"Han bangun Han, Lili , Doni ayo bangun!" ucap Doni.
"Aduh punggungku" keluh Doni.
"Kok kita masih disini, ssstt dimana mereka?" kata Lili yang tiba-tiba memelankan suaranya.
"Mereka sudah tidak ada. Lebih baik kita bergegas pulang dan berangkat sekolah" kata Hanum menatap lokasi bekas ritual semalam.
Mereka segera bangkit dan berjalan pulang. Saat sudah tiba di desa semua warga terlihat berkumpul di pos.
"Ada apa ramai-ramai begitu?" tanya Hanum.
"Nah itu mereka sudah pulang" teriak seorang warga menunjuk kearah Hanum dan lainnya.
"Hanum Ibu khawatir Nak, kalian tidak apa-apa?" tanya Ibu Hanum sambil menangis.
"Tenanglah Ibu kami selamat" kata Hanum.
"Ustadzah Anisa, bukankah ia.." gumam Hanum.
"Hai lihat itu ustadzah kan, apa mungkin mataku yang salah" kata Lili mengusap-usap kedua matanya.
"Tidak kamu tidak salah lihat itu memang dia" ucap Hanum yakin.
"Lalu semalam" kata Doni.
"Ssstt" kata Hanum menggelengkan kepalanya sebagai suatu isyarat.
"Ayo anak-anak kalian pulang bersiap untuk pergi ke sekolah hari sudah mulai siang" pinta Ibu Dwi.
_______
Sekitar pukul tujuh malam seperti biasa mereka berangkat mengaji.
"Ustadz sendirian?" tanya Lili.
"Iya, kalian belum tahu ya ustadzah Anisa tidak akan mengajar lagi beliau sudah pindah. Kini sudah punya keluarga sendiri, beliau sudah menikah" kelas ustadz Hanif.
"Menikah dengan juragan Karto?" tanya Hanum.
"Bukan, ia menikah dengan seorang pengusaha di kota" jawab ustadz Hanif.
"Ustadz tahu darimana?" tanya Hanum lagi.
"Dari ayahnya" jawab ustadz singkat.
"Ah tidak mungkin Pakde Wiro pasti berbohong. Lalu siapa yang kita lihat semalam? Bukankah Pakde Wiro sudah.. Eh tapi tadi pagi siapa yang kita lihat. Ini membuatku sungguh bingung" bisik Gugun.
"Apa yang kalian bicarakan, untuk sementara malam ini ustadz akan mengajar sendiri sampai teman ustadz datang" jelas ustadz Hanif.
"Baiklah ustadz" jawab mereka singkat.
Mereka berempat semakin dibuat penasaran dengan kejadian semalam.
"Mungkin itu perbuatan jin, temannya Pakde Wiro" cetus Doni.
"Kita harus segera mencari tahu kebenarannya" kata Hanum.
"Lalu kenapa pada saat itu Pakde Wiro memaksa ustadzah Anisa menjadi istri ketiga juragan Karto?" ujar Gugun.
"Mungkin hanya gertakan itu tidak mungkin terjadi, jelas saja mereka musuh bebuyutan" ungkap Hanum.
"Han bagaimana mimpimu?' tanya Doni.
"Sudah tidak lagi" jawab Hanum singkat.
"Kalian rupanya anak-anak ingusan, sana pulang untuk apa malam-malam begini keluyuran" ujar Pakde Wiro yang tiba-tiba muncul.
"Pakde tidak lihat kami berpakaian seperti ini mana mungkin keluyuran" kata Lili.
"Lalu kenapa tidak segera pulang, ada hantu alas Kenanga baru tahu rasa hihihi" kata Pakde Wiro menakut-nakuti.
"Heh Pakde ya sembarang bicara" pekik Lili.
"Sudah Li orangnya juga sudah pergi" kata Hanum.
Tiba-tiba saja malam itu menjadi sunyi dan pohon-pohon mendadak bergoyang. Dan terdengar suara tangisan seseorang.
"Eh itu siapa yang berlari?" kata Doni menunjuk ke sebuah pohon.
"Siapa sih gak ada kok, tapi kaya ada orang menangis kalian dengar gak?" ujar Hanum menajamkan pendengaran.
"Astaghfirullah.. kakiku gemetar, aku takut lihat itu di atas pohon" kata Doni.
"Ah engga ada apa-apa kok itu cuma sebuah dahan" kata Lili.
"Iya Don kamu salah lihat. Eh bukankah itu ustadz Hanif mau kemana malam-malam begini?" kata Gugun.
Brakkkk..
"Hantuuu"
"Lariiii"
Rupanya pelepah dahan kelapa yang sudah kering terjatuh dan membuat mereka ketakutan.
Sekitar pukul sepuluh malam Hanum belum tidur dan masih mengerjakan beberapa tugas sekolah.
"Han ini Ibu buatkan teh manis. Kamu terlihat serius sekali belajarnya jangan sampai sakit kalau sudah selesai segera tidur ya Nak! Jangan lupa hordengnya ditutup!" kata Ibu Dwi.
"Iya Bu terimakasih" kata Hanum.
"Aaah akhirnya. Huam.. pantas saja aku sangat mengantuk sudah tengah malam rupanya" ujar Hanum melihat kearah jam dinding.
Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya dan segera menutup hordeng.
"Siapa tengah malam begini berdiri disana" gumam Hanum menajamkan matanya kearah seorang wanita.
"Ustadzah Anisa? Benarkah dia..ah tidak mungkin pasti bukan" ucap Hanum mengusap kedua matanya.
Setelah membuka matanya tiba-tiba wanita tadi mendekat kearah jendela Hanum sontak membuat Hanum terkejut dan berteriak.
"Sadar Nak ini Ibu ada apa?" kata Ibu Dwi.
"Ibu, ada hantu ustadzah Anisa Bu diluar jendela aku melihatnya meringis. Kemudian kepalanya terjatuh dengan sendirinya. Aku takut Bu" ujar Hanum gemetar.
"Tidak mungkin pasti kamu ngelantur kan, ustadzah Anisa sudah menikah dia tidak ada disini" kata Ibu Dwi.
"Jelas-jelas Hanum belum tidur Bu, Hanum tidak salah lihat" cetus Hanum.
"Baiklah sekarang rebahkan tubuhmu di tempat tidur biar Ibu yang tutup hordengnya. Ibu akan temani Hanum tidur lagi" ucap Ibu Hanum sambil menutup hordeng. Dari kejauhan ia melihat seorang wanita yang tersenyum meringis kepadanya dan perlahan terbang keatas.
"Astaghfirullah.." gumam Ibu Dwi memejamkan mata.
_______
"Aku juga sama, aku merasa diteror oleh hantu ustadzah Anisa" kata Gugun.
"Sudah bel nanti kita lanjutkan lagi" kata Hanum.
Di bawah pohon besar mereka kembali bercerita.
"Rupanya teror hantu kembali mengusik ketenangan desa kita. Tidak hanya kita berempat tapi hampir semua warga desa" ungkap Gugun.
"Lalu apa yang harus kita lakukan? Apa sebaiknya kita ceritakan semua kepada warga desa apa yang sebenarnya terjadi di malam Jum'at itu" ujar Lili.
"Tapi kita tidak punya bukti apapun, mereka tentu tidak percaya. Apalagi kalau sampai Pakde Wiro tahu bisa habis kita" ungkap Hanum.
"Bagaimana ini, eh bukankah semalam kita melihat ustadz Hanif?" kata Gugun.
"Mungkinkah ada yang disembunyikan olehnya?" tanya Doni.
"Aku tidak yakin, tapi mungkin saja" kata Lili.
"Baiklah nanti malam kita coba tanyakan langsung" ucap Hanum.
Di malam hari mereka langsung mendatangi rumah ustadz Hanif. Mereka berempat berniat untuk masuk rupanya di dalam mereka melihat Pakde Wiro. Setelah Pakde Wiro pamit tanpa berlama-lama mereka langsung memberitahu semuanya.
"Apakah kalian benar-benar melihatnya secara langsung?" tanya ustadz Hanif.
"Sungguh ustadz kami tidak berbohong. Lalu gerangan apa yang membuat Pakde Wiro kemari ustadz" tanya Hanum lagi.
"Tadi istri ustadz akan mengantar anak sulung kami untuk berobat kebetulan ustadz sedang di kebun dan Pakde Wiro lewat lalu ia membawa anak kami ke puskesmas" jelas ustadz Hanif.
"Kalau boleh tahu sakit apa ustadz?" tanya Lili penasaran.
"Semacam penyakit kulit namun pihak puskesmas mengatakan penyakit ini aneh dan langka. Kami hanya diberi antibiotik" ungkap ustadz Hanif.
"Boleh kami melihatnya?" kata Hanum.
Mereka kemudian menyaksikan sendiri penyakit kulit yang diderita anak sulung ustadz Hanif.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments