yang iya aja sholeh." Protes Maulana.

"Bukannya lo udah duluan pergi ya tadi, kok duluan gue yang nyampe kelas?" Tanya Azzrafiq heran.

"Nganterin dulu si Daphnie tadi, hati-hati tuh makanan ada peletnya." Celetuk Maulana sambil tertawa.

Baru terpikirkan olehnya, sudah setengah dimakan, Azzrafiq tak melanjutkan makannya lagi. Tiba-tiba rasa laparnya hilang ketika mendengar celetukkan Maulana.

"Buat lo aja semuanya, sama tempat-tempatnya juga tuh." Kata Azzrafiq.

"Hahaha gitu doang juga langsung terpengaruh, gue cuma bercanda Fiq."

"Males, selera makan gue jadi hilang." Ucap Azzrafiq ketus.

"Jangan sampe kambuh lagi tuh sakit maag." Maulana memperingati.

Tetap saja tak mempengaruhi Azzrafiq yang sudah kadung tak nafsu makan, dia terlalu was-was, bisa saja makanan itu memang ada apa-apanya. Walaupun terkesan konyol, dia bertekad mulai saat ini, tak akan sembarangan menerima pemberian dari orang yang belum dia kenal.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Setelah selesai bersolek, Magika segera bersiap untuk berangkat, sebelumnya dia sarapan terlebih dahulu karena Tante Karina sudah menyiapkannya di atas meja makan.

Selama kuliah, Magika tinggal bersama dengan Tante dan Om nya, karena mereka tidak memiliki anak, jadi dengan senang hati Tante dan Om membolehkannya tinggal di sana, dan sudah menganggapnya seperti anak mereka sendiri.

Jarak rumah orang tua Magika cukup jauh dengan kampus, walaupun masih bisa ditempuh, rasanya akan membuat hidupnya tua di jalan.

"Gee, nanti pulang kuliah jam berapa?" Tanya Tante Karina.

"Biasa Tante sore, kalo ada tugas kelompok mungkin bisa malam pulangnya." Jawab Magika sambil memakai sepatu converse nya.

"Kalo gitu kamu bawa makanan ya, Tante udah beli kemaren camilan kesukaan kamu." Seru Tante Karina seraya memberikan sekotak camilan coklat chic-choc pada Magika.

"Waaah makasih Tante, Magika pergi dulu ya, Assallamualaikum." Magika pamitan seraya berjalan keluar pintu.

"Walaikumsalam, hati-hati ya Gee." Teriak Tante Karina dari dalam rumah.

Magika memakai helm sebelum pergi menggunakan scooter vespa kuningnya, dia menghidupkan mesinnya dan melesat keluar perumahan, ketika sampai di jalan raya yang besar, dia sudah disambut dengan antrean panjang mobil dan motor.

Suara klakson yang saling bersahutan mewarnai pagi hari Magika yang akan berangkat ke kampus, belum lagi asap dari bus Damri yang hitam pekat mengepul ke udara.

Suasana jalanan hari senin, di Bandung Timur yang membuat sedikit gila para pengendara jalanan, karena dikejar waktu mereka berebutan jalan saling mendahului.

"Tua di jalan aku, bisa-bisa nyampe kampus aku sudah punya cucu." Gerutu Magika yang terjebak macet.

Akhirnya Magika sampai juga di kampus, normalnya hanya butuh waktu sepuluh menit berangkat dari rumah Tante Karina, tapi karena macet, dia menghabiskan waktu hingga tiga puluh menit untuk sampai ke kampus.

Sebelum masuk Gedung perkuliahan, Magika berkaca pada spion untuk merapikan rambutnya, dirasa sudah sangat telat dia berjalan dengan cepat.

Di dalam Gedung perkuliahan, banyak mahasiswa yang berlalu lalang untuk masuk kelas mata kuliah yang akan diambil, dan masih banyak lagi yang sibuk dengan urusannya masing-masing.

Di tengah terburu-burunya, Magika masih sempat melirik seorang lelaki yang mengalihkan perhatiannya.

Lelaki itu memiliki penampilan yang berbeda dengan mahasiswa lainnya, sehingga menarik perhatian Magika.

Ke kampus pake jaket denim dan kaos oblong biasa, kok bisa sampai gak ditegur Dosen? Mana celana jeansnya sobek-sobek pula. Batin Magika.

Magika melambatkan laju langkahnya, sambil menatap lelaki yang membuatnya terpesona. Dia tidak menyadari bahwa lelaki itu adalah Azzrafiq, orang yang telah meninggalkan kesan yang begitu kuat pada dirinya beberapa bulan yang lalu.

Karena Magika tidak ingat wajah Azzrafiq, dia hanya menatap penuh kagum, seolah-olah pertama kalinya bertemu lelaki tampan itu.

Dia merasa terpesona oleh kegantengan Azzrafiq dan tidak bisa tidak memperhatikan detail wajahnya.

Azzrafiq yang sedang bersandar di dinding kelas yang akan dimasukinya, terlihat santai dan tidak terganggu oleh keadaan sekitarnya. Dia hanya fokus memainkan ponselnya, tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikannya.

Magika berjalan di hadapannya sambil mencuri pandang menatapnya, tiba-tiba seseorang menyenggol bahunya cukup keras, hingga membuat charm bracelet miliknya terjatuh tepat di kaki Azzrafiq.

"Aww." Rintih Magika seraya mengusap bahunya.

Azzrafiq tersentak dengan suara benda yang terjatuh didekatnya, dia melihat sebuah gelang tergeletak di antara sepatunya, lalu berjongkok untuk mengambilnya.

...(Charm Bracelet Harry Potter milik Magika)...

Azzrafiq melihat ada wanita yang berdiri di hadapannya, mungkin itu pemilik gelang yang jatuh ini, gelang itu mengingatkannya pada Bella, karena modelnya sama seperti gelang Bella yang tertinggal di Hotel, dia mendekati wanita itu untuk mengembalikannya.

Magika masih sibuk mengusap-ngusap bahunya, lalu menolehkan kepalanya pada Azzrafiq yang kini berada di sampingnya, keduanya saling bertatapan, mata Azzrafiq seketika terperangkap oleh kedua mata Magika yang indah mempesona.

Azzrafiq terpikat oleh kecantikan wanita berkulit sawo matang tersebut, Magika. Kecantikannya berhasil membuatnya terdiam dan membeku.

Azzrafiq merasa seperti telah terkena sihir, dan dia tidak bisa bergerak atau berbicara. Dia hanya bisa memandang Magika dengan penuh takjub dan kagum, seperti dia telah menemukan sesuatu yang sangat berharga.

Begitu juga yang dirasakan Magika, ketika menatap wajah Azzrafiq dengan jarak yang begitu dekat, dia merasa seperti waktu telah berhenti, dan dunia di sekitarnya menjadi sunyi.

Azzrafiq merasa familiar, apakah mereka pernah saling bertemu sebelumnya? Apakah itu Bella?

Azzrafiq menepiskan pikirannya, yang mempunyai dan menyukai gelang seperti ini pasti bukan hanya Bella, dengan cepat, Azzrafiq mengembalikan gelang itu kepada Magika, berusaha untuk tidak menunjukkan perasaan yang sebenarnya.

Dia khawatir bahwa jika dia terus memperhatikan Magika, dia akan membuatnya merasa risi dan tidak nyaman

"Ini gelang punya kamu?" Tanya Azzrafiq memecahkan lamunan Magika.

"Oh iya, thank's ya udah ngambilin." Sahut Magika yang tersadarkan ketika terlalu lama menatap Azzrafiq.

Azzrafiq memberikan charm bracelet itu pada Magika. "Iya sama-sama."

Magika menerima charm braceletnya sambil tersenyum dan memperlihatkan lesung pipi di wajahnya, yang membuatnya tampak semakin manis, Azzrafiq kian terpikat olehnya, lalu wanita itu lanjut pergi dan meninggalkan jejak wangi parfum aroma baby powder, wangi yang sangat menarik dan unik bagi Azzrafiq.

Wangi itu seperti memanggil namanya, membuatnya ingin mengikuti jejak Magika dan mengetahui lebih banyak tentang wanita yang telah mencuri hatinya.

"Kayaknya wangi ini, gue pernah cium sebelumnya." Gumam Azzrafiq seraya mengingat-ingat, pupil matanya melebar ketika dia ingat itu wangi parfum Bella.

"Apa itu Bella? Tapi kalo iya Bella, dia pasti ingat gue, tapi tadi tuh cewek kayak baru pertama kali lihat gue, mungkin yang punya wangi itu bukan cuma Bella." Azzrafiq coba menerka-nerka.

Ketika akan melangkah, Azzrafiq menginjak sesuatu yang keras di bawah sepatunya, dia memundurkan kakinya dan mendapati bagian dari gelang wanita tadi yang tertinggal, lantas dia mengambilnya untuk dikembalikan pada pemiliknya, memberikan kesempatan padanya untuk bertemu lagi dengan wanita yang berhasil mengalihkan dunianya.

"Bentuknya kayak topi seleksi di Harry Potter." Ucap Azzrafiq sambil tersenyum, lalu menyimpan charm yang terjatuh itu ke dalam saku jaket jeans-nya.

Magika berjalan sambil tersenyum menahan rasa kagumnya pada lelaki itu, Tuh cowok semester berapa dan jurusan apa ya? He is so adorable, tapi kok kayak familiar gitu ya wajahnya? Batin Magika.

Di dalam kelas, Magika menebarkan senyum yang sumringah karena baru saja bertatapan dengan lelaki yang berhasil mengalihkan dunianya, dia duduk paling depan, bangkunya sudah dicarter oleh teman-temannya untuk dirinya.

"Kenapa Gee kok kelihatan berseri-seri gitu?" Tanya Vanilla dari bangku sebelah kiri yang Magika duduki.

"Lagi semangat aja Nill." Jawab Magika seadanya.

"Semangat banget kayaknya, sampe dari jauh kelihatan senyum-senyum sendiri." Zea menimpali, mengingat Magika selalu menunjukkan wajah letih ketika masuk kelas karena bergelut dengan kemacetan sebelumnya."Tinggal Alin yang belum datang." Sambung Zea yang tampak sedang membalas pesan dari ponselnya.

"Kayak yang lagi banyak uang aja senyumnya." Celetuk Vanilla.

Magika terkekeh."Emangnya senyum yang lagi banyak uang kayak gimana sih?"

"Kayak kamu tadi." Tukas Vanilla.

Zea menoleh pada Magika dan Vanilla setelah selesai dengan ponselnya."Kalo yang aku lihat sih kayak orang yang lagi jatuh cinta."

"Dua-duanya sama-sama bikin bahagia sih, punya banyak uang sekaligus jatuh cinta." Sahut Vanilla.

"Uang muluk perasaan." Gerutu Zea.

"Yang aku butuhkan hanya uang, uang dan uang." Celetuk Vanilla.

Magika memakaikan kembali charm bracelet pada tangannya, namun ada yang hilang salah satu charm nya yang berbentuk topi seleksi di Harry Potter.

Charm bracelet milik Magika bertema Harry Potter, padahal charm bracelet yang dia pakai hari ini salah satu gelang kesayangannya, karena sulit didapatkan, dia sampai harus jauh-jauh ke Korea untuk membelinya.

Karena pada saat itu online shop masih kurang eksistensinya jadi barang yang di inginkan belum mudah didapat seperti saat ini.

"Ish jadi ompong gini kelihatannya." Gerutu Magika.

Magika kembali keluar kelas untuk mencarinya, siapa tahu masih ada dan tergeletak di lantai dimana tadi gelangnya terjatuh, namun ketika sedang mencarinya, Dosen yang mengajar di kelasnya sudah datang dan melewatinya, terpaksa Magika kembali menuju kelas dengan tangan kosong, dia berjalan menyusul Dosen sebelum beliau menutup pintu kelas.

Episodes
1 I Never Kissed a Mouth That Tastes Like Yours
2 Menghadirkan Sebuah Tanya Untukku
3 Mengagumkan, Melemahkan Aku Melihat Tatap Matanya
4 Hallo From The Other Side
5 Can't Get Her Face Out of My Mind
6 Waktu Berhenti Apabila Ku Memandangnya
7 Pastikan Kita Seirama
8 Karena Aku Selalu Di Dekatmu
9 Ospek Jurusan
10 Tak Mungkin Ini Tetap Bertahan
11 We'll Run Away Together
12 Ada Cerita Tentang Kita
13 Seluruh Nafasku Terbang
14 Menjauh dan Hilang
15 I'm Falling In Love With You
16 Malam Ini Milik Berdua
17 Pagi yang Cerah dan Senyum Di Bibir Merah
18 Tetapi Hatiku Terlalu Meninggikanmu
19 When The Truth is I Miss You
20 No Matter What I Do, All I think About is You
21 Rasa yang Memberinya Luka
22 Ku Terbiasa Tersenyum Tenang Walau Hatiku Menangis
23 Dalam Sebuah Cinta Terdapat Bahasa
24 All That We Could Do With This Emotion
25 Dunia Menelan Hatiku
26 Temani Aku yang Terjatuh
27 Pandangan Matanya Menghancurkan Jiwa
28 Lihat Dalam Mataku kaulah Lamunan Itu
29 Semua yang Terhenti Tanpa Ku Akhiri
30 Mencoba Tetap Berdiri Kumenangis
31 Telah Kutemukan Dia
32 Ada Cerita Tentang Kita
33 But How'd We Get In This Position
34 Ku Tak Mampu Menghindari Gejolak Cinta Ini
35 Hatiku Bimbang Namun Tetap Pikirkanmu
36 Saatnya Ku Berkata
37 Bagai Bunga Harum Nafasmu yang Kurasa
38 Sungguh Membebaniku
39 Mulai Terasa Lelah Aku Bertahan
40 Biarkan Kita Mengalir Sampai Nanti
Episodes

Updated 40 Episodes

1
I Never Kissed a Mouth That Tastes Like Yours
2
Menghadirkan Sebuah Tanya Untukku
3
Mengagumkan, Melemahkan Aku Melihat Tatap Matanya
4
Hallo From The Other Side
5
Can't Get Her Face Out of My Mind
6
Waktu Berhenti Apabila Ku Memandangnya
7
Pastikan Kita Seirama
8
Karena Aku Selalu Di Dekatmu
9
Ospek Jurusan
10
Tak Mungkin Ini Tetap Bertahan
11
We'll Run Away Together
12
Ada Cerita Tentang Kita
13
Seluruh Nafasku Terbang
14
Menjauh dan Hilang
15
I'm Falling In Love With You
16
Malam Ini Milik Berdua
17
Pagi yang Cerah dan Senyum Di Bibir Merah
18
Tetapi Hatiku Terlalu Meninggikanmu
19
When The Truth is I Miss You
20
No Matter What I Do, All I think About is You
21
Rasa yang Memberinya Luka
22
Ku Terbiasa Tersenyum Tenang Walau Hatiku Menangis
23
Dalam Sebuah Cinta Terdapat Bahasa
24
All That We Could Do With This Emotion
25
Dunia Menelan Hatiku
26
Temani Aku yang Terjatuh
27
Pandangan Matanya Menghancurkan Jiwa
28
Lihat Dalam Mataku kaulah Lamunan Itu
29
Semua yang Terhenti Tanpa Ku Akhiri
30
Mencoba Tetap Berdiri Kumenangis
31
Telah Kutemukan Dia
32
Ada Cerita Tentang Kita
33
But How'd We Get In This Position
34
Ku Tak Mampu Menghindari Gejolak Cinta Ini
35
Hatiku Bimbang Namun Tetap Pikirkanmu
36
Saatnya Ku Berkata
37
Bagai Bunga Harum Nafasmu yang Kurasa
38
Sungguh Membebaniku
39
Mulai Terasa Lelah Aku Bertahan
40
Biarkan Kita Mengalir Sampai Nanti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!